7

2.5K 140 0
                                    

Mikayla merasa dirinya membeku, saat Aditya dengan tenangnya berada tepat disampingnya. Pemuda itu dari tadi menanyakan bagaimana keadaannya.

Mikayla mulai memperlihatkan sifat dinginnya, sama seperti biasa. "Pergi.", usir Mikayla dengan nada dingin.

"Tidak, bukannya saya yang harus pergi, tapi sifat dingin kamulah yang seharusnya kamu singkirkan.", tolak Aditya tegas.

Brak!!!

Mikayla memukul meja dengan keras. Aditya dibuat kaget karenanya. Beberapa teman sekelas yang melihat kejadian itu memasang tampang ketakutan.

Mikayla berdiri, lalu mendorong kursi roda Aditya menuju bangkunya Arman. "Gue nggak ada waktu buat bercengkrama dengan cowok cacat kurang ajar kayak lo!"

Mikayla melengos, meninggalkan Aditya yang nampak berpikir keras dengan segala sikap Mikayla itu, sikap dingin yang menyimpan banyak keanehan dan juga kejanggalan di dalamnya.

Mikayla melangkah cepat keluar dari kelas, kedua tangannya terkepal kuat. Raut dingin diwajahnya tak berubah sama sekali.

Byur!

Langkah Mikayla terhenti, tepat di depan kelasnya. Segelas jus jeruk baru saja tumpah di seragam sekolahnya.

Mata Mikayla menajam melihat siapa pelaku yang telah berani menumpahkan jus jeruk ke seragamnya.

Amel, yang merupakan adik kelas itu menunduk takut. Gadis dengan rambut yang dikepang dua itu tak berani menatap mata Mikayla. Badannya seketika lemas, tak bertenaga.

Niat mau kabur, lenyap begitu saja. Dan ingin berbicara agar bisa meminta maaf, seolah menguap begitu saja. Pokoknya, serba salahlah pokoknya.

"K, kak!", panggil Amel pelan dan juga terbata.

Mikayla tetap betah di posisi awalnya. Diam dan menatap adik kelasnya itu dingin.

"M, maaf. Aku nggak sengaja tumpahin minumannya. "

Dengan cepat, Amel merogoh sapu tangan dari saku roknya. Ia berniat membersihkan noda di seragam sekolah Mikayla.

"Kak, maaf yah! Amel bantu bersihin.", ujar Amel pelan. Amel mengarahkan sapu tangannya ke arah seragam Mikayla yang kotor. Mikayla sendiri hanya diam dan menatap datar adik kelasnya itu.

Kejadian itu menjadi objek tontonan siswa yang sedang berlalu lalang. Tak ayal, itu membuat Amel takut dan juga tegang.

Amel berusaha tak peduli dengan tatapan maupun ocehan yang terlontar dari siswa. Ketika sapu tangannya sudah mulai menyentuh seragam Mikayla yang kotor itu, teman se-genk Mikayla tiba dan memberi tatapan membunuh pada Amel.

Dengan segera, Amel menjauhkan tangannya dari seragam Mikayla.

"Apa-apaan, nih?", tanya Leni lalu berdiri di samping Mikayla.

Mata Nela membulat sempurna ketika melihat seragam Mikayla kotor, diakibatkan noda jus jeruk yang ada disana. "Heh!", Nela mendorong pundak Amel, kesal yang sempat membuat Amel sedikit terdorong ke belakang. "Mata lo itu lo taro di dengkul, apa? Pake acara nabrak teman gue! Lo nggak liat bajunya sampai kotor!", amuk Nela.

"Aku nggak sengaja, kak. Aku udah minta maaf. Dan, aku bakalan bantu Kak Mikayla buat bersihin bajunya.", ujar Amel berusaha membela diri.

"Alah, nggak usah! Lebih baik lo langsung diberi pelajaran aja.", Kini, Vicka menyeret paksa Amel, diikuti oleh Leni dan juga Nela yang tengah tersenyum puas.

Mikayla masih betah di depan pintu. Menatap kepergian Amel yang saat ini sedang diseret paksa oleh teman-temannya. Amel terus saja memohon agar ia tak diberi pelajaran. Tapi, malangnya keinginan itu tak bisa terkabul. Rasa kasihan dari ketiga gadis yang menyeretnya nampaknya sudah diblokir.

"Kenapa kamu nggak bisa menghentikan teman-teman kamu itu?"

Mikayla terlonjak kaget di posisinya. Entah sejak kapan Aditya, pria yang sangat senang mengusik dan menceramahinya itu sudah berada di sampingnya. Wajah Mikayla yang semula dingin berubah kaget.

"Apaan sih, lo? ", tanya Mikayla kesal.

"Harusnya saya yang nanya, kamu ini lagi ngapain? Kamu lihat teman-teman kamu nyeret paksa adik kelas itu, tapi kamu hanya diam saja disini. Apa kamu nggak kasihan?", ucap Aditya cemas.

Mikayla tak mau menanggapi Aditya. Ia berusaha mengacuhkan kehadiran Aditya. Biarlah Aditya mengoceh semauanya, tak ada untungnya juga jika ia mendengarkannya.

Mikayla sekarang tengah sibuk dengan seragamnya yang ketumpahan jus jeruk.

Kepala Aditya bergeleng pelan. Baru kali ini dia bertemu perempuan sedingin es, dan perasaannya sekeras batu.

"Reaksi teman kamu berlebihan, nggak ada niat nolongin adik kelas itu?", tanya Aditya lagi, tak habis pikir dengan sikap Mikayla.

Pertanyaan Aditya belum ia jawab, dan Mikayla memutuskan untuk segera menyingkir dari hadapan Aditya. Aditya yang berada di depan kelas menghembuskan napas kasar.

"Dit, kamu kenapa?", Arman yang baru saja kembali dari kantin lalu menghampiri Aditya di depan kelas.

"Nggak papa, Man! Man, saya mau minta tolong, kamu kenal kan sama Amel?"

Arman mengangguk. "Iya, kenal. Adik kelas yang kepang dua itu, kan?", tanya Aditya memastikan.

"Saya nggak tau pasti gimana model rambutnya, yang jelas namanya Amel. Sekarang, tolong kamu susulin dia, karena teman-teman Mikayla tadi nyeret dia, dan saya nggak tau sekarang posisinya dimana. Jadi, kamu mau tolongin saya?", ujar Aditya.

Sekali lagi, Arman mengangguk. Cowok dengan tampilan necis itu segera mencari keberadaan Amel.

"Mikayla dan teman-temannya udah kelewatan! Nggak boleh dibiarin, nih!", gerutu Arman kesal.

***

"Kak, ampun kak!", pinta Amel, si adik kelas yang kini jadi bulan-bulanan Leni, Nela, dan Vicka.

Tanpa ampun, Vicka mengguyur Amel dengan air dari bak. Sementara itu, Nela asyik merekam kejadian tak pantas itu, dan Leni tengah berjaga di depan pintu toilet cewek.

"Udah puas, belum? ", tanya Leni dengan serigainya.

"Belum. Anak ini harus dikasih pelajaran!", Vicka kembali mengguyur Amel yang wajahnya sudah mulai memucat.

"Terus Vicka, terus! Jangan kasih ampun!", teriak Nela antusias.

Mereka bertiga tertawa tanpa rasa kasihan sedikitpun. Hingga suara berat menghentikan aktivitas mereka itu. "Berhenti!"

Arman sudah berdiri tepat dihadapan ketiga gadis itu. Ada kilat amarah di matanya.

Leni tersenyum miring. "Aduh, ada Arman!"

Tanpa banyak bicara, Arman berjalan masuk ke dalam toilet cewek itu, dan Leni menghalanginya. "Mau kemana, lo?", Leni menahan pergelangan tangan Arman. Arman menghempaskan tangan Leni. Arman yang melihat kondisi Amel langsung menggendong adik kelasnya itu. Arman pun membawa Amel menjauh dari toilet.

"Ah, sial!", teriak Vicka kesal lalu membanting gayung itu ke lantai toilet.

Ketiga gadis itu menatap dendam punggung Arman yang perlahan mulai menghilang ditelan jarak.


Mikayla dan AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang