46

1.3K 97 0
                                    

Hari ini sudah tiba, hari dimana Mikayla akan tinggal di kontrakan yang baru. Rencananya, ia dan mbok Wina akan pindah ke kontrakan malam ini.

"Kak Mika!"

Amel, gadis dengan ciri khas rambut dikepang dua itu menampilkan senyum pada Mikayla yang duduk sendiri didepan perpustakaan.

"Kakak kenapa? Kakak sakit?", tanya Amel langsung meletakkan punggung tangannya tepat dikening Mikayla, memastikan suhu tubuh Mikayla berada pada kisaran normal. Meskipun ia tahu, tangannya bukan termometer yang bisa mengukur suhu tubuh secara lebih akurat.

"Kakak nggak demam!", ujar Amel menjauhkan punggung tangannya dari kening Mikayla.

Mikayla mendengus. "Yang bilang gue demam siapa?"

"Hehehe, kirain kakak demam. Soalnya muka kakak suram banget kelihatannya, kayak orang yang sedih."

Memang, Mikayla sangat sedih sekarang. Kesannya ia mengingkari ucapannya pada Aditya. Ia ingat betul, ia pernah mengatakan ia akan pergi dari rumah jila Aditya sudah bisa berjalan. Tapi, mau bagaimanapun keselamatan Aditya sudah menjadi prioritas utamanya sekarang.

"Kakak bisa cerita kok kalo kakak lagi sedih. Amel dengerin!"

Mikayla memandangi Amel dengan pandangan teduh. Rasa syukurnya ia lantunkan dari dalam hati. Ia bersyukur mendapatkan dua teman baik, Aditya dan Amel. Ia juga bersyukur, dijauhkan dari ketiga gadis yang dulu menjadi temannya. Pura-pura iya, tulus tentu saja tidak.

"Gue nggak sedih kok, Mel!"

Mata Amel memicing curiga. "Kak Mika bohong. Aku tau banget kalo kakak lagi sedih. Aku ini teman kakak, lho!"

"Iya, gue lagi sedih.", aku Mikayla tanpa mengalihkan pandangannya.

"Kenapa?", rasa ingin tahu Amel makin meningkat.

"Ya, sedih aja."

Wajah Amel cemberut. "Apa itu doang alasannya? Nggak ada alasan yang panjangan dikit, gitu?"

Mikayla bangkit dari duduknya. "Dasar kepo!". Mikayla lalu melangkahkan kaki menjauhi area depan perpustakaan.

"Kak Mika, tungguin Amel!!"

***

"Mbok, sudah selesai kemas barangnya?"

"Iya."

Mikayla menatap jam dinding yang ada di kamarnya. Ia ingin waktu bisa melambat, tapi ini semua harus dilakukannya dengan segera.

Sekarang sudah pukul 19.00 malam. Alasan Mikayla sederhana, memilih malam hari sebagai waktu yang tepat pindah ke kontrakan. Dengan malam yang pekat, apapun ekspresi yang Mikayla tunjukkan tak akan ada orang lain yang sadar. Konyol memang, tapi itulah pemikirannya.

Baik ia berjalan kaki, ataupun naik diatas angkot, orang tak akan peduli dengan raut wajahnya, sekalipun ia menangis.

Mikayla dan mbok Wina melangkah keluar kamar. Sesekali Mikayla menatap pintu kamar Aditya yang terkunci. Mungkin Aditya sedang sibuk belajar.

Setibanya di lantai bawah, Marissa, mbak Marni, pak Lukito, serta Gilang sudah menunggu kedatangan mereka.

Mikayla meletakkan tas yang ukurannya cukup besar di lantai. Kini ia berjalan ke arah Marissa. Ia genggam kedua tangan Marissa.

"Saya sama mbok Wina mau mengucapkan banyak terima kasih, untuk semua orang yang ada di rumah ini. Kalian begitu baik pada kami. Kami yang awalnya hanya menjalani hidup berdua, merasa begitu lengkap saat bertemu kalian. Kalian seperti keluarga bagi kami. Dan, sampai kapanpun kalian tidak akan kami lupakan." Satu persatu mereka saling berpelukan.

Mikayla dan AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang