Enam

2.5K 140 10
                                    

Untuk seseorang yang dinamakan Kejora, padahal sebenarnya Kejora adalah Planet Venus. Ini kenang-kenangan dari seseorang bernama Orion, rasi bintang yang paling indah. Jangan dibuang. Ini jimat rindu. - Orion

"Bang Ilalang!" pekik seorang gadis di tengah keramaian sambil melambai-lambai ke arah aku dan Ilalang.

Tepat di samping gadis itu, aku melihat Orion, berdiri dengan senyum mengembang, dari jauh saja aku bisa melihat matanya yang menyipit karena tersenyum. Malam ini ia memakai jins dengan kaos polos berwarna putih yang ditutup oleh jaket Levis berwarna navy. Rambut Orion yang dulu kerap berantakan, saat ini tampak rapi. Aku yakin ia memakai gel. Sayang, rambutnya lebih panjang dari biasanya. Ia terlihat nyaris seperti seorang berandalan, bukan seperti seseorang yang sedang menggelar pameran lukisan.

Jangan tanya bagaimana jantungku. Ia sudah berdegup sebelum aku memasuki gedung ini. Dan bahkan, saat ini rasanya tanganku berkeringat.

Terasa tangan Ilalang tiba-tiba menggenggam tanganku erat. Ia mengayun tanganku untuk memandu langkah. Menghela napas sebentar kemudiaan aku mengikuti langkah Ilalang yang mantap menuju Orion. Tak lupa, memasang senyum senatural mungkin.

"Waaaa, rindu sangatlah sama bang Ilalang. Udah lama banget nggak main ke rumah," sapa gadis cantik yang mengenakan pasmina berwarna maron. Aku hanya memandang gadis itu bingung.

Terdengar tawa Orion, "Wei, wajah itu biasa aja kali. Dia Jingga, adik aku, Kejora," ucap Orion masih tertawa.

"Kamu cemburu?" Ilalang melihatku dan ikut tertawa.

"Ha?" Aku benar-benar heran. Aku bahkan tak cemburu sedikit pun. Aku hanya heran saja mengapa gadis di hadapan kami ini berbicara dengan nada manja pada Ilalang.

"Jangan cemburu, Kak. Bang Ilalang orangnya setia kok." Gadis bernama Jingga ini ikut-ikutan memprovokasi.

Belum sempat aku menyanggah tuduhan mereka, terdengar ponsel Ilalang berdering. Lelaki itu langsung berbalik dan mengangkat ponsel. Usai menelepon, lagi-lagi Ilalang menatapku serius. Aku sudah langsung bisa menebak, itu pasti telepon dari Rumah Sakit.

"Ada kecelakan beruntun di Simpang Arengka, semua korban dibawa kerumah sakit kami. Mereka kekurangan jumlah dokter, aku harus segera ke rumah sakit," terang Ilalang terburu-buru.

"Kejora." Ilalang melihat ke arahku, ia seperti meminta persetujuan untuk meninggalkan aku di sini.

"Kau ke Rumah Sakit saja. Biar Jingga yang nanti nganterin Kejora pulang," usul Orion.

"Iya, Bang. Aku siap kok nganterin kakak ipar."

Ilalang melihat ke arahku sekali lagi. Memastikan bahwa aku akan baik-baik saja. Aku mengangguk. Ilalang langsung menghela napas lega kemudian pamit.

Orion dan Jingga mengajakku berkeliling, melihat-lihat lukisan. Baru melihat dua lukisan, Jingga kembali berseru dan melambai-lambai ke arah pintu masuk. Gadis ini benar-benar. Jika tadi aku tak bisa melihat ekspresi orang-orang sekitar karena perhatianku tertuju pada Orion, kali ini aku justru tertunduk sebab begitu Jingga berseru, semua mata pengunjung melihat ke arah kami.

Tunggu, tadi Jingga menghimbau seseorang itu dengan panggilan apa? Bunda?

"Wah sudah ramai saja yang datang ya," komentar wanita paruh baya yang dihimbau bunda oleh Jingga. Wanita itu kemudian melihat ke arahku. "Ini siapa? Tidak mungkin pacar kamu kan, Ri?"

Ilalang (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang