47

1.3K 105 0
                                    

Aditya tak percaya dengan semua ucapan yang baru saja ia dengar. Mikayla sudah pindah ke kontrakan yang baru, dan ia baru mengetahuinya sekarang.

Ia kembali dilanda kecewa. Mikayla sendiri pernah mengatakan bahwa ia akan pindah ke kontrakan apabila kondisi kaki Aditya sudah membaik, bila perlu ia akan dampingi Aditya sampai Aditya bisa berjalan dengan normal.

Tangan Aditya mencengkeram kuat kursi rodanya, perasaan aneh berkecamuk saat ini, lebih tepatnya rasa kehilangan.

Tanpa memikirkan banyak hal, Aditya menggerakkan kursi rodanya menuju ke gerbang. Sontak saja Marissa dibuat kaget oleh tindakan Aditya. Wanita berumur 40 tahun itu segera mengejar anak lelakinya.

"Adit!", ucap Marissa yang berhasil menghentikan laju kursi roda Aditya.

"Ma, Adit mau minta penjelasan ke Mika! Kenapa Adit orang terakhir yang tau soal ini? Padahal dia pernah bilang, dia bakalan pergi setelah Adit pulih. Tapi, kenapa sekarang malah jadi gini?"

Aditya kembali memacu laju kursi rodanya, tanpa memerdulikan suara teriakan Marissa dibelakangnya. Pikiran Aditya terasa kacau.

"Gilang, kejar Adit, nak! Ibu mohon!", ujar Marissa pada Gilang.

"Iya, bu!"

Gilang segera menyusul Aditya yang sudah berada jauh didepan. Marissa dan yang lainnya tak tinggal diam, mereka mengikuti Aditya dan Gilang dari belakang, dengan raut wajah yang begitu khawatir.

Aditya sudah meninggalkan keluarganya jauh dibelakang, sambil terus menatap area jalan disekitarnya. Berusaha mencari Mikayla dan mbok Wina dimalam hari seperti ini sedikit sulit. Ditambah lagi lampu jalan yang sedikit remang mempersulit Aditya dalam mencari mereka.

Iya, memang benar Aditya sudah menerima keputusan Mikayla, saat ia memutuskan tinggal di tempat tinggal yang baru. Tapi, keputusan Mikayla yang meninggalkan rumah dalam waktu cepat seperti ini tidak bisa ia terima. Kesannya Mikayla mengingkari ucapannya sendiri.

Mata Aditya terus menatap sekelilingnya. Ia yakin Mikayla dan mbok Wina belum jauh dari sini.

"Kak Adit! Berhenti, kak!", teriak Gilang dari arah belakang.

Aditya tak mempedulikan apapun saat ini. Ia terus menambah laju kursi rodanya.

Hingga matanya berhenti beredar, sebab sosok yang ia cari sudah ia lihat.

Dipinggir jalan itu mbok Wina dan Mikayla nampak berdiri, bersama dengan beberapa orang, walau tak begitu banyak. Sepertinya mereka sedang menunggu angkutan umum yang akan lewat.

"Mika!"

Mikayla kenal betul siapa pemilik suara itu, suara yang selalu mengiang dikepalanya, suara yang ia rindukan sejak kepergiannya tadi. Aditya!

"Mika, itu nak Adit! Dia manggil kamu!", ujar mbok Wina.

"Ayo, mbok!"

Mikayla langsung menggenggam tangan mbok Wina, tak peduli Aditya yang memanggilnya berulang kali.

"Mika, tunggu!!!", Aditya kembali melajukan kursi rodanya dengan cepat.

Gilang yang mengejar Aditya sontak berhenti, Marissa, mbak Marni, dan pak Lukito yang mengikuti pergerakan kedua pemuda itu turut berhenti. Dahi pak Lukito seketika mengerut bingung.

"Kenapa berhenti, nak?", tanya pak Lukito yang tak dijawab oleh Gilang. Gilang fokus memperhatikan Aditya yang perlahan menjauh.

Disisi lain, Mikayla tak melepaskan genggamannya dari mbok Wina, dan Aditya tak henti memanggilnya.

Mikayla dan AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang