Tujuh belas

1.7K 110 0
                                    

Hanya ada satu pilihan untuk menjawab perasaan yang selalu ia ungkapkan. Diam. Sebab jujur akan menyakitinya. Berbohong pun juga bukan tipeku. Maafkan aku, Ilalang.



"Kamu nonton berita pagi ini nggak?"

Reva jarang menelepon di pukul segini. Tetapi pagi ini ia menelepon. Tepat ketika ponselku menunjukkan pukul 09.58 wib, dua menit menuju sesi terapi selanjutnya.

"Rev, ntar aku telepon balik ya. Ini mau masuk sesi selanjutnya." Salam lengkap mengakhiri percakapan singkat kami, aku segera mematikan ponsel. Masuk ke ruang terapi. Sesi dua pada hari ini adalah jadwal aku menjadi terapis bersama Netta sebagai asisten terapis. Anak yang kami terapi bernama Zahra. Anak cantik yang telah divonis autis sejak setahun lalu.

***

Pukul 11.45 wib di kantin Klinik.

"Kamu ada nonton berita pagi ini nggak, Ra?" Netta bertanya sembari menyuap sesendok nasi dengan lauk ikan tongkol. Aku menatapnya bingung. Sesuap nasi yang hendak masuk ke dalam mulutku terhenti begitu saja. Tangan ini secara natural mengembalikan sendok tersebut ke atas piring sedang mataku beralih menatap kosong meja. Aku teringat pada telepon Reva pagi ini. Pertanyaan mereka sama.

"Kejora!" panggil Amel sedikit berteriak sambil setengah berlari menuju meja kami. Di belakangnya mengekor Tiara yang memanjang-manjangkan bibir, menatap ikan tongkol cabai merah bersama terong ungu di atas wadah makan siangnya. Sejenak aku terlupa pertanyaan Netta sebab tertawa sendiri melihat Tiara. Anak itu memang tidak menyukai ikan tongkol. Apa lagi terong ungu. Tetapi meski begitu ia akan tetap memakannya dengan amat terpaksa.

"Kejora, apa kamu nonton berita pagi ini? Ilalang baik-baik saja, kan? Kamu sudah ada menghubungi dia? Aku sampai memperbesar volume televisi ketika mendengar beritanya." Amel bertanya tanpa jeda. Mataku hanya membelalak menatap mulutnya yang komat-kamit tak berhenti. Ia duduk usai mengajukan banyak sekali pertanyaan. Sedang aku masih berusaha mencerna pertanyaan-pertanyaan Amel.

"Memangnya ada berita apa pagi ini?" Tiara lebih dulu mengajukan pertanyaan yang hendak keluar dari mulutku.

Aku juga tidak menonton berita pagi ini. Aku jarang sekali menyalakan televisi. Dan mengapa mereka semua bertanya tentang berita tersebut padaku? Apa pula hubungannya dengan kabar Ilalang?

"Tentang Israel yang menyerang Rumah Sakit Shafira di Gaza. Maksudku bukan Rumah Sakitnya sih, tapi di dekat Rumah Sakit itu. Mereka melakukan penyerangan di sekitar Rumah Sakit dan melakukan penculikan terhadap beberapa Dokter. Kabarnya, satu di antara dokter yang diculik tersebut berasal dari Indonesia," terang Amel lalu menyesap segelas air mineral.

Mulutku terbuka tanpa suara. Ada perasaan semacam waktu berhenti selama beberapa detik dan jantungku tak berdetak selang waktu berhenti tersebut. Kemudian ia berdegup disertai perasaan yang tidak enak. Ilalang seketika melayang-layang dipikiranku. Ilalang seharusnya pulang hari ini. Tetapi sampai saat ini ia belum memberi kabar apapun.

"Kejora, kamu sudah hubungi Ilalang? Dia baik-baik saja, kan?" Netta kembali bertanya. "Ku dengar, beberapa korban dari penyerangan dan bom tersebut adalah tenaga medis dari Indonesia. Ilalang baik-baik saja, kan?" Sambung Netta mengulang pertanyaannya.

Aku hanya menggelang. Nasi dalam piring tinggal beberapa suap lagi, namun rasanya aku telah kehilangan selera makan. Ingin berhenti makan dan beranjak. Tetapi aku tak bisa. Aku tak terbiasa membuang makanan begitu saja. Sejak kecil, Umi dan Abi sudah meengajariku untuk menghabiskan makanan. Tidak boleh mubazir, kata mereka.

Ilalang (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang