Tujuh

2.2K 149 3
                                    

Aku tidak terlalu suka menulis. Tetapi entah kenapa, pertemuan denganmu membuat aku ingin menulisMenuangkan segala hal tentangmu. -  Ilalang

"Aku di mana?"

Suaraku terdengar serak dan amat pelan. Tampak wajah Ilalang begitu khawatir. Ia mengucap syukur dengan penuh perasaan takjub sembari memeriksaku dengan terburu-buru. Rumah Sakit, aku mendapatkan jawaban itu dari rasa infus yang ada di tangan, sebab Ilalang masih sibuk dengan stetoskopnya.

"Syukurlah keadaanmu mulai membaik, aku benar-benar khawatir."

Aku diam. Mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Pagi ini aku kembali bertengkar dengan Ilalang. Terburu-buru menuju lantai dua Klinik. Lalu tidak sengaja terpeleset, badanku terasa berguling dan semuanya berubah gelap.

Ya Allah, bagaimana bisa aku terpeleset di tangga Klinik yang lebar?

"Bahkan sekalipun prasangkaku benar, kita impas, Ilalang. Dan jika memang pernikahan ini harus berakhir, mungkin itu azab Allah karena niat kita yang salah sejak awal."

Kata-kata itu berdengung di telinga. Mengingatkanku akan dosa-dosa yang telah banyak kuperbuat pada Ilalang. Sepertinya setan telah menang dan berhasil mengendalikan amarahku, bahkan berhasil membuat hati ini bersuuzon pada suami sendiri. Astaghfirullah, mungkinkah ini caramu menegurku, Ya Rabb?

Aku beristighfar berulang kali. Memohon ampun pada Allah atas segala hal yang telah kuperbuat. Ku tatap Ilalang yang kali ini sedang memeriksa cairan infus. Lagi-lagi aku beristighfar. Teringat kata-kata Reva personal niat. Apa bertengkaran-pertengkaran di rumah tanggaku terjadi sebab niatku yang salah sejak awal?

Aku tak bisa membohongi hati. Saat itu, ada secuil niat untuk menjadikan pernikahan ini sebagai cara agar aku bisa mengubur jauh perasaanku terhadap Orion.  Ya Allah, ampuni secuil niat yang salah tersebut. Bisakah aku meluruskan niat itu sekarang?

"Ilalang," panggilku pelan. Ilalang menyahut, ia kemudian duduk di bangku yang tepat berada di kanan kasur. Tangan kananku yang tersambung pada infus bergerak, menyentuh tangan Ilalang.

"Maafkan, aku. Sungguh maafkan aku," ucapku serius. Dan aku tidak tahu mengapa air mataku rasanya mendesak-desak. "Maaf karena perkataanku tadi pagi, maaf karena aku bersikap tidak baik, maaf karena aku berprasangka buruk padamu, maaf karena aku belum mampu mencintaimu dan menjadi istri yang baik untukmu. Maafkan aku, Ilalang." Air mataku melesat. Pecah membasahi wajah. Dadaku sesak. Tangis kali ini bukan sekedar air mata, namun juga isakan yang penuh rasa bersalah.

Tangan kanan Ilalang menggenggam tangan kananku dengan erat, tangan kirinya mengusap pelan air mata yang membasahi wajahku. Ia tersenyum lembut, lalu berkata dengan lembut pula, "Aku sudah memaafkan segalanya, Kejora. Dan bagaimanapun, aku mencintaimu karena Allah."

Tangisku kian pecah mendengaar ucapan Ilalang.  Ya Allah, sungguh rasanya begitu banyak nikmat-Mu yang aku dustakan. Ampuni aku. Kali ini, izinkan aku mencintai Ilalang karena-Mu. Izinkan aku membina rumah tangga kami untuk mendapatkan Ridho-Mu. Izinkan aku meraih Jannah-Mu bersamanya. Izinkan aku menjadi bidadarinya di surga-Mu, Ya Rabb. Aku sangat bermohon. Pintaku dalam hati yang tengah terisak penuh rasa bersalah.

Ilalang (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang