"Kapan om akan bawa Calya berobat keluar negeri?""Malam ini juga."
***
Keesokan harinya. Seorang pria paruh baya berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang rawat putrinya. Dihela nafasnya lelah. Rasa takut itu tiba-tiba menyerangnya.
Ia belum siap kehilangan lagi.
Ia tidak ingin.
Gwenny harus tetap disinya.
Lamunanya terhenti ketika ada sesorang memegang pundaknya. orang itu adalah istrinya dan juga Raka beserta orang tuanya.
"Bagaimana keadaan Gwen?" Tanya Radi, papa Raka. Ganin tersenyum sendu menatap semuanya. Tanpa sadar air matanya menetes.
"Besok siang, dia akan segera di operasi." Jawab Ganin sekenanya.
"Sabar dan terus berdoa. Percaya kalau Gwen akan tetap berada disisi kita." Sahut Radi berusaha menenagkan. Mereka semua duduk termenung di kursi tunggu depan ruang inap Gwen.
Raka berdiri dan berpamitan untuk menemui Gwen. Langkahnya terhenti ketika tak sengaja mendengar lirihan Ganin di tengah lorong rumah sakit yang sepi ini.
"Dia bermimpi di jemput mamanya." Lirih Ganin. Dihelanya nafas itu kasar, sebelum kembali berucap,
"Aku takut dia meninggalkanku seperti Gina meninggalkanku dulu."
***
Raka berjalan pelan kearah brankar dimana ada Gwen yang tengah terpejam matanya. Selangkah dari tempat Gwen berada, mata lentik itu terbuka. Bola mata hitam legam nan indah itu bersitatap dengan bola mata hazelnya. Gadis itu tersenyum seraya menepuk brankarnya pelan, mengisyaratkan agar Raka segera mendekat."Haus?" Tanya Raka yang segera diangguki Gwen. Setelah menyelesaikan minumnya, gadis itu menatap Raka lembut, sesekali meringis merasakan ngilu di beberapa bagian tubuhnya.
"Apa ini bakalan berhasil?" Gumamnya yang mampu di dengar Raka. Laki-laki itu tersenyum pedih, menatap gadisnya yang tengah terbaring lemah.
"Bagaimana akan berhasil kalau kamu saja tidak percaya pada dirimu sendiri." Jawab Raka yang hanya di balas dengan senyuman. Sebelah tangab Gwen menggenggam tangan Raka erat.
"Raka." Desisnya pelan.
"Aku nggak pernah takut ditinggalkan." Ujar Gwen lirih, matanya masih menatap wajah ayu itu. Senyumnya sedikit mengembang ketika mendengar panggilan 'gue' yang diubah menjadi 'aku' oleh Gwen sendiri.
"Justru aku malah takut ketika waktu itu datang. Waktu dimana aku harus meninggalkan semua orang yang aku sayang."
"Kenapa begitu, Gwen?" Tanyanya perhatian.
Gwen tersenyum, semakin mempererat genggaman tangannya pada tangan Raka.
"Aku takut melihat Papa sedih. Aku masih ingat bagaimana sedihnya Papa ketika ditinggalkan Mom."
"Lalu, Mama datang dan menghapus luka kami. Namun lagi-lagi Papa harus merasa kehilangan. Calon adikku pergi untuk selamanya, Kabar bahwa Rahim mama terpaksa harus diangkat semakin memperpuruknya."
"Melihat Papa yang lagi-lagi menangis membuatku takut. Aku tak ingin Papa menangis karena ku."
"Tak berselang lama, aku mengenal Tristan. Dulu saat usia kami 15 tahun Ttistan harus kehilangan abangnya yang pertama."
"Terus, apa kamu ingat ketika pertamakali bertemu. Saat aku masih Maba, dan kamu masih SMP?" Ujarnya sembari terkekeh, yang langsung dibalas dengan delikan tak suka oleh Raka.
"Tristan kehilangan eyangnya. Eyang yang selalu ada untuknya. Dan lagi-lagi aku harus melihat orang-orang disekitarku merasakan kehilangan."
"Bagiku, sudah cukup, Raka. Sudah cukup mereka merasa kehilangan. Jangan sampai mereka bersedih kembali karena ku." Ujarnya sembari mengelus pipi Raka pelan.
"Dan sekarang, aku tak mau melihatmu juga bersedih karena ku." Digenggamnya tangan Gwen erat, matanya menatap Gwen lembut namun tetap dengan soror tajam.
"Ini semua akan berhasil, percaya sama aku, Gwen."
"Raka, akan ada dua kemungkinan. Bagaiamana jika aku kemungkinan terburuknya?"
"Kamu tidak ingin kami menangis karena kehilangan kan? Maka dari itu, buktikanlah. Bertahanlah untuk kami, berjuanglah dan percayalah ini semua akan berhasil." Ujar Raka meyakinkan Gwen, membuat gadis itu tersenyum lebar sembari menganggukkan kepalanya.
"Aku cinta kamu, Gwen."
"Buat aku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya kepadamu, Raka."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Align (END)
Short Story-Please follow first- Keduanya bersahabat sedari kecil, membuat Tristan tak sungkan lagi menceritakan segala hal termasuk kisah asmaranya bersama Calya, gadis SMA yang tak kunjung mendapat kejelasan. Gwen, sebagai sahabat, hanya bisa mendengarkan da...