Minggu Terakhir di Kampung

19 0 0
                                    

Mobil sedan merah datang mencuri perhatian para tetangga, aku yang sedari tadi duduk di depan rumah sambil mendengar radio pun ikut tercengang.

" Ayah.. Bunda" Ucapku sambil berlarian memeluk kedua orang istimewa-ku.

" Sore cantik, kayak-nya anak bunda belum mandi jam segini. Males amat kayak ayahnya nih" ucap bunda sambil memberiku tas yang penuh dengan oleh-oleh.

" Bunda, aku kemarin dapat peringkat 3 nih, bunda sih gak mau dateng jadi ga bisa naik panggung kan?"

" Maafin bunda, di kantor lagi banyak urusan jadi mau izin malah di tolak"

" Iya gak apa bunda"

Saat itu pukul 4 sore, eyang masih sibuk menggoreng tempe untuk lauk makan malam ayah dan bunda. Sebenarnya rumah eyang dan rumah bunda bersebelahan, lalu dapur-nya saling menyatu. Jadi kalau masak biasanya di dapur eyang. Lagian ayah dan bunda juga jarang dirumah.

Kepulan asap masakan khas pedesaan sudah berbaris rapi di meja makan, ayah, bunda, aku dan eyang berkumpul untuk makan malam. Sambil berdiskusi tentang sekolahku.

" Begini buk, Nonik kan sudah mau lulus kuliahnya, bulan depan sudah dirumah. Kami berdua bermaksud ingin mengajak Yesa pindah ke kota bersama kami. Menurut ibuk bagaimana?" sahut bunda dengan suara lembut agar tidak menyakiti eyang.

" Lho aku ini terserah anak-mu saja to Mei, kan dia yang sekolah. Ibuk dirumah sendiri ya gak masalah. Sih ada Farid to disini" jawab eyang.

" piye nduk, sekolah di kota mau? Bunda sama ayah ini sudah jarang pulang. Kasihan eyang-mu ngerawat kamu sendirian, belum nanti biaya sekolahmu sing kadang bunda gak tahu"

" Iya bunda" jawabku antara senang dan sedih.

Saat itu, aku sedang mengalami dilema besar, antara ingin tinggal atau ikut bunda ke kota. Disatu sisi aku bahagia bisa tinggal dengan ayah dan bunda. Di sisi lain, aku berat meninggalkan Meme dan Arista, belum lagi teman-teman yang lain. Terlebih aku khawatir jika suatu saat nanti kak Dika berkunjung kesini dan mencariku? Aku benar-benar dilema.

Tapi benar kata bunda, eyang sudah sepuh (tua) ayah dan bunda memang yang membiayai sekolahku, tapi untuk makan dan biaya lainnya adalah uang pribadi eyang sendiri. Meskipun tiap bulan eyang dapat gaji pensiun dari alm. Eyang kakung, tetap saja kurang. Apalagi tante Nonik akan pulang kerumah setelah kuliahnya selesai.

Terpaksa, 2 minggu dari hari ini, aku akan bersiap-siap untuk meninggalkan desa kelahiranku.

"Me hari ini ambil ijazah aja kan ya? Nanti pulang sekolah mampir warung mbak Tutik yuk, kangen nih" kataku.

" Eh tumben banget, ajak Arista juga yuk. Semenjak Nugroho makin berani kita jadi jarang kumpul"

Siang itu, setelah ijazah diambil, aku, Meme, Arista dan beberapa teman lain nimbrung di warung mbak Tutik. Berbincang banyak hal sambil request lagu kesukaan.

" Me, Ris dan teman-teman, aku mau ngomong sesuatu nih"

" Apaan? Kamu jadian sama Johan?"

" Weee, apaan to iki"

" Eh, tapi aku brusan denger Johan Request lagu Roullete Jatuh cinta loh, katanya buat someone special yang ada di saung gitu, itu kamu kan? Hayo ngaku?" tanya Arista.

" Husst ngawur aja, orang aku sama johan gak pacaran kok. Itu Cuma pura-pura aja biar Nugroho ga gangguin terus"

" Lho, jadi selama ini kamu memanfaatkan Johan to!"

Hi, Dika !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang