Keesokan harinya, wajah Gwenny tampak lebih pucat dari sebelumnya. Ringisan pelan yang keluar dari bibirnya beberapakali membuat orang tua nya khawatir,tapi ia berhasil meyakinkan orang tuanya bahwa ia hanya sedang kebas karena terlalu lama berbaring.
Sampai waktu dimana Raka datang menjemput. Laki-laki itu juga tampak pucat, tapi tak sepucat Gwennya pastinya.
"Gwen kamu istirahat aja deh ya, besok-besok aja ke tamannya." Ujar Raka yang dibalas dengan gelengan kuat.
"No! Aku mau sekarang." Desisnya pelan. Raka menatap orang tua Gwen sebentar dan keduanya kompak mengangguk walaupun dengan wajah tak rela.
Raka berdiri membantu Gwen duduk dan menggendongnya sampai di kursi roda yang sengaja ia pinjam untuk membawa Gwen ke taman rumah sakit sesuai permintaan gadis itu.
Sesampainya di taman, Gwen melihat ada beberapa pasien yang sedang menikmati indahnya taman. Taman itu memang indah dan asri, udaranya pun segar. Dari jauh ia bisa melihat Papa dan Mama nya yang juga ikut menikmati pemandangan taman.
"Raka, gue mau duduk di ayunan itu ya?" Ujar Gwen pelan. Raka hendak menolak,namun ketika ia melihat senyum lebar gadisnya, ia pun tidak tega untuk menolaknya.
Raka mengangguk hendak bersiap mendorong kursi rodanya lagi, namun dihentikan oleh Gwen. Dilihatnya gadis itu yang tiba-tiba melepas selang infusnya.
"Gwen.." cegahnya namun naas selang tersebut sudah lepas.
Gwen mendongakkan kepalanya menatap Raka dengan senyum lebar namun lemahnya itu.
"Kesananya mau gendong, Raka kuat kan?" Tanyanya yang dibalas dengan anggukan diserati senyum tulus Raka.
Sesampainya di ayunan, Gwen meminta agar Raka duduk terlebih dahulu dan ia duduk diatas pangkuannya. Dari posisi ini Gwen bisa merasakan pelukan Raka dengan erat. Keduanya terdiam cukup lama dengan Raka yang sesekali mengelus dan mengecup puncak kepalanya. Hingga sebuah ringisan itu keluar dari bibir Gwen. Melihat itu Raka panik,namun Gwen lagi-lagu mencegahnya.
"Sakit banget Rak.." lirihnya pelan. Dari suaranya Raka tau jika apa yang dikatakan perempuan ini memang benar adanya.
"Kalau gitu seharusnya kita kembali ke kamar."
"Gausa." Cegah Gwen lagi. "Nanti setelah lo cerita soal ini." Ujarnya sembari mengelus pinggang Raka yang di perban.
Raka mengangguk tanda mengerti,kemudian ia mengarahkan tangan Gwen ke perban yang melilit pinggangnya.
"Disini .... dan disini," ujarnya sembari mengarahkan tangan Gwen ke pinggangnya sendiri. "Kita berbagi kehidupan yang sama." Lanjut Raka.
Gwenny terdiam berusaha mencerna perkataan Raka, sampai akhirnya ia paham sesuatu, ia mendongakkan kepalanya menatap Raka, menanyakan apakah yang dipikirkannya adalah benar. Dan dibalas dengan anggukan pelan.
Tanpa sadar air matanya menetes,"Tapi buat apa?" Gumam Gween.
Raka tersenyum, "Aku terlalu cinta kamu sampai nggak sanggup rasanya melihat kamu seperti ini,Gwen."
"Aku mau kamu hidup,jika bukan untuk ku setidaknya untuk kedua orang tua kamu." Ujar Raka, namun tiba-tiba saja Gwen mengerang kesakitan,lebih daripada sebelumnya, ditambah lagi dengan lelehan darah yang mengalir dari hidungnya. Raka panik, namun Gwen lagi-lagi memenangkannya. Diusapnya darah itu dengan sapu tangan yang sengaja ia bawa.
"Gwen kamu kesakitan.." gumam Raka yang dibalas dengan senyuman. Perempuan itu mengalungkan tangannya ke leher Raka.
"Dari awal aku emang gak pernah baik-baik saja, Rak.." jawab Gwen pelan. Keduanya kembali terdiam.
"Makasih Rak, makasih kamu uda baik sama aku.. uda selalu ada buat aku, disaat aku sehat, dimasa-masa aku sakit, kamu selalu setia menemani aku." Ujarnya dengan suara bergetar.
"Raka.." panggil Gwen pelan.
"Hmm."
"Aku sayang banget sama kamu, maafin aku yang baru sadar sekarang."
Raka mengangguk sembari tersenyum sedih, "Gwen, yang bisa buat aku bertahan sampai hari ini adalah perasaan sayang aku ke kamu." Ujarnya masih setia meneteskan air mata. Dielusnya kepala Gwen sayang, namun ketika ia menunduk, dilihatnya gadis itu yang tengah memejamkan mata, diam tanpa sahutan. Raka panik. Ia memanggil nama Gwen pelan.
"Gwen.. gwenn.." panggilannya dengan suara bergetar. Namun gadis itu tidak menyahut. Isakan mulai terdengar dari bibir laki-laki itu.
"Gwen," panggilnya sekali lagi.
Perempuan itu membuka matanya dan tersenyum lembut.
"Iya, aku denger kok." Sahutnya lemah.
"Aku yakin kamu pasti akan segera kembali sehat." Ujar Raka masih dengan isakan.
Gwenny terkekeh lemah, "kamu harus percaya kalau suatu saat kita akan bertemu lagi."
Kemudian perempuan itu memejamkan matanya sembari mengeratkan pukulannya. Tak lupa senyum tulus terpatri indah diwajahnya.
Raka mencium kening Gwen dalam,dirasakannya tubuh gadis itu yang dingin.
"Kamu kedinginan, sini aku peluk lagi." Ujarnya sembari terkekeh tapi tidak ada sahutan.
"Aku gak tau lagi Gween, gimana hidup aku tanpa kamu. Aku tak mau membayangkannya. Karena akan sakit rasanya. Lebih baik aku mati saja."
"Terdengar alay memang, tapi aku bersungguh-sungguh Gwen, aku tidak bisa hidup tanpa kamu." Ujarnya lagi, namun Gwen tetap tidak menyahut. Yang tidak disadari Raka sedari tadi adalah pelukan Gwen yang melonggar disertai nafas yang turun. Hingga ketika laki-laki itu sadar, tangan Gwen sudah terlepas dari lehernya.
"Gwenn.." panggil Raka masih berusaha tak percaya.
"Gwenny," lirihnya sekali lagi,kali ini disertai dengan isakan yang semakin keras.
"Gwen bangun.." ujarnya sedikit berteriak.
Tristan yang sedari tadi melihat keduanya berlari tergopoh-gopoh ketika mendengar raungan Raka yang semakin keras. Beberapa perawat pun ikut berlarian menghampiri dan jangan lupakan kedua orang tua Gwen yang berlari sembari menangis tersedu-sedu. Sampai dimana sang perawat datang, perawat itu menggumamkan kata maaf. Dan semakin pecah tangisan Raka.
"Gwenny bangun.." raungnya keras, masih dengan memeluk tubuh yang sudah tak bernyawa itu.
"Gwenny bangun Gwen.." tangisnya semakin kencang sampai dokter dan beberapa perawat membawa gadisnya menjauh.
Raka tak pernah menyangka. Gwenny. Gadisnya lebih dulu meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Stars Align (END)
Short Story-Please follow first- Keduanya bersahabat sedari kecil, membuat Tristan tak sungkan lagi menceritakan segala hal termasuk kisah asmaranya bersama Calya, gadis SMA yang tak kunjung mendapat kejelasan. Gwen, sebagai sahabat, hanya bisa mendengarkan da...