Surat cinta tak bernama

31 0 0
                                    

Hari ini panas begitu menyengat, aku masih dengan rutinitas yang sama. Tidak berniat untuk tertidur karena ada PR Matematika. Eyang juga sedang dirumah karena stok kayu bakar masih banyak. Dengan ditemani segelas Es dan ubi bakar, aku melawan rasa kantuk yang semakin memburuk. Alasan lain, biar bisa lihat kak Dika lewat sih.

Sementara aku mendengarkan Radio, aku mendapat ide cemerlang untuk menulis puisi dengan judul "secret admire" yang bakal terbit di Indonesia bagian kamar Yesa.

Lalu terlintas, ide konyol untuk menulis sebuah surat penggemar, tapi tanpa nama. Akhirnya, terciptalah tulisan yang kelak saat aku dewasa, aku akan jijik mengenangnya.

" Hai kak, kamu tampan, juga manis saat tersenyum, terimakasih sudah datang kesini"

Hanya 12 kata, kutulis di buku sinar dunia berwarna putih dan ku bungkus pakai amplop biru laut, ngambil di tas Meme, lengkap beserta sticker salah satu grub band ternama pada jamannya.

Karena kebiasaanku mmbubuhi tanda tangan saat selesai menulis. Aku lupa untuk tidak menghilangkan-nya. Sedang surat sudah kukirim lewat lubang dibawah pintu.

Aku masih belum bisa fikiran jernih, kalau surat itu bisa saja di baca oleh orang lain. Lantas aku sungguh percaya jika surat itu akan sampai pada pemiliknya. Karena sudah ku kasih tanda " Untuk Dika".

Sementara kenyataanya.

" Hey, ada surat. Tertulis untuk Dika" Teriak Kak Ginanjar terdengar keras.

" Ciye baru 2 hari disini sudah ada yang kirim surat" jawab kak Yurika dari depan rumah eyang, dan buru-buru masuk kesana.

" Buka gih buka"Kata Vero yang juga lari dari rumah kak Ulya.

"Ku baca ya, Dik " Kata Kak Rendy.

Kak Dika hanya mengangguk dan pasrah.

"Ehemm  (Hai kak, kamu manis dan tampan, terimakasih sudah datang kesini) ciyeee... "

Kemudian, surat itu di rebut dari tangan Rendy, dibaca oleh kak Vero lagi.

" hahaha siapa nih, secret admire jelas" Katanya.

Suara mereka ramai terdengar ditelingaku. Lalu, aku merasa sangat bodoh telah mengirimkan surat memalukan itu.

Agak kecewa, disusul rasa takut yang merundung batinku. Apalagi saat mereka memanggilku untuk ikut menertawakan surat kaleng itu.

Ah, aku yakin kamu merasakan hal yang sama. Walau-pun kak Dika tidak berbuat apa-apa selain diam dan hanya tersenyum. Sedikit membuatku lega juga. Tapi ini benar-benar menyesakkan dada.

" Lucu gak sih Yes, Ul " Tanya Vero dan Yurika terbahak-bahak

" Hahaha, iya kak" Kataku menyembunyikan rasa malu dan marah yang berlebihan.

" Mana sih ada lucu-nya, orang dia cuma terimakasih aja kan, jangan berlebihan" Ucap Kak Dika menghentikan tawa yang menyakitkan ini.

Saat itu juga aku merasa terkesan dengan kak Dika, yang tidak merasa malu karena dapat surat kaleng dari orang yang tak tahu malu ini.

" Yesa, ini ambil. Buat kamu aja deh, terlalu memalukan untuk disimpan, dan terlalu kejam untuk di sobek"

Dia menyerahkan surat itu padaku, dengan kata yang juga menyakitiku. Yah, setidaknya dia tidak merobek surat itu serta tetap menghargai keberadaanya. Saat itu juga aku tertunduk malu, kesal, dan benci pada diriku yang tidak tahu diri ini. Lalu memutuskan untuk berhenti memikirkan hal-hal konyol untukknya.

" Tu mungkin dari temen sebayanya Yesa yang suka gegabah kirim hal yang memalukan hahaha" Sahut Rendy.

Dalam batinku "Sepertinya menulis puisi secret admire di buku biasa lebih aman dan menyenangkan. Baiklah akan ku hentikan ini."

" Tapi kenapa dia berikan padaku ya, apa dia tahu" Tanyaku dalam hati lagi.

Kak Dika duduk di kursi tamu, dan lainnya duduk lesehan dibawah. Aku memperhatikan sekitar, merasa kalau ini memang bukan tempatku. Aku tak pantas memiliki perasaan yang berlebihan pada Kak Dika. Aku dan dia bagai bumi dan langit, jaraknya berjuta juta kilometer, Jauh, susah dekat.

" Btw, Kebetulan lagi pada kumpul kan? Aku ingin bagi-bagi sesuatu nih" Kata Kak Dika.

" Apa hey apa"

" Gorengan dari mbak Tutik haha, katanya enak"

" Telat woy, udah kesana dari pertama kali kesini"

" Yah, jadi gak ada yang mau?"

" Ye mau lah" jawaban kompak.

Aku sudah tidak konsen dengan gorengan Mbak Tutik, karena takut kak Dika bakal Ilfil sama sikapku yang kekanak-kanakan ini. Sampai-sampai gorenganku dimakan kak Ulya aku juga gak ngelihat.

" Eh, gorenganku mana?" Kataku mencari gorengan yang ada didepan.

" Ngelamun aja sih, tuh dimakan Ulya haha" jawab Yurika.

" Abis patah hati ya"

"Kayaknya sih gitu haha"

" Yesa ? Patah hati? Belum sejam putus aja udah ada yang nyamperin. Dimana ada dia, disitu laki-laki pada kumpul. Dia nih ya kan suka main kerumah Meme, di depan rumah Meme ada rumah cowok, tapi gak begitu hits, terus pas tahu Yesa sering kerumah Meme, saben sore cowok-cowok pada kumpul disana. Ngeri gak?" Jelas kak Ulya.

" What, serius? Seorang Yesa?" Kata kak Tedy gak percaya.

" Ah, enggak kok kak, kak Ulya yang ngawur"

" Kalian perhatiin aja, saben sore banyak cowok berkliaran d idepan rumah dia. Terus ya, pas dia ke saung , pulangnya selalu ngos-ngosan karena di kejar-kejar cowok. Dia sampai gak berani dandan karena takut banyak yang suka, haha. Lucu gak sih" tambah kak Ulya.

" Ah, kak Ulya jangan di ceritain semua dong. Kan malu"

" Parahnya lagi, mereka sering berantem karena rebutan Yesa, padahal Yesa gak milih siapa-siapa"

" Hahaha, ternyata ada bunga desa disini" Kata Kak Ginanjar.

"ha.. ha.. hmph..sepertinya kurang pas" Kak Dika dingin.

" Kamu bakal nyesel udah ngeledek Dik, tunggu aja ntar kalau dia udah gede haha" Kata kak Ulya.

Saat itu juga aku merasa tidak ada harapan dengan kak Dika, mungkin karena aku masih dianggap bayi sama mereka dan belum pantas untuk jatuh cinta. Aku juga menyadari dan diam saja sambil menunggu saat yang pas untuk jatuh cinta yang tepat.    

Hi, Dika !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang