Bunga Kamomil sering digunakan sebagai dekorasi dan juga bahan minuman teh yang erat dengan nuansa tenang. Ternyata pada abad ke-19, bunga ini dijadikan pelambang energi kesatuan.
Memang tidak ada yang lebih baik selain saling menggenggam erat saat masalah kehidupan kian menjelma begitu menakutkan. Mengeratkan kesatuan, mengingat lagi tujuan pernikahan.
Ayyaz memeluk isterinya saat melihat keadaan rumahnya sudah hangus, bahkan gaji honor yang tak seberapa itu pun telah menjadi abu beserta barang berharga lainnya.
Hanya meninggalkan tembok hitam tanpa genting. Motor hasil jerih payahnya selama ini pun, hangus terpanggang menyisakan kerangka yang menghitam.
Ayyaz hanya berdzikir, mengingat kembali kesabaran nabi Ayub saat segala sesuatunya diambil, Harta bahkan isteri karena beliau ditimpakan penyakit yang tak kunjung sembuh.
Ayyaz hanya memeluk isterinya, kiranya dialah yang bisa menopang segala resah, dirinya pun masih manusia, yang kadang hatinya tersentuh kata kenapa saat ujian demi ujian menimpanya.
“Maaf, mas tidak bisa mempertahankan tempat bernaung kita.”
“Kenapa harus minta maaf mas?”
“Aku pun tidak mengerti, hanya hatiku mendadak tersentuh kata keluhan hari ini.”
“Mas, pernah berkisah kepadaku perihal Nabi Ayub, kesabaran beliau, bagaimana semakin taat saat semua yang ada didirinya ditarik dari kehidupannya. Tapi aku tak ingin menjadi isteri yang lari, aku ingin tetap menemanimu di sisi. Bukankah pernikahan itu bukan hanya diisi keindahan saja? Ada duka, luka yang senantiasa mengintainya. Hanya bagaimana kita bisa menjalaninya.”
Ayyaz mengusap kepala isterinya, menatap wajahnya penuh kasih sayang, Beristigfar hatinya saat itu juga. Kiranya maha benar Allah yang menghadirkan pasangan untuk saling menentramkan.
Lalu Omnya yakni Ayahnya Raiz beserta isterinya datang dengan wajah panik saat setelah mendengar kabar dari tetangga keponakannya ini perihal kebakaran.
“Om.” Panggil Ayyaz dan langsung dipeluknya omnya itu.
“Sabar nak, sabar. Bagaimana ini kronologisnya?”
Ayyaz pun hanya menggeleng pelan, karena api tahu-tahu sudah besar, yang terbakar parah hanya rumah Ayyaz. Tetangga sebelah kanan dan kirinya saja sedangkan rumah mereka tidak berdempetan.
Polisi akan besok pagi kemari untuk mengetahui penyebab kebakaran ini.
“Biarkan ini diselesaikan sama yang berwenang, pulang bersama Om. Kalian butuh istirahat. Orang tuamu baru besok pagi dari Bandung kesini.” Ujar Farhan.
Bunga sedari tadi ditenangkan sama tantenya, perempuan yang shalihah, Rahma Mamanya Raiz, yang lembut sekali saat bertutur kata.
“Kalian kuat, Maka ditimpa ujian seperti ini.” Ujar tantenya sambil memeluk Bunga.
Dini hari itu mereka ikut bersama om dan tantenya meninggalkan naungan rumah mereka yang sudah tak berbentuk.
Sesampainya dikediaman orang tua Raiz, mereka dipersilahkan istirahat, tapi mereka tidak melakukan itu memilih menegakan shalat malam sampai tibanya adzan shubuh.
Bunga langsung ke dapur untuk membantu tante Rahma, perempuan bercadar itu sedang sibuk sendiri.
“Bunga, bantu ya Tan.”
“Ngerepotin kamu jadinya.”
“Gak papa kok Tan, malah kami yang ngerepotin om sama tante.”
“Gak pernah repot jika itu untuk kalian, Raiz dan isterinya memilih tinggal di Mesir jadi tante suka kangen mereka. Ada kalian jadi terobati.”
Bunga tersenyum saja, sambil membantu memotong bawang merah untuk nasi goreng. Sedangkan Ayyaz memilih menghampiri omnya yang ada di halaman depan sedang menyiram tanaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga
SpiritualKini bisa dibaca di Kubaca dan IcanNovel (COMPLETED) Bunga yang tidak seperti Bunga di Taman. Membutuhkan pengiring langkah untuk masa depannya.