Part 12. Who?

495 19 10
                                    



"siapapun yang dekat dengan kami tentu saja akan menjadi sasaran"

Aku masih terus memikirkan kalimat itu sampai sekarang, aku sadar akan resikonya tapi aku tak tau akan datang secepat ini. sudah tak terhitung berapa kali aku menghembuskan nafasku hari ini.

"sesuatu terjadi?" aku mendongak kearahnya sesaat hasung entah datang dari mana sudah duduk disampingku. Aku terdiam sebentar sebelum memutuskan mengatakan sesuatu.

"tidak" jawabku akhirnya, dia mengangguk ringan lalu merapat ke punggung sofa mencari posisi senyaman mungkin. dimana aku terus menatapnya, tak bisa untuk sekedar mengalihkan tatapanku, sorot mataku fokus pada sebuah kain kasa yang melingkar dipergelangan tangannya.

"itu kenapa?" dia hanya menoleh sebentar padaku sebelum tersenyum tipis.

"aku salah memperhitungkan serangan, jadi beginilah" paparnya santai. ini perasaanku saja atau sejak tadi aku merasa sangat nyaman duduk dalam keadaan yang seperti ini.

"apa parah?"

"tidak, hanya luka kecil" aku mengangguk, membiarkan dia mengistirahatkan tubuhnya.

Mungkin keadaannya sudah lebih baik sekarang, semua sudah diobati dan keadaan rumah besar ini sudah berjalan seperti biasa, hasung sendiri sudah berganti baju dengan kaos abu-abu juga ripped jeans biru pudar, tampak santai dan kasual.

Hening sesaat diantara kami, suasana dirumah ini juga jadi sedikit sepi entah mereka semua kemana.

"setelah kupikir-pikir luka ini merupakan salahmu" keningku berkerut menatapnya.

"bagaimana bisa salahku?"

"kalau kau tak melukai kakiku sampai pincang, mungkin aku tak akan terluka" jelasnya sambil menyipit, membuatku memutar bola mataku jengah.

Sialan

"lalu kau mau apa? Kau ingin membalasnya dengan memukulku?" desisiku menatapnya tajam, untuk beberapa saat dia terkikih hingga menatapku dengan wajah mencela.

"jadi kau sukanya seperti itu" dia tersenyum miring, menatapku dengan aura dominannya.

"apa?" kagetku, ayolah aku tadi Cuma bercanda. Untuk beberapa detik pertama aku masih terdiam sebelum dia kembali terkekeh.

"jangan khawatir aku tidak akan melakukannya, tapi kau harus membayarnya" belum sempat aku menghembuskan nafas lega sekarang nafas tertahan dengan kata 'membayar' yang ia bilang, sudah kuduga ini tak akan berakhir mudah.

"apa yang kau inginkan?" terserahlah dia mau minta apapun, jika kupikirkan lagi ini memang salahku.

Aku sempat memikirkan beberapa kemungkinan yang dia minta, seperti hal aneh-aneh yang memalukan, sampai hal yang tidak-tidak atau mungkin iya-iya.

"malam ini kakak sepupu tertuaku menikah, aku ingin kau menemaniku kesana" tuturnya serius. Hingga tiga detik pertama semua dikepalaku terasa blank, menatapnya tak percaya.

"apa?!!" lontarku yang sebenarnya memakan proses yang cukup lama, refleks aku berdiri dengan kening mengkerut. dia mendengus, sebelum menarik tanganku, mendudukanku kembali disampingnya. kali ini sangat dekat denganya, aku bahkan bisa merasakan nafas hangatnya di kulitku.

Damn it, dia memang profesional.

"maksudku, bukankah ini terlalu mendadak untuk pertemuan orang tua" kilahku sambil menatapnya, mencoba meyakinkannya. Menanggapiku dia mengangguk-ngangguk ringan, menyilangkan kedua tangannya didepan dadanya dan menatapku remeh.

BECAUSE I'M BAD GIRLWhere stories live. Discover now