Minggu pagi, semua orang sedang sibuk beres-beres barang bawaan. Karena jam 15.00 WIB mobil mereka datang menjemput. Aku serta kak Ulya ikut bantu beres-beres. Dan masih perang dingin dengan kak Dika.
Vero dari tadi duduk bersandar di bahu kak Rendy dengan muka masam yang mengarah ke kak Dika.
" Btw, kemarin kamu kenapa?" Vero bertanya padaku.
" Oh, itu kak, ada cowok iseng yang suka goda-godain" jawabku tersenyum.
"Kamu kok sering di godain cowok sih, emang mereka pernah kamu tolak gitu atau kamu sakitin. Biasanya sih cowok-cowok iseng gitu karena kamu berlagak sombong ke dia"
" Kurang tau kak, aku jarang nanggepin"
" Bagus deh " sahut Dika ketus.
Pandanganku langsung beralih pada lelaki yang tampak membingungkan itu. Yang Tiba-tiba marah tanpa sebab, tiba-tiba diam tanpa alasan. Dan tiba-tiba mengatakan hal yang tak terduga.
" Hah" Aku mencoba menelusuri jawaban yang agak ambigu menurutku.
" Ya bagus kalau gak ditanggepin. Sebaiknya kan begitu biar gak sering di godain. Berarti kalau masih sering di godain kan masih di tanggepin juga" Jawab kak Dika dengan wajah yang tenang. Seloah ingin mengklarifikasi bahwa kalimat yang terucap sebelumnya adalah kalimat yang biasa saja tanpa arti yang istimewa.
" Oh.. iya kak. aku akan lebih berhati-hati saat ini" Ucapku kembali membereskan makanan yang tercecer dilantai tanpa melawan.
Hari itu aku sangat lelah untuk menjelaskan atau menjawab apapun tentang kejadian di bukit. Karena aku yakin semua pasti menganggap aku cewek murahan, gampangan, atau cewek yang haus perhatian, yang selalu mempermainkan perasaan lelaki. Walaupun mereka tak mengatakannya dengan gamblang, aku tahu itu.
Tahun 2006, saat aku masih kelas 3 SMP, acara TV dan sosmed tidak semengerikan sekarang. Aku tidak punya pemikiran picik sama sekali untuk memainkan hati lelaki. Aku sendiri tak faham mengapa mereka melakukannya padaku. Tapi saat itu, semua orang menganggapku demikian.
"Hey Yes"
"hmm"
Kak Ulya juga berkali-kali menyenggol bahuku agar aku tidak memasang wajah murung. Tapi, kau tahu sendiri bagaimana rasanya jika perasaan ini sudah lelah. Aku hanya berharap kak Dika pergi hari hadapanku, agar aku tak perlu mendengar suaranya lagi. Agar aku tak berharap-berharap lagi. Agar semua pembicaraan buruk tentangku tak sampai pada telinganya.
Kau tahu, bagaimana aku tak kecewa dan merasa murung, dia selau menarik ulur perasaanku. Saat ini saja, dia sedang tidur dipangkuan kak Vero sambil bercanda membahas ini dan itu. Padahal kemarin dia seolah perhatian padaku dan menolak bahwa dia menyukai kak Vero.
Yah, aku tahu ini mungkin hanya sekedar perasaan cemburu yang membuat logikaku mati. Padahal sudah jelas nyata-nya, bahwa persahabatan mereka memang seperti itu. Tapi tak bolehkah aku berfikir bahwa dia melakukannya karena ingin menjauh dariku, agar aku tak berharap padanya lagi.
" Kak uda kelar kan? Aku tinggal dulu ya. Aku mau kerumah Meme. Udah lama gak kesana" pamitku pada kak Ulya.
" Tega kamu Yes ninggalin aku sendiri, huhu" Kak Ulya menahanku, karena dia merasa gak enak dengan teman-tema yang lain.
" Hmm, kan masih ada Farid dan Gita yang nemenin kak. Aku juga ada urusan lain. Oh ya, selamat tinggal ya. Senang bertemu kalian. Mungkin nanti aku bakal pulang jam 4 jadi gak bisa nganter kalian pulang. Jangan lupa saling kasih kabar kak" Ucapku sembari berkaca-kaca.
Kak Dika tak menoleh sedikitpun padaku, atau mengucap selamat tinggal padaku. Dia sibuk dengan buku bacaanya yang terlihat seru.
" Yah, kok gitu sih Yesa. Tapi gak apa kok, terimakasih kamu sudah menemani kami selama seminggu full. Terimakasih juga telah meminjamkan rumah kamu untuk kami tinggali. Sebenarnya kita punya hadiah buat kamu. Gak banyak tapi semoga kamu senang."
Jam dinding pada saat itu menjadi cindera mata terbaik. Sampai-sampai di sekolahan banyak kelas yang mempunyai jam dinding doble, karena dapat hadiah.
" Terimakasih kak" ucapku sambil membawa jam dinding.
Harus kau ketahui sore itu, aku sedikit menyesal karena ke egoisanku yang tak berasalasan bagi mereka. Aku pasti dianggap tuan rumah tak sopan karena meninggalkan tamu-nya dirumah sendirian. Bagaimana-pun itu juga tamu-ku. Tetapi rasa kecewaku telah menguasai hatiku hingga aku tak bisa berfikir jernih. Dan dengan tak sopan-nya aku masih berharap melihat mobil-nya lewat di depan rumah Meme.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Dika !
RomanceDi tahun 2015, ketika aku sedang duduk kursi tempatku bekerja, aku terdiam, sejenak pikiranku lepas dari beban berat tumpukan kerjaaan. Menuju lorong waktu beberapa tahun yang lalu. Terdengar suara dari Ardina Rasty menyanyikan lagu yang sempat hits...