4. kebaikan Raka

831 67 4
                                    

Raka Satria Pandega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raka Satria Pandega.

Seperti namanya, bocah SMA ini berusaha menjadi kesatria ku. Mengabaikan wajah pucatnya, yang bahkan jauh lebih pucat dari kemarin ketika ia berkunjung ke rumahku.

Pagi-pagi sekali ia sudah berada di gerbang depan rumahku, dia bilang dihari pertama masuk kuliah setelah seminggu meliburkan diri, aku harus diantar olehnya.

Tapi melihat wajahnya yang pucat membuatku sangsi. Jika seperti ini yang ada, aku yang akan menantarkan dia ke sekolah.

"Raka, lo aja yang gue anter ya, lo pucet gitu."

"Gak Gweeny, gue cuma flu." Jawabnya mendelik sebal ke arahku. Ya bocah SMA ini sedari tadi memang flu, tapi melihat wajah pucatnya, aku yakin dia terserang flu berat, dan itu rasanya akan pening sekali.

"Sudah sampai." Ujarnya ketika mobilnya berhenti di jalanan depan fakultasku.

"Mau dijemput jam berapa?"

"Gak usah, lo tiduran aja di rumah," jawabku sewot. Maunya apa sih? Sudah sakit, masih aja pengen keliling.

"Ayolah Gwen."

"GAK! Gue pesen ojol aja." Ujarku dan memilih segera keluar mobil, tapi tangan Raka terulur untuk menghentikanku. Tanpa berniat bertanya, aku menoleh dan mendapati ia mengangsurkan ponselnya padaku.

Aku terdiam  sembari mengeryitkan dahi, menatap Raka seolah berkata 'maksudnya apa?'.

"Hape lo ketinggalan di mobil dia, pakai Hape gue aja. Go-pay nya masih banyak isinya." Aku menepuk jidat mengingat kebodohanku, sembari menerima ponsel yang diangsurkan Raka.

"Terus lo pakai apa?"

"Gue gak butuh ponsel, kan bawa mobil." Ujarnya kalem.

"Password nya apa, Rak?" Tanyaku sembari mongatik-atik ponsel Raka yang memang keluaran terbaru. Anak bos memang sekaya itu ya.

"Pakai jari telunjuk kanan Lo, sudah gue daftarin kemarin." Jawabnya dan kulihat dia tersenyum.

"Terimakasih."ujarku hendak beranjak, namun dia lagi-lagi menahanku.

"Apa?" Tanyaku, dan kulihat ia mengangsurkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

"Buat apa?" Tanyaku lagi.

"Gue tau, tadi gue jemputnya kepagian, dan lo belum sempet minta uang jajan, kan bulanan lo ada di atm semua." Lagi-lagi aku menepuk jidat. Astaga sial sekali.

"Gausa deh Raka, ini Hape lo aja udah cukup, yang penting gue bisa pulang."

"Ambil, gue tau lo belum sarapan." Titahnya mendelik tajam. Kalau sudah  seperti ini, bocah ini bisa menjadi sangat menyeramkan.

"Gue ambil, tapi cuma dua ratus ribu aja ya, gue gamau utang banyak-banyak." Jawabku sembari  cengengesan dan dia hanya mengangguk.

***

Hari ini sangat melelahkan, bagaimana tidak selalu seperti ini, setiap hari Senin jadwal mata kuliahku full dan itu sangat melelahkan sekali.

Untungnya tugas-tugasku sudah rampung sebelum aku izin tidak masuk kemarin. Tapi ada hal yang lebih melelahkan dari ini. Yaitu pertemuanku dengan Tristan, di kantin dan saat aku bersama Vandi dan  Vanka, jadi jelas saja aku tak bisa menghindar.

"Dia cariin lo tiap hari, kalau-kalau lo uda masuk." Bisik Vanka yang hanya ku balas dengan anggukan.

"Eh, Trisno, tumben kesini?" Tanya ku berusaha bersikap biasa saja.

"Gwen, gue mau ngomong sama lo bentar." Ujarnya sembari menarik tanganku keluar dari kantin.

Dia menghela nafasnya dalam-dalam sebelum mengucapkan kata maaf. Dan aku hanya bisa tersenyum memakluminya, lagi-lagi seperti ini.

"Oh iya,  Calya cariin lo." Ujarnya dengan senyum dan mata berbinar yang sangat kentara sekali.

Huh, jatuh cinta membuatku menjadi semakin bodoh. Memaafkan untuk disakiti kembali? Mati saja kau Gwen.

Tbc

Tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
When The Stars Align (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang