Armor | 02 (H)

212 49 42
                                    

Rambut hitam berantakan, pun kemeja putih seragamnya yang lusuh dan terbuka, ditambah sudut bibir yang robek dan mengeluarkan cairan merah.

Dan aku tak akan pernah lupa bagaimana mata hitam yang menatap nyalang tepat dimanik mataku kala itu.

Jelas kusadari sinyal bahaya disana, terlebih ketika aku dengan lancangnya mengusik 'kegiatan' yang tengah dilakukannya tadi.

Sungguh, bukan bermaksud sok ikut campur. Tapi melihatnya kalap melampiaskan kemarahannya seperti itu membuatku tanpa sadar telah menarik tangan besar yang hendak meninju 'korban' yang sudah babak belur itu.

Kupikir saat itu akulah sasaran keduanya, tak bisa kubayangkan bagaimana jika aku berakhir terkapar disini dengan wajah lebam kebiruan itu.

Dugaanku sepenuhnya salah! Aku masih ingat betul bagaimana cowok itu dengan cepat meraih tanganku dan menarikku pergi darisana tepat sebelum orang lain mengetahui apa yang terjadi. Meninggalkan 'korbannya' yang sudah terkapar sejajar dengan bumi.

"Gue pantang ngelibatin cewek ke urusan gue."

Aku hanya diam kala cowok itu menjelaskan mengapa Ia dengan mudahnya 'melepaskanku' begitu saja saat itu.

Tanpa sadar aku tersenyum, mengingat fakta bahwa ternyata Ia sangat menghargai seorang perempuan.

Bugh!!

Benturan yang lumayan keras itu berhasil menarikku keluar dari dunia fantasi. Kulihat lembaran makalah yang baru saja ku print luntur terkena minuman kaleng yang jatuh menimpanya.

Aku yang kaget refleks menunduk untuk memungutnya.

"Woy! Gue bilang bersihin baju gue!" sarkas seseorang didepanku.

"Ck! Lo budek?? Apa tuli?!" tiba-tiba orang itu mencekal rambut kuncir kudaku dan menariknya.

Aku meringis menahan sakit dikepalaku. Belum sempat aku bereaksi, cekalan itu sudah terlepas bersamaan dengan munculnya sang armor didepanku.

"Lo banci?!" geramnya sambil menyentakkan tangan lelaki yang menarik rambutku tadi.

"Hah?! Gue tanya, lo banci?! Kok beraninya sama cewek??" Ia maju menantang sambil menahan katup kemarahannya.

"Jadi yang bisu sekarang lo?—" Ia berdecih.

"—jangan pernah sebut lo itu cowok kalo berani mukul perempuan. Sampah, banci!" tandasnya tepat didepan muka cowok itu.

Kemudian Ia berbalik, berjalan kearahku lantas merengkuh kedua bahuku pergi dari sana.












Jika dirinya adalah pedang Excalibur, jelas bukan akulah sang Arthur. Karena sang Arthur tak akan berdiri diam bersembunyi dibalik sang Excalibur.

Tidak. Tidak sepertiku.




















●● A r m o r ●●




















hayolohh.. Siapa coba????

[ON HOLD] ARMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang