"Gwenny,.." panggil Tristan ketika tak sengaja ia melihat Gwen tengah memasukkan sesuatu ke dalam mobil. Mendengar itu Gwen tersenyum ke arah Tristan."Mau kemana?" Tanya Tristan lagi.
"Mau balik sih." Jawabnya sembari tersenyum.
"Mau ke taman kompleks gak?" Tanya Tristan yang di balas dengan anggukan. Dilihatnya Gwenny yang tengah masuk ke dalam rumah dan kembali keluar dan mengisyaratkan pada Ttristan agar segera berangkat karena udara sore ini memang cukup dingin dan sedang mendung.
Ditengah perjalanan menuju taman kompleks, keduanya tampak mengobrol ringan, seperti biasa.
"Gwen, maaf." Ujar Tristan setelah keduanya cukup lama terdiam. Gwenny menaikkan sebelah alisnya tanda ia tak mengerti. Dihelanya nafas pelan sebelum akhirnya Tristan kembali berujar.
"Maaf untuk semuanya. Sikap gue, tuduhan-tuduhan gue."
"Lo boleh marah, asal jangan lo benci gue." Lanjutnya lirih. Melihat itu Gwen terkekeh pelan, tidak pernah Tristan meminta maaf seserius ini.
"Gue gak pernah benci lo, Trisno." Jawabnya usil.
"Gue serius. Calya sudah jelasin semua ke gue. Maafin gue."
Calya lagi? Gwen hanya mampu tersenyum miris.
"Gue maafin. Lo jangan kangen gue ya." Sahutnya sembari terkekeh pelan, berusaha menyembunyikan kemuraman hatinya.
"Cuma mau ke Singapura ini. Sejam sampai mah." Balas Tristan tak mau kalah.
"Emang lo mau samperin gue?" Tanya Gwen penasaran.
"Ya gak lah, gue mau serius kuliah biar cepet lulus, biar bisa nyamperin Calya keluar negeri." Jawabnya bangga. Lagi-lagi dia tersenyum miris.
"Tris, kadang lo perlu keluar untuk melihat hal-hal yang belum pernah lo lihat sebelumnya." Sahut Gwen bermonolog.
"Hidup bukan hanya tentang lo dan Calya."
"Seringkali ada orang-orang terdekat lo yang perasaannya lo lupakan."
"Siapa?" Tanya Tristan pelan.
"Orang tua lo, saudara-saudara lo, temen lo dan gue, mungkin."
"Duh, duh, yang mau pergi ke Singapura 6 bulan menye banget sih." Jawab Tristan sembari mencubit pipi Gwen.
"Ya bisa aja lo gak ketemu gue lebih dari 6 bulan kan?"
"Emang lo berniat menetap, Gwen? Gak kan?" Ketika hendak menjawab, deringan telpon mikik Tristan mengurungkan niatnya. Diperhatikannta wajah Tristan yang tampak panik.
"Gwen, gue buru-buru ke rumah sakit, Calya colaps." Ujarnya sembari menarik tangan Gwen, sedikit berlari cepat. Gwen yang memang tidak siap menjadi ngos-ngosan. Dipertengahan jalan, Gwen menarik Tristan untuk berhenti.
"Lo capek? Tumben sih?gue buru-buru nih, gue duluan ya." Ujar Tristan. Namun belum sempat kembali berlari terlebih dahulu Gwen menarik tangannya.
"Tristan, dalam hidup selalu ada pilihan. Dan gue harap lo gak akan menyesali pilihan lo. Gue harap lo gak menyesali apa yang sudah lo lakukan sekarang, nanti dan seterusnya."
"Gwen gue buru-buru." Jawabnya.
"Gue duluan ya?" Izin Tristan yang dibalas dengan anggukan kepala Gwen.
Dihelanya nafas yang mulai memberat. Beberapa bagian tubuhnya sudah terasa sakit karena kelelahan. Ia meringis pelan sembari memegangi pinggangnya yang mulai terasa sakit, ketika rasa mual itu juga melanda. Lebih sakit dari sebelumnya.
Dengan tertatih, Gwen berjalan pelan. Belum sampai masuk ke dalam pagar rumah, tubuhnya ambruk. Dan semuanya gelap. Para pekerja rumah yang melihat itu segera saja berlari menolong nona-nya, seorang asisten rumah tangga tampak berlari terseok-seok meneriaki tuannya.
Mendengar itu Ganin berlari cepat menuju putrinya yang tampak lemas dengan beberapa bagian tubuh yang membengkak.
"Siapkan mobil, kita ke rumah sakit sekarang."
***
Telpon pun tersambung,
"Hallo.."
"Tolong siapkan, saya akan bawa putri saya berobat sekarang juga."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Align (END)
Short Story-Please follow first- Keduanya bersahabat sedari kecil, membuat Tristan tak sungkan lagi menceritakan segala hal termasuk kisah asmaranya bersama Calya, gadis SMA yang tak kunjung mendapat kejelasan. Gwen, sebagai sahabat, hanya bisa mendengarkan da...