"Gwen, ada Raka dibawah. Mama suruh ke atas ya?" Tanya mamaku yang ku jawab dengan gelengan. Aku sudah tak punya muka perihal seminggu yang lalu.
"Sayang, kasihan Raka sudah sejam nunggu."
"Suruh pulang aja, Ma." Ujarku masih dengan suara serak.
"Mama sudah kode-kode, tapi kayaknya Raka masih mau nungguin kamu." Jujur mamaku. Dasar Raka, memang cowok paling gak tau malu!
"Sayang, dia sudah tolongin kamu loh." Ujar mamaku mengingatkan kebaikan Raka seminggu lalu. Menggendongku yang tengah pingsan dengan dress yang sedikit melorot? Itu memalukan.
Tok tok tok.
Suara pintu di ketuk mengintrupsi mama yang hendak berbicara lagi. Ku tutup seluruh tubuhku dengan selimut tebal yang sedari tadi sudah menutupi sebagian tubuhku.
Ku dengar suara kaki mama berjalan mendekat, mengelus puncak kepalaku yang tertutup selimut, lantas membukanya hingga terbuka. Dan mataku menemukan sosok bocah jangkung berpakaian santai dengan mata sayunya. Bocah SMA yang terlihat lebih dewasa jika mengenakan pakaian santai seperti ini.
Ada yang aneh dengan bocah ini. Dia terlihat lebih sayu. Seperti sedang sakit. Refleks tanganku terulur menempel ke dahinya yang memang terasa lebih hangat.
"Lo sakit?" Tanyaku masih dengan suara serak. Dia tersenyum lembut, masih dengan mengelus puncak kepalaku.
"Kamu yang sakit." Ujarnya.
"Tapi badan lo anget, Ka." Dia menggeleng lagi, dengan senyum yang masih senantiasa ia perlihatkan. Ku lihat Raka bergerak pelan, kemudian merebahkan tubuhnya di sampingku, tepat menghadapku. Ku lirik pintu kamarku terbuka lebar dengan sesekali mama lewat mengecek kami. Tangan Raka lagi-lagi terulur untuk mengelus kepalaku pelan.
"Aku sayang kamu, Gwen." Desisnya pelan, kemudian menarik tanganku dan menempelkan tepat di dadanya.
"Disini selalu berdebar, tiap bersamamu." Ujarnya lagi tanpa mau menungguku menjawab.
"Aku tau, aku cuma bocah SMA, dan kamu benci itu kan?" Tanyanya dan aku masih terdiam.
"Demi apapun, usia kita hanya terpaut 3 tahun."
Hanya tiga dia bilang?
"Rak, gu.." ucapanku terhenti ketika Raka tiba-tiba menempelkan jari telunjuknya tepat di bibirku.
"Kamu cukup tunggu aku Gwen, tunggu aku sampai aku pantas berada disisi mu. Aku yakin nggak akan lama." Kulihat ia menghela nafasnya pelan.
"Kamu cukup diam dan rasakan segala hal yang akan ku beri. Cukup rasakan. Aku rela menunggu sampai kapanpun kamu membalas rasa cintaku."
Dia mengucapkannya dengan tenang, padahal dia tau jika aku mencintai Tristan. Apa dia pikir berpindah ke lain hati semudah itu?
"Aku janji, gak akan ada rasa sakit, seperti yang dia torehkan padamu. Cukup aku yang sakit berkali-kali di tolak olehmu."
Ujarnya kemudian mengecup keningku pelan. Kupejamkan mata ini, berusaha meraba semua rasa cinta yang ia beri.
Yah, bocah ini mencintaiku dengan sangat besar dan tulus. Andai cinta bisa memilih, aku hanya akan ingin mencintai dia yang mencintaiku sebegitu besarnya.
***
Diwaktu yang sama, di tempat yang berbeda.
"Kak, mana kak Gwen?" Tanya Calya tanpa melepas pandangan dari gadgetnya.
"Kok aku gak pernah lihat kakak sama kak Gwen?" Tanya Calya lagi. Tristan tersenyum lembut sembari mengacak rambutnya pelan, yang dibalas dengan delikan tajam oleh sang empunya.
Tiba-tiba senyum yang sedari tadi tersungging, luntur tergantikan dengan rasa sesal dalam diri Tristan. Calya yang melihat itu, berusaha menanyakan apa yang sedang terjadi, dan mengalirlah cerita itu. Tentang Gwen yang pergi dengan kabar yang simpang-siur. Gwen yang susah dicari, atau bahkan Gwen yang menghindarinya?
"Kakak cowok paling berengsek yang pernah aku kenal." Ujar Calya pelan, yang mampu di dengar Tristan. Ya, Tristan memang seberengsek itu sampai meninggalkan sahabatnya sendiri, disaat ia berjanji akan memulangkan sahabatnya dengan keadaan baik pada kedua orang tuanya.
'Dan menjadi laki-laki paling bodoh karena sudah menyakiti orang yang mencintai kakak sebesar itu.' Imbuh Calya dalam hati.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Align (END)
Short Story-Please follow first- Keduanya bersahabat sedari kecil, membuat Tristan tak sungkan lagi menceritakan segala hal termasuk kisah asmaranya bersama Calya, gadis SMA yang tak kunjung mendapat kejelasan. Gwen, sebagai sahabat, hanya bisa mendengarkan da...