Better Person 20

130 6 0
                                    

Biasanya, mimpi bisa muncul karena pikiran sehari-hari lo yang suka muncul. Jadi, akhir-akhir ini lo mikirin apa?
🎀Better Person 20🎀
.
.
.
.
.

Chika memejamkan matanya dengan sangat cepat, padahal perjalanan baru dimulai tiga puluh menit. Mungkin, ia lelah. Cuaca di luar pun juga semakin panas.

"Chik, enaknya ngapa—"

Keyla menoleh ke arah Chika yang tengah tertidur pulas, begitu menangkan. Helaian rambutnya yang menempel di sekitar pipinya. Sungguh, Keyla merasa kagum dengan Chika apalagi saat terpejam saat itu.

"Cepet banget lo tidurnya. Apa gara-gara tadi kata lo, lo sendiri belum tidur, hm?" gumam Keyla. Ia tengah memakan sebuah makanan ringan yang berbuat dari kentang. "Chik, gue izin, ngambil earphone lo, ya. Punya gue ketinggalan di koper yang mana ditaruh di bagasi bus.

Keyla perlahan meletakkan makanan ringan di samping tubuhnya yang sering dibilang kurus oleh dirinya sendiri. Tangannya perlahan mengintip tas selempang Chika yang cukup tebal itu. "Maaf, ya, Chik. Gue juga pengen tenang kayak si Riku yang bawa."

Di pangkuan Keyla, sudah ada ponselnya sendiri yang ber-case merah muda dengan telinga kelinci yang terbuat dari karet. Tangan Keyla meraba benda yang tak asing atau suka dipakainya di mana pun itu. Hingga berdering cepatnya suatu ponsel, membuat minat Keyla berubah.

"Ah, dapet," ucap Keyla sembari meraih sebuah earphone Chika yang juga masih tersangkut dengan ponsel Chika sendiri. "Karena status gue sahabat lo, gue pasti boleh, 'kan, lihat ponsel lo?"

Keyla mulai mengambil benda pipih itu dengan sangat hati-hati, takut membuat sang empu terbangun. Mata Keyla sangat hati-hati. Lidahnya bahkan menjulur dengan napas yang seperti tertahan. Ia benar-benar ingin tahu. Siapa, sih, yang mengobroli Chika di saat sedang liburan? Bukankah tugas memuakkan di kelas dilupakan sementara?

"Gak ada pesan sama sekali? Apa udah dihapus sama Chika, ya? Tumben banget, padahal pesan dari temen lainnya juga gak dihapus. Ada apa ini?" tanya Keyla sembari menarik layar ke bawah dan memproses. Ia bahkan sempat kembali dari kontak Rifki yang barusan membuat ponsel Chika berbunyi.

Banyak teman-teman Chika yang meminta bantuan, serta grup kelas juga belum dihapus sepenuhnya dan milik Rifki, mereka bahkan seolah tak pernah mengobrol walau hanya sekali dan hari ini, Rifki benar-benar memberinya pesan tanpa Chika membalasnya. Waktu tersebut, sudah enam jam yang lalu padahal.

Rifki

Chik, gue minta maaf kalo gue punya salah, tapi jangan jauhin gue.

Gue udah ngebantu lo buat mading, 'kan?

"Ini bukan Rifki. Sejak kapan Rifki sepuitis ini sama cewek?" ucap Keyla dengan nada tak percaya. Bahkan, matanya sempat mengedar ke sekeliling hingga akhirnya tepat pada wajah polos Chika yang kurang mengerti nasibnya sekarang. "Gue yakin, ini pertama kalinya Chika dapet pesan kayak begini."

Lantas pada pesan pertama tersebut, Keyla mulai mengetikkan kalimat yang siapa pun tak akan percaya. Kalimat yang membuatnya akan terasa rumit dan dirinya sendiri justru dalam bahaya.

"Gue bener-bener gak tahu hal apa aja yang terjadi sama lo, secara lo akhir-akhir ini juga tertutup, Chik. Bener kata Riku. Kayak ada kesalahan di antara kita dan gue pengen ini berakhir secepat mungkin," ujar Keyla sembari memejamkan matanya lelah.

Setelah benar-benar terkirim, Keyla mulai mengunci ponsel tersebut. Ia beruntung, sempat diberi tahu kode angka saat hendak melihat dokumen di perangkat lunak Chika. Secara, Chika saat itu dengan senang hati mengucapkannya.

"Semoga berhasil, Chik," ujar Keyla dengan senyuman sayang pada Chika. Dimasukkannya kembali ponsel tersebut ke dalam tas selempang dengan hati-hati lagi. Bahkan, meski pikirannya meraung ke mana-mana, Keyla tetap waspada.

Dipasangkannya earphone ke telinganya dan menancapkan ujung kabel ke sebuah lubang di ponsel Keyla sendiri. Dinyalakannya lagu yang tenang dengan pikiran yang berliar bebas. Dipejamkannya matanya, sembari menghela napas.

"Sekuat apa pun lo nyembunyiin, pada akhirnya gue bakal tahu, Chik."

***

"Chik, lo gak papa?" tanya Keyla dengan mengguncangkan lengan Chika. Langit di luar sudah menggelap. Bintang-bintang terlihat sangat indah dari kejauhan. Lingkup kota semakin memperindah pula dengan cahaya kendaraan dan pemandangannya.

Tubuh Chika berkeringat. Matanya bahkan bergerak-gerak meski dengan kelopak yang menutup. Tubuh Chika gemetaran. Wajah Chika sendiri juga pucat. Napasnya juga memburu, tak seperti siang tadi.

Keyla semakin memperkeras guncangan pada lengan Chika. Bahkan, suara Keyla semakin mengeras ke telinga Chika saat menyebutkan namanya. Hingga akhirnya, kelopak mata Chika terbuka dengan membelalak. Keyla menarik tangannya sendiri dan mengelus dada. Ia kaget setengah mati melihat Keyla yang seperti keluar dari zona tidak aman.

"Apa ini yang dinamakan berbeda seperti kata Riku? Padahal ini udah dingin. Di luar hujan dan AC secara otomatis semakin memperdingin, Chik. Lagi, kita udah mampir ke rumah makan buat ngisi perut. Namun, kenapa lo bisa keringetan begini?"

"Ya Tuhan, cuma mimpi," ucap Chika sembari menarik napasnya sangat cepat. Ia menyisiri rambut depannya, agar keringatnya bisa diserap oleh udara. Wajah Chika masih pucat seperti mayat hidup. Mata Chika sedikit memerah.

"Lo salah jam tidur, mungkin? Emangnya lo mimpi apaan, sih, Chik? Gue sampai kaget lihat lo bangun barusan. Kayak ada yang terangkat gitu dari tubuh lo. Mneyeramkan." Keyla menaikkan kedua alisnya dan menyenggol bahu Chika dengan bahunya. Jemari Keyla mulai tertetuk, seolah menirukan gaya kucing yang ingin mencakar orang.

Chika memandang Keyla yang tertawa terbahak-bahak. Ia sadar, ia sudah cukup tidur karena ini malam hari. Edisi ngalong tampaknya akan segera dimulai. Mata Chika tetap saja menatap tajam, dengan tarikan napas yang sudah mulai menormal.

"Lo mimpi Rifki, ya, makanya jadi deg-degan gitu?"

"Bukan." Chika mengalihkan pandangannya ke luar jendela, kembali berpikir, apa yang diingatnya. Sebab, ketika bangun tidur, beberapa ingatan tentang mimpi pasti terlupakan. "Bukan apa-apa maksudnya, gue lupa."

Keyla yang sudah mengerutkan dahi dan berusaha serius ke topik pembicaraan seketika mendengkus sebal. Ia meninju gemas bahu Chika sembari membenahi posisinya yang semula sangat dekat dan hampir bersandar di pundak Chika sendiri.

"Yeee nyesel gue ngomong sama lo, Chik. Mending gue ngomong sama orang lain tahu kalo gak ada jawabannya begini. Lo sampai keringetan begitu, pasti mengerikan ya mimpi, lo? Biasanya, mimpi bisa muncul karena pikiran sehari-hari lo yang suka muncul. Jadi, akhir-akhir ini lo mikirin apa?"

"Gue mikirin masa depan, Key. Masa depan dengan karir sukses," ucap Chika menteralisirkan semuanya. Ia kembali tetawa, meski ada bagian dari hatinya yang sakit. Mimpi yang ia yakini, bisa berhubungan dengan masa depannya sendiri.

Gue gak pengen itu terjadi, jadi gue gak perlu menceritakannya, Key. Sebab, mimpi buruk gak bakalan pantes untuk dibicarain.

Better Person ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang