Tangkai

9.5K 855 15
                                    

Di rumah mewah dimana semuanya serba di layani seorang gadis remaja sedang menyantap sarapannya. Rambut coklatnya terurai, dia begitu cantik sekali.

Seorang perempuan glamour turun dari kamarnya dengan menenteng tas Branded di tangan lentiknya.

“Ouhh My, Bunga! kamu itu perempuan, Tidak boleh makan tak anggun begitu.” Omelnya karena Bunga makan nasi goreng pake tangannya.

“Penting banget, yang penting saya kenyang aja.” Timpalnya datar.

“Terserah deh ya. Antonioo ayo dong udah jam berapa nihh.” Pekiknya memecah rumah mewah besar ini.

Lelaki paruh baya yang masih tampan dengan wajah yang serupa dengan Bunga dari segi warna rambut juga mata.

Menurut akta kelahiran dialah ayahnya yang bernama Antonio Antolin pemilik jajaran mall-mall besar bernamakan An. Logo itu menjadi mahal saat ada di sebuah tas,sepatu dan pernak-pernik kemewahan yang membuat seret rupiah.

Mamanya, Perempuan yang nyinyir perihal penampilan fisiknya dan tak heran dua orang suami istri itu kadang membawa pasangan lain ke kediamannya entah untuk apa.

Bunga hanya jadi penyimak berbagai peristiwa yang terjadi. Mamanya juga dikenal sebagai sosialita negri ini. Luar biasa sekali. Bunga menyunggingkan senyum menyebalkannya saat Ayahnya akan mencium keningnya.

“Jangan sentuh saya.” Ujarnya dingin. Antonio hanya membalas dengan senyuman lalu mengacak rambut putrinya.

Pengasuh dirinya datang membawakan air untuk Bunga mencuci tangan. Setelah itu Bunga pergi tanpa pamit sama sekali kepada orang tuanya.

Mereka itu seperti rekan bisnis bukan sepasang suami istri dimana Bunga sebagai pencitraan hubungan keluarga Harmonis Antolin.

Bunga melangkah melewati jejeran mobil mewahnya, Keluar gerbang rumah mengagumkannya dan berjalan menunggu angkot untuk menuju sekolahnya.

Telinganya di sumpal dengan Headshet Tapi matanya tak pernah berhenti awas mengawasi sekitar. Dia melihat para pengemis, pengamen, memadati jalanan pagi ibu kota. Bunga mengambil atmnya. Atm yang berlogo khusus keluarganya, dia mengambil uang di ATM terdekat. mengambil uang yang begitu banyak.Dia menghampiri para pengemis itu.

“Pulanglah, kalian tak usah merendahkan diri untuk saat ini.” Ujarnya tak bersahabat dan menyimpan uang lembaran seratus ribuan di wadah yang mereka gunakan untuk meminta-minta.

Setelah kepergian Bunga para pengemis itu berebut uang dan cekcok mengenai seharusnya siapa yang mendapatkan jatah uang terbanyak.

Bunga menghela melihatnya dan naik ke angkutan umum untuk menuju ke sekolah. Apa hidup ini hanya melulu perihal uang? Dimanakah itu kebahagiaan? Dimanakah itu penerimaan? Adakah aturan yang menengahi segala sesuatunya ini?
Bunga menatap gerbang sekolahnya.

Dia tak menyukai aturan, Tidak menyukai sistem keharusan sebagai makhluk hidup yang bernama manusia. Dia ingin tidak ada pikiran yang membuat kepalanya berdenyut-denyut sakit.

Dia tidak ingin memiliki hati juga tak ingin memiliki semua indera yang menempel dan merasakan dirinya berjiwa dan pasti ada yang menciptakan dirinya.

Dia masuk dan mendapati semua yang begitu membosankan.

“Kamu bosan?” Tanya seorang lelaki remaja yang selalu mengajaknya bicara yang bernama Muhammad Raiz si Munafik keluarga.

Dia selalu mengenalkan dirinya seperti itu dan Bunga hanya tersenyum kecil menganggapinya.

“Pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban.” Jawab perempuan cantik yang banyak dikagumi kaum lelaki tapi Bunga tak pernah mau mengerti perihal urusan hati. Raiz hanya tertawa pelan dan berlalu tanpa mengajak jauh rekannya kembali berbicara.

BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang