Chapter 14 - Her Ex

40 8 3
                                    


"Hai Irene. Lama ga ketemu" ucap orang tersebut.

Hm? Teman lama Irene? Mau apa malam-malam kemari? Dan lagi suaranya seperti laki-laki. Siapa dia?

Orang itupun melangkah ke depan. Berjalan ke tempat yang diterangi lampu jalan. Dan benar seperti yang ku duga, dia seorang pria. Tapi siapa?

"Mau apa kamu ke sini?" kata Irene pada pria tersebut.

"Cuma mampir aja mau ketemu kamu, ga boleh?" jawab pria tersebut.

"Ga inget kesepakatannya apa? Udah deh ga usah ganggu" kata Irene dengan nada kesal.

"Rene dia siapa?" tanyaku dengan berbisik di telinga Irene.

"Orang ga penting" jawabnya masih dengan nada kesal.

"Udah kamu pulang sana aku cape mau istirahat" tambah Irene pada pria itu.

"Rene mending kamu masuk deh ya daripada emosi gini mending masuk biar sedikit tenang" kataku sambil memegang pundaknya.

"Woy apa-apaan lo berani megang pacar orang!" kata pria itu padaku.

"Apaan sih kamu!!!" kata Irene pada pria itu dengan nada kesal namun masih ditahan.

"Udah udah Rene kamu diem aja ya biar aku yang jelasin" kataku pada Irene untuk menenangkannya.

"Jadi gini, sebenernya anda ini siapa? Terus kenapa larang saya pegang pundak dia?" tanyaku pada pria itu.

"Gua pacar dia dan lo siapa berani pegang pegang pacar gua!" jawabnya.

Oh aku mulai paham tentang identitasnya saat ini. Dugaanku mengatakan kalau dia adalah mantannya Irene yang baru putus dengan Irene. Dan dia tidak terima diajak putus oleh Irene. Hm hm hm sepertinya harus ku jelaskan kenyataannya.

"Hm hm gini deh, setau saya Irene itu single ya karna dia sendiri yang bilang begitu. Jadi ya saya gapapa dong kalo megang pundak dia doang kan anda bukan siapa-siapanya Irene. Mungkin anda kira masih jadi pacar Irene tapi sebenernya udah jadi mantan loh" jelasku dengan nada santai.

"Apa loh kalo gatau apa-apa mending diem aja ga usah banyak bacot!! Lagian lo siapa hah berani bilang kaya gitu?! Tau apa lo?!" jawabnya dengan nada sedikit tinggi menurutku.

Irene terlihat ingin maju untuk menghajarnya. Atau mungkin lebih tepatnya menamparnya. Namun ku tahan agar semua bisa selesai dengan cara baik-baik tanpa ribut sedikitpun.

"Gini ya mungkin anda pernah pacaran sama Irene di kota sebelumnya tapi pas dia pindah ke sini apa dia masih nganggap anda pacar? Setau saya sih udah engga. Dan anda tanya saya siapa? Saya temennya Irene di sini dan saya udah lumayan tau semua hal tentang Irene sebelum dia pindah ke sini" jawabku masih dengan nada santai.

"Heh banyak bacot lo!!!" katanya lalu maju dan memukul wajahku.

Aku sama sekali tidak memiliki kesiapan untuk menangkis pukulannya, jadi pukulannya itu sangat tepat mengenai pipi kananku. Belum puas memukul wajahku, diapun menendang perutku hingga aku tersungkur sambil memegangi perutku yang ditendangnya. Pukulan dan tendangan itu terasa sakit sekali.

"HEH KAMU APA APAAN SIH HAH?!" bentak Irene pada pria itu karena melihatku tersungkur setelah dipukul olehnya.

Entah keajaiban atau kebetulan, setelah aku tersungkur ada seseorang yang datang dan sepertinya itu adalah polisi yang berpatroli di sekitar sini dan melihat ada keributan.

"Hei ada apa ini?!" tanya polisi tersebut sambil berlari karena jaraknya yang masih belum begitu dekat.

Mendengar polisi berteriak, pria yang mengaku pacar Irenepun kabur dan menghilang. Irene menjelaskan kejadian yang baru saja terjadi kepada polisi itu lalu polisi itu mengejar pria yang memukulku. Akupun berusaha berdiri dengan sekuat tenaga namun perutku masih terasa sakit jadi aku kembali tersungkur.

"MINHO! Kamu gapapa? Sini aku bantu" kata Irene sambil membantuku untuk berdiri.

"Minho mampir dulu ya biar aku obatin dulu lukanya itu idung kamu berdarah terus pipi kamu juga lebam" tambahnya dengan nada khawatir.

"Ah iya berdarah ya hehe tapi ga usah deh Rene nanti aku obatin di rumah aja. Ga enak kalo mampir kan ini udah malem juga" kataku.

"Tapi ini kamu berdarah harus cepet diobatin, kelamaan kalo kamu obatin di rumah. Udah ayo masuk dulu aku maksa" kata Irene sambil berjalan dan menuntunku masuk ke dalam rumahnya.

"Ya udah deh mau gimana lagi udah dibawa gini ya kepaksa harus masuk deh ehehe aw" kataku sedikit bercanda dan menahan rasa sakit di pipi kananku.

Akupun masuk ke rumah Irene, dan tentu bersama dengannya. Tidak mungkin aku masuk sendiri tanpa ditemani tuan rumah. Dia membuka pintu dan menyuruhku untuk duduk di kursi tamu. Akupun menurutinya, duduk di kursi, lalu dia pergi ke dalam mencari obat.

"Rene? Udah pulang? Habis ngapain sih kok pulangnya telat?"

Terdengar suara wanita memanggil nama Irene. Eommanya kah? Ah sudahlah aku terlalu sibuk menahan rasa sakit di pipi dan perutku. Sebenarnya pukulan dan tendangannya sama seperti anak seumuranku namun karena aku tidak siap untuk menangkis jadi itu terasa sangat sakit.

"Iya eomma" jawab Irene lalu berlari ke arahku dengan membawa kotak obat.

Saat Irene sedang membuka kotak obat dan menyiapkan obat untukku, seorang wanita datang dan bisa ku tebak dia adalah eommanya Irene. Diapun terlihat kaget dengan kehadiranku yang mendadak. Ditambah lagi aku datang dengan keadaan terluka, jelas dia pasti kaget.

"Loh Rene? Siapa ini? Temenmu ya? Kenapa dia?" tanyanya.

"Tadi Suho dateng ke sini"


-To Be Continued-


Wadudu ternyata oh ternyata mantannya itu... XD

Btw saya sudah siap dibash:( haha

Sejujurnya saya bingung lanjutan ceritanya gimana jadi ya dibuat begitu deh:(

Oh iya tak lupa saya ucapkan permohonan maaf kalo ff ini ga ada perubahan alias masih jelek:(

Dan juga makasih banget buat yg mau baca dari awal sampe akhir^^ ku usahakan yg terbaik sampe tamat^^

Mohon bantuannya buat share dan vote juga ya kalo bisa^^

Sekali lagi makasih^^


-jys_fernanda-

Letter for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang