Kutemukan mimpi dari sebuah penghargaan

81 1 0
                                    

Banyak kenangan yang kusimpan saat masa SD, terlalu banyak sampai mendominasi sebagian besar otakku. Salah satu yang paling berkesan adalah saat aku menang lomba mengarang cerpen yang digelar oleh kakak-kakak KKN. Yang kemudian, terciptalah sebuah mimpi sebagai seorang penulis. Al hasil, ibu selalu membeli buku dobel saat kenaikan kelas. Karena buku-ku habis sebelum semester pertama usai. Begitu terus hingga aku menginjak masa SMP.

Sepulang sekolah, ditemani dengan suara kak Dina yang mengudara lewat frekuensi 93.4 Gita FM. Aku melanjutkan kegiatan mengarang cerita pendek. Yang mungkin kalau kamu baca bisa bikin kamu tertawa, karena gak nyambung sama sekali. Tapi aku tetap suka menulis.

Padalah, Hiburan Tv sudah mulai banyak digemari, serta sudah memiliki warna. Tapi aku masih setia dengan Radio yang menurutku lebih menarik dari lainnya. Apalagi saat kak Dina membacakan SMS dari para pendengar, dengan suara yang serak-serak basah.

Tentu, kadang aku sampai tertidur karena terbuai lantunan lagu yang diputar.

" Nduk, bangun. Sudah ashar inilo" Suara eyang membangunkan tidurku yang pulas.

" Wih.. sudah sore to eyang" jawabku.

" Piye to, saben siang tidur di depan rumah begini. Nek dilihat jejaka piye" (Piye = bagaimana)

" hehe, abisnya enak eyang. Anginya sepoy-sepoy, sambil ndengerin gending dari radio tetangga"

Jaman dahulu pukul 12.00 – 14.00 WIB adalah saatnya musik sinden dan gamelan jawa mengudara. Menemani eyang, kakek, serta semua orang tua tidur nyenyak. Bonus aku dan adek-adek bayi yang pasrah mendengarkannya.

Kata mereka, cukup aneh jika gadis se usiaku suka mendengarkan musik "sinden" untuk teman tidur. Padahal siapa saja bisa suka mendengarkan musik jika telah terbiasa. Seperti aku yang telah terbiasa tidur siang ditemani suara gamelan jawa. Kegiatan itu terus berlangsung saat aku menginjak usia 14 tahun.

Siang itu, ketika telingaku berkonsentrasi pada musik di radio, dan tanganku asik bersandiwara memaikan melodi, mataku menangkap pemandangan alien tampan. Tampan sekali sampai bikin aku susah ngomong.

" Selamat siang, apa betul ini rumah Ulya?" Katanya padaku yang tampil dengan wajah berantakan, dan sedikit agak gugup. Karena baru ku temui spesies jenis ini di dunia. Berkulit putih dan bermata sipit. Aku yakin jika dia bukan orang pribumi.

" aa..aa.. Bukan, Rumah Kak Ulya di depan sana!"

Dia tersenyum, menganggukan kepala, tanpa meniggalkan kata terimakasih. Aku kembali melanjutkan acara santai didepan rumah ditemani suara kak Dina yang serak-serah basah.

Sesekali aku melirik rumah kak Ulya, karena cukup aneh seorang lelaki bermata sipit dan berwajah tampan ala anak perkotaan kenal kak Ulya yang notaben-nya orang desa sama sepertiku.

" Tumben masih melek nduk" Kata eyang sambil membopong kayu bakar.

" Hehe, gak ngantuk eyang" kataku gelagapan karena ketahuan ngintip lelaki yang duduk di sebelah kak Ulya.

" Siapa nduk disana?"

" Gatau eyang, kan masih belum tanya, alien kali"

" Husst, jangan kencang-kencang nanti orangnya ngelihat"

Aku-pun membungkam mulut, malu karena suara cempreng ini kurang bisa dikontrol.

" Yesa, sini deh " kak Ulya memanggilku.

" Eh, kenapa kak Ulya manggil yah, duh dag dig dug nih" Kataku dalam hati.

" Iyaa.. "

Akupun kesana dengan belagak sok malas, padahal dalam hati semangat sekali.

Akhirnya kuketahui bahwa lelaki itu datang dari ibu kota, karena sedang ada pertukaran pelajar antara sekolah kak Ulya dengan sekolah-Nya.

" Oh, pertukaran pelajar " Kataku mengangguk masih belum tahu maksud kenapa aku di panggil kesana.

" Yesa kelas berapa?" Tanya lelaki itu.

" 3 SMP kak" jawabku

" Tapi masih kayak anak SD ya" Kalimat ini menurutku cukup membingungkan, antara pujian atau celaan. Karena memang anak seusiaku di ibukota tidak lagi memakai rok putih bekas seragam SD dan kaos yang bergambar doraemon.

" Hehehe" balasku tersenyum.

Setelah es teh di gelas habis, disusul dengan ote-ote buatan ibu kak ulya, aku baru mengerti maksud kak Ulya, bahwa dia ingin aku menyewakan rumah ibuku yang kosong karena ditinggal merantau ke kota.

" Gimana Yes?" Tanya kak Ulya

" Emm, belum tahu ya kak, aku tanya eyang dulu. Nanti kalau tiba-tiba ayah sama bunda pulang gimana dong?"

" Cuma seminggu saja kok dek" Jawab lelaki itu.

Maigat, dia panggil aku dek. Sekian detik hatiku berdebar olehnya seperti di film-film FTV.

" Oh, iya aku tanya eyang sebentar"

Aku langsung kabur, karena sudah gak bisa sembunyi dari salah tingkah yang memalukan ini.

"Eyang..kata kak Ulya ada tamu yang pengen sewa rumah ayah"

" siapa nduk?"

" Itu temen kak Ulya, pertukaran pelajar katanya"

"Oh, suruh saja datang ke eyang"

Sebenarnya, kak Ulya cukup poppuler disekolah karena dia termasuk anggota osis, dan aku sering mendengarkan banyak cerita tentang hari-hari yang menyenangkan disekolah. Walaupun begitu, kak Ulya gak begitu poppuler dikalangan lelaki. Jadi menurutku aneh jika ada seorang lelaki mencari kak Ulya. Bukannya sedang iri, karena kalau kamu kenal kak Ulya pasti kamu akan berfikiran sama denganku.

*** Hai terimakasih udah mau baca tulisanku, semoga kisahnya menarik dan menginpirasi ya***

** Jangan lupa votemen ya man teman ^,^**

Hi, Dika !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang