14. Harapan Terbesar Suamiku

2.3K 125 0
                                    

Filah sedang asyik memotong buah melon, semangka, dan lainnya. Ia ingin membuat es buah. Saat ia sedang tenggelam dalam aktivitas dapurnya, ia merasakan sepasang lengan yang melingkari perutnya dari belakang. Nafas hangatnya menggelitik leher Filah. Rambutnya diikat cepol ke atas sehingga memperlihatkan leher jenjangnya dan kaos t-shirt Mario yang besar serta celana hotpants. Filah menjadi tak fokus dengan kegiatannya dengan Mario yang mengecupi lehernya.

"Sayang, enghh... Aku lagi motong buah. Nanti tangan aku keiris pisau." Filah mendesah kala tangan Mario ikut bergerilya di perutnya dan mengelusnya lembut.

"I need you, baby." bisik Mario menggoda Filah sambil meniup telinganya membuat Filah geli dan merinding.

"Kan malam udah 6 kali. Kita butuh energi lagi. Aku tahu kamu masih capek. Sekarang kamu nurut, duduk manis di sana. Biarin aku nyelesein ini, oke!" Mario melepaskan pelukannya dan menurut. Ia duduk manis di meja makan sambil memperhatikan gerak-gerik istrinya yang sangat seksi dan menggoda di matanya. Tapi ia harus menahannya karena mereka butuh asupan energi pagi ini akibat aktivitas semalam mereka yang begitu melelahkan.

***

"Sayang...."

"Hmm?" Filah hanya bergumam. Ia sangat nyaman dengan pelukan Mario. Kini mereka sedang berpelukan dengan posisi Mario menindih Filah. Keduanya tenggelam dalam irama detak jantung yang terdengar merdu dan membuktikan akan cinta mereka yang nyata.

"Seandainya di rumah ini ada malaikat kecil, pasti akan sangat membahagiakan sekali." Filah langsung bangkit dan duduk. Mario menatap Filah heran melihat raut wajah Filah yang berubah.

"Ri-Rio..., se-sebenarnya ada hal yang tidak kamu ketahui." Mario mengerutkan keningnya.

"Apa?" Filah menarik nafas sejenak dan memberanikan diri menatap mata suaminya.

"Sebenarnya aku selalu minum pil pencegah kehamilan. Aku sudah merencanakannya semenjak awal kita menikah. Maafkan aku baru menceritakannya sekarang." Filah menunduk takut akan reaksi Mario. Mario menatap istrinya terkejut.

"A-apa itu benar?" Filah mengangguk.

"Aku belum siap untuk punya anak karena dulu kan pernikahan kita belum seperti sekarang, dan juga aku masih belajar dan muda. Aku ingin menikmati masa muda aku dengan fokus untuk menyelesaikan pendidikanku. A-apa kamu setuju dengan keputusan aku?" Mario terdiam sejenak.

"Hmm..., aku akan mencoba mengerti. Cita-citamu dan kebahagiaanmu adalah proritas utamaku. Jika memang itu yang kamu inginkan, aku akan selalu siap untuk menunggu. Kita nikmati saja waktu kita berdua untuk saat ini. Aku ingin menikmati masa-masa pacaran ini dulu dan tentunya..., sambil bikin juga, hehe...." Mario tertawa mesum. Filah mencubit perutnya. Sebenarnya Filah merasa bersalah saat melihat wajah berbinar suaminya saat membahas tentang anak. Ia juga sebenarnya ingin memiliki anak, tapi tidak untuk saat ini. Ia berharap Mario akan sabar menunggu.

"Terima kasih sayang. I love u so much and more." Filah memeluk erat Mario. Mario mengecup bibir Filah dan berubah menjadi lumatan-lumatan lembut. Mario membaringkan Filah di atas sofa dan menindihnya kembali. Mereka mulai hanyut dalam percumbuan mesra. Pagi yang indah untuk berkencan di hari libur untuk bergelung mesra bersama kekasih hati.

KRIIIING!!! KRIIIING!!! KRIIING!!!

"Ahh... Rio lepasin dulu! Aku mau ngangkat telepon dulu." Filah berusaha bangkit dan melepaskan Mario yang sedang mencumbui dadanya. Mario cemberut seperti anak kecil yang direbut mainannya. Filah tertawa geli melihatnya.

"Assalamualaikum."

"..."

"Oh, Dio. Ada apa?"

Colorful DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang