83

1.2K 64 0
                                    


Mikayla duduk sendiri didalam kamarnya. Perlakuan Aditya padanya membuatnya jadi kesal sendiri. Mengapa cowok itu melakukan tindakan yang tak seharusnya?

Berkali-kali Mikayla menyingkirkan kejadian tadi dari dalam kepalanya. Bagai kaset rusak kejadian itu membayanginya terus menerus.

Hingga ketukan pintu kamarnya membuat Mikayla sedikit terperanjat.

Dengan setengah berlari Mikayla mendekat ke arah pintu, perlahan membukanya dan sosok mbok Wina muncul dibaliknya.

"Iya, mbok?"

Rasanya tubuh Mikayla dibuat membeku,  selain mbok Wina kedua orang yang sukses membuat perasaannya jungkir balik sejak kemarin berdiri dihadapannya.

Brenda dan Roni, yang mengaku sebagai orang tua kandungnya. Bukan sekedar mengakui, karena itu adalah sebuah fakta yang tak bisa dielakkan.

"Ada apa?", tanya Mikayla dengan raut wajah datar, tak menunjukkan ekspresi apapun.

"Nak, dengarkan dulu penjelasan kami.", kata Roni menatap Mikayla lekat.

Mikayla menghela napas berat. "Ya, saya akan dengarkan."

Roni dan Brenda menampakkan senyum mereka. Senang Mikayla mau mendengar penjelasan mereka.

Mereka sudah duduk saling berhadapan di ruang tamu.

Brenda menghembuskan napas panjang. "16 tahun yang lalu, mama dan papa melakukan sebuah kesalahan, yang seharusnya tidak kami lakukan. Kami, saat itu masih remaja, pikiran kami masih labil. Kami tidak tau apa perbuatan kami benar atau salah. Pemikiran kami hanya didasari nafsu saat itu. Hingga pada akhirnya, mama hamil, dan saat itu mama mengandung kamu. Dan kamu tau apa yang terjadi?"

Brenda menjeda kalimatnya. Agak berat membuka kembali masa lalu kelamnya. Tapi, agar anaknya mau memaafkannya, ia memilih mengabaikan rasa sesaknya. Ia sudah ingin memeluk gadis yang masih diam menyimak penjelasannya ini.

"Orang tua mama bahkan mengusir mama dari rumah. Tapi, untung ada bi Wina, yang selalu mendampingi mama. Bi Wina bahkan mendampingi mama untuk meminta pertanggungjawaban dari papa kamu."

Brenda melirik Roni sejenak, lalu ia melanjutkan lagi. "Mama pikir saat melihat respon papamu, dia tak mau bertanggung jawab. Tapi, mama salah. Papamu mau bertanggung jawab. Sayangnya, kakek kamu, ayah dari papamu sejak awal tak pernah menyetujui hubungan kami. Mama adalah anak dari rival bisnisnya."

"Situasi itulah yang membuat papamu pusing, hingga ia melontarkan kalimat yang sejujurnya menyakiti mama. Dia mengatakan, janin dalam kandungan mama adalah anak pria lain. Kakek kamu marah saat itu, sebab yang beliau pikirkan bahwa anaknya harus mengawini seorang wanita jalang. Tidur dengan lelaki lain tapi meminta pertanggungjawaban pada pria yang berbeda. Papamu ditentang habis-habisan, tapi dia tetap mempertahankan mama, tak lama kemudian kamu lahir."

"Setelah melahirkan kamu, mama menitipkan kamu pada bi Wina, karena mama percaya beliau bisa merawat kamu. Usai menitipkan kamu, kami berangkat ke luar negeri, dan ingin membuka lembar kehidupan yang baru."

Air mata Brenda menetes begitu banyak. "Nyatanya rencana untuk membuka lembar hidup yang baru tak pernah mulus, seperti pemikiran mama. Mama dibayang-bayangi rasa bersalah, sebab meninggalkan anak mama yang masih merah. Dan penyesalan itu berlanjut sampai saat ini. Terlebih lagi, saat mama dan papa tau jika kakek kamu meneror kamu, menyakiti kamu sedemikian banyaknya."

Mikayla dan AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang