Better Person 1

1.4K 67 3
                                    

Baru aja gue mau ngelupain lo, tapi takdir melarang kita dan memaksa untuk sedekat ini.
🎀Better Person 1🎀
.
.
.
.
.

"Gue suka sama lo," ucap Chika yang rambutnya dikuncir sambung-sambung menggunakan karet merah itu. Tangannya menyatu malu-malu sembari menatap Rifki yang menaikkan salah satu kakinya ke atas meja.

Mata Chika tergolong kalem seperti kucing betina yang disayang majikan. Mungkin, hanya ada satu dari satu desa yang mau melakukan hal ini. Sosok pintar menyukai orang yang kurang jelas dan bisa disebut urakan.

Rifki menaikkan salah satu alisnya. "Gue gak salah denger?"

"Gak sama sekali. Gue udah suka sama lo dari awal kita ketemu di kelas delapan ini."

Untung saja kelas itu sepi. Secara, Chika yang sebagai ketua kelas menyampaikan, semua murid wajib ke aula untuk pengumuman penting. Sudah ia duga, Rifki melakukan hal ini lagi. Tetap tak mau beranjak dari kursinya. Ia pasti nyaman menyendiri di sini.

"Gue gak percaya aja, sih. Ada orang pemikir panjang kayak gini, mau suka gue. Secara, lo bukan tipe gue." Rifki menatap tajam Chika yang masih berdiri di depannya. Tatapannya acuh tak acuh. Langkahnya membiarkan Chika tertinggal di sana sendirian.

"Jadi?"

"Makasih udah suka, tapi seperti biasa, penolakan."

Chika mengerutkan dahinya. Ia mengamati seluruh penampilannya lekat-lekat dari rambut hingga sepatu, mencari apa yang salah dengan dirinya. Tubuhnya seketika ambruk ke salah satu kursi dengan tangan tekapar. Ini gak mungkin.

Chika menengadahkan kepalanya sembari menyeringai tak percaya. Ia mengambil buku catatan kecilnya dan mulai mengamati secara saksama satu carik kertas pada halaman 84.

"Cuma dia sasaran gue. Cuma dia yang ada di catatan ini selama berhari-hari lamanya. Cuma dia yang tergambar di sini dan dia sebegitu mudahnya nolak gue?" Mata Chika mulai berkaca-kaca. Ia mulai menahan napasnya yang terasa sesak. Air matanya mulai berjatuhan. "Apa kepinteran gue bakalan terlihat goblok di mata Rifki?"

Hanya ada sinar matahari yang ragu-ragu masuk melalui ventilasi. Chika menarik napasnya sepanjang yang ia bisa, menghindari kemungkinan ia akan kehabisan oksigen setelah menahan sesak. "Apa gue terlalu percaya diri, sampai akhirnya sesakit ini? Apa gue terlalu cepat mengungkapkan rasa suka sampai gue sejatuh ini?"

Chika menatap awan-awan yang tampak cerah hari ini. Ia membayangkan lucunya Rifki saat ia lihat dari jauh-jauh sebelumnya. Namun, jika sudah pasti tak tertarik bagi Rifki, apakah masih bisa ia harapkan?

Kaki panjang Chika mulai bergerak-gerak. Tampak kaus kaki sepanjang sepuluh senti dan tali sepatu hitam yang dipakai hampir terlepas. Ia kembali melamun. Tatapannya mulai kosong.

Nggak ada yang buat lo semangat lagi. Kayaknya kesempatan lo udah hilang, Chik, batinnya pada diri sendiri.

"Woi, Ketua Kelas! Lo ngapain bengong-bengong di situ? Kelas udah kayak kuburan gini masih aja ditempatin. Temen-temen udah kumpul di aula sama guru-guru tercinta. Ada informasi yang perlu diberitahukan, tuh!"

Bima meneriakkan suara yang menggetarkan ruangan senyap itu sembari menggebrak pintu. Bahkan ia mengentakkan kakinya kala Chika tak menyahutinya sekalipun.

"CHIKA! LO DENGER ANAK GANTENG INI GAK, SIH?"

Bima kemudian memberikan tepuk tangan berulang kali sembari mendekati keberadaan Chika.

"Kerasukan setan atau gimana sih nih anak?" gerutunya lagi.

Chika yang menyadari sesuatu bergetar dan kupingnya memanas itu kemudian menengok ke kiri. Benar, di sana ada seorang siswa yang datang meneriakinya.

Better Person ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang