Tristan tersenyum getir ketika mulai melangkahkan kakinya memasuki ruangan Gwen. Ada rasa bahagia ketika bisa melihat Gwen dalam keadaan masih bernyawa, terbukti dengan elektrokardiogram yang masih menunjukkan garis naik turun tanda jantung Gwenny masih berdetak, dan sedih saat melihat sahabatnya, perempuan yang disayanginya tergolek lemas dengan tubuh kurus nan pucat beserta beberapa alat media yang menempel pada tubuhnya.
Ia mempercepat langkahnya mendekati ranjang Gwen. Yah, setelah perdebatannya dengan Raka, Tristan langsung saja memesan tiket pesawat sèpagi mungkin menuju Singapura. Ia tak ingin kehilangan waktunya bersama Gwen lagi. Sudah cukup ia membuang waktunya dengan Gwen sia-sia.
"Gwenn.." lirihnya pelan. Tangannya terulur untuk mengusap kepala itu pelan. Hatinya begitu sakit mengingat segala ucapan dan sumpah serapah yang ia berikan karena dengan bodohnya menyakiti perempuan yang bahkan selalu ada kapan pun disaat ia butuh. Penyesalannya semakin dalam ketika ia berusaha menghubungi Calya namun segala akses Tristan untuk menghubungi gadis itu telah di blokir.
"Gwen, maaf."ujarnya lirih. Ia tidak biasa dengan Gwen yang hanya diam. Sungguh, melihat Gwen marah-marah sembari melototkan matanya lebih baik daripada melihat Gwen yang sekarang.
"Maaf atas segala hal yang sudah menimpa lo."
"Maaf karena gue belum bisa melakukan hal yang sama seperti yang lo lakukan disaat gue bersedih."
"Maaf, karena gue yang membuat semakin memburuknya keadaan lo."
Tristan mulai terisak mengingat Gwen yang masih menutup matanya. Dalam hati ia berharap agar Gwen bisa mendengarnya dan segera bangun. Paling tidak, Tristan ingin gadis itu mencacinya, mengurangi rasa sesak dihatinya.
"Maaf karena gue belum bisa balas cinta lo." Lirihnya semakin terisak.
"Andai cinta bisa milih, gue mau cinta sama lo aja. Karena gue tau, lo gak akan pernah bikin gue sakit hati, Gwen." Ujarnya sembari menggenggam tangan Gwen yang terbebas dari selang infus dan menelungkupkan wajahnya disana.
"Gwen, kalau lo bangun. Gue janji.."
"Gue janji bakalan buka hati gue buat lo." Ujarnya tercekat.
"Gue janji." Dan tangan itu bergerak. Tangan yang saat ini Tristan gengam bergerak perlahan, dan bahkan mata indah itu sedikit demi sedikit terbuka. Membuat Tristan panik dan dengan segera menekan tombol darurat. Tak berselang lama beberapa perawat dan dokter masuk, disusul kedua orang tua Gwenny.
Semuanya mengucap syukur. Gwenny sadar. Gwennynya sadar. Membuat tangis Tristan berubah menjadi senyum bahagia, senyum penuh kelegaan. Gwenny nya bangun. Yah, sesuai janjinya, Tristan bertekad memperbaiki semuanya. Semua untuk Gwenny.
Dilain sisi, Raka menatap semuanya dengan senyum miris bercampur haru. Ia senang Gwenny telah sadar, sangat senang. Tapi disisi lain ia bersedih. Gwenny sadar dan ia tak akan lagi di butuhkan.
Raka sudah mendengar semua penuturan Tristan. Kata maafnya, hingga janjinya. Dan Raka pernah berjanji akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Gwenny jika ia sadar. Apapun, termasuk mengorbankan perasaannya kah?
Air matanya meleleh. Rasa sesak itu kembali muncul. Ia telah kalah. Lagi-lagi Raka patah hati. Gwen pasti lebih bahagia jika bersama Tristan. Gumamnya lirih. Dan memilih pergi dari sana. Menyelesaikan apa yang harus segera ia selesaikan.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Align (END)
Cerita Pendek-Please follow first- Keduanya bersahabat sedari kecil, membuat Tristan tak sungkan lagi menceritakan segala hal termasuk kisah asmaranya bersama Calya, gadis SMA yang tak kunjung mendapat kejelasan. Gwen, sebagai sahabat, hanya bisa mendengarkan da...