Armor | 06

147 32 37
                                    

Hari ini aku melihatnya lagi, terlampau kaget begitu kudapati pipi kirinya yang lebam kebiruan, beberapa luka gores, serta pelipis dan sudut bibirnya yang sobek.

Ya Tuhan! Apa dia berkelahi lagi??

Ingin rasanya aku bertanya kenapa, namun tak bisa. Saat ini seolah ada tembok transparan yang membatasi antaraku dan Hyunjin. Sungguh, aku tidak suka.

Jika biasanya Ia akan datang kepadaku ketika terluka, namun nyatanya yang kudapat hanya tatapan datar yang melirik tak minat kearahku.

"Hey!" aku tersentak kaget.

"Ih Jihoon! Ngagetin tau!" sungutku.

"Hehehe.. Kok hobi ngelamun sih sekarang? Mikirin apa?" tanya nya.

"Enggak."

"Kok enggak?"

"Ya enggak."

"Aku nanya apa kamu jawab apa. Gimana sih?" Aku tersenyum melihat raut wajahnya saat ini.

"Lucu deh kamu Hoon, kalo lagi kaya gitu." kukatakan jujur padanya karena sungguh ekspresinya benar-benar lucu.

Aku kaget begitu melihat pipinya tiba-tiba berubah menjadi kemerahan.

"Jihoon! Kamu sakit?! Kok merah itu pipinya??" pekikku sambil menepuk pipinya, kok nggak panas?

"Ih apasih pegang-pegang, bukan mukhrim juga!" sungutnya.

"O-ooh.. Maaf tadi refleks."

"Ekhem....Iya gak papa. Mau pulang kapan? Gue anter—"

"Beb! Aku barusan liat ya!" kebiasaan! Selalu memotong pembicaraan orang.

"Mau apa lo kesini?" cecar Jihoon.

"Bukan urusan lo! Ayo pulang sekarang, ntar keburu maghrib." dan tanpa aba-aba Lucas dengan cepat menarik tanganku pergi dari sana.

"Eh—eehh.. Lucas! Aduh ihh.. Jihoon aku duluan yaa.."

Kulihat Jihoon membalas dengan lambaian tangannya. Aku tak sempat berkata apapun lagi karena Lucas terus menarik tanganku. Ough! Dasar bule!

***

"Ini....bener kan jalannya?" Lucas mengamati sekeliling.

Padahal aku sudah melarangnya ikut denganku, namun bukan Lucas namanya jika tidak mengelak. Selalu ada alasan untuk menolak.

"Gilak! Jam segini kok udah sepi banget sih ini??"

"Udah biasa sih kaya gini." jawabku.

"Pindah kos-kosan gak bisa ya? Lo cewek lho beb, lingkungannya kurang aman tau gak?" Ia menatapku penuh arti.

"Enak tau, gak berisik. Lagian nyari kos-kosan yang sreg itu susah Luke."

"Ini sih bukannya gak berisik, tapi sepi pake banget!" aku hanya tertawa menanggapinya.

"Trus lo tiap hari lewat sini?" aku mengangguk.

"Sendiri?!" aku mengangguk lagi.

"Nggak takut diculik??"

"Nggak. Lagian gak ada yang pengen nyulik aku kali."

"Ketawa aja ketawa.. Dipikir gue bercanda??" ekspresinya seketika berubah serius, kontan membuatku berhenti tertawa.

"Udah sampek. Gih masuk!" Astaga! Aku bahkan sampai lupa.

"Kamu jalan dulu aja deh, aku tunggu sini. Ntar kalo lupa jal—"

"Masuk. Sekarang. Gue liatin dari sini." ujarnya final.

Kutatap sejenak lelaki itu, bagaimana wajah sempurnanya yang selalu tersenyum padaku, mata indahnya, dan kesan bule yang melekat ditubuh tegapnya. Aku tersenyum padanya.

"Aku masuk." Ia mengangguk.

Bisa kudengar langkah kakinya menjauh ketika aku menutup pintu. Sekali lagi aku tersenyum, teramat bersyukur karena Tuhan telah mengirim lelaki itu padaku.

***

Aku sedang menggambar sketsa tangan ketika layar ponselku kembali menyala, satu pesan kembali masuk. Aku mengabaikannya, jika bukan grup sekolah pasti grup kelas yang sudah pasti membahas gosip tidak penting.

Namun entah kenapa tanganku tiba-tiba meraih benda persegi itu. Aku mendelik, hatiku mencelos! Kaget bukan main ketika mataku menangkap pesan itu.

Satu pesan singkat dari Hyunjin yang terselip diantara pesan yang lain!

Hyunjin
Gue ditaman deket kosan lo.
Bisa keluar bentar?
07.16 PM

Dengan cepat aku beranjak keluar kamar dan melesat pergi ke tempat Hyunjin.

Aku ragu ketika melihat sosok ber-hoodie hitam yang tengah menunduk itu. Apa itu Hyunjin? Karena penasaran, kudatangi lelaki itu.

"Emm.. Maaf, permisi." ujarku pelan.

Sosok ber-hoodie itu lantas mendongak, aku tak mengenalinya. Lelaki itu menggunakan masker senada dan rambut hitamnya berantakan. Namun begitu aku melihat matanya..

"HYUNJIN??"

Apa aku benar? Dan lelaki yang kutahu Hyunjin itu melepas masker hitamnya dan menurunkan hoodienya.

Lantas pemandangan selanjutnya yang menyambutku adalah, Hyunjin yang menatapku sendu dengan wajah babak belur! Astaga! Bahkan ini lebih mengerikan dari tadi pagi.

"I—ini...kenapa...bisa..."

Hyunjin menggenggam tanganku yang terangkat hendak meraih wajahnya lantas menurunkannya. Masih menatap sendu kearahku.

Dan tanpa aba-aba Hyunjin tiba-tiba melengkungkan punggungnya dan menyandarkan kepalanya dipundak kananku. Aku mematung karena kaget.

"Gue capek." ujarnya parau. Suaranya teramat lirih, seolah menyimpan begitu banyak beban disana.

"Gue...gue takut, Ris." Oh Ya Tuhan! Apa ini??? Aku sungguh tidak mengerti.

Aku masih berdiri mematung ketika Hyunjin tiba-tiba merapatkan tubuhnya kearahku, menyelubungi tubuh kaku ini dengan dekapannya. Wajahnya masih setia mengisi ceruk leher dan pundak kananku.

Bukan sebuah dekapan hangat, melainkan pelukan hampa yang terasa nyaman, seolah ingin membagi rasa sakit yang dirasakannya. Dan aku akan dengan senang hati menerimanya.

Bahkan tanpa aku tau apa yang sebenarnya sedang terjadi pun aku sudah bisa merasakan sakit yang dirasakan armor ku ini.

Kudengar Hyunjin terisak sekali dibahuku sebelum kemudian lelaki itu menguraikan dekapannya.

"Can I ask you one thing?" tanyanya lembut. Aku mengangguk.

"Whatever will happen, can you still believe in me?"
























●● A r m o r ●●

























[]

Semoga suka♡

[ON HOLD] ARMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang