CHAPTER 3

3.1K 119 3
                                    

Di hari Rabu yang begitu biru aku masih di hadapkan dengan saragam putih abu. Lelah tapi mau bagaimana lagi ini konsekuensi dari menimba ilmu.

Di pagi hari ini pelajaran pertama sudah di mulai dan yang lebih parahnya lagi adalah pelajaran yang banget-banget pengen aku hindari. Sumpah aku males banget kalau pagi hari udah belajar matematika sama Pak Bom ~sebutan Pak Bombi , pokoknya kalau udah berhadapan dengan pelajaran ini aku serasa tercekik dan ingin mati saja.

Tapi anehnya kenapa semua guru termasuk Pak Bom ini sering muji karena nilai matematika ku itu tidak pernah turun dan jelek, itu adalah sebuah keajaiban bagi si pemalas ini ya Tuhan.

Setelah bel berbunyi maka pelajaran yang menyiksa ini berakhir dan membuatku ingin berteriak -terima kasih Tuhan sudah mengeluarkanku dari penjara ini . Bukan aku saja tapi anak lain pun ingin bersorak ria meskipun tak ada yang melakukannya karena takut-takut Pak Bom merasa tersindir ~entar dia baper.

" Sudah masuk pelajaran ke dua dan untuk hari ini tidak ada tugas, karena saya bosan melihat nilai tugas kalian yang tak ada perkembangan kecuali Ica "

Mendengar itu semua anak langsung menyorakiku ratu matematika. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanda -bodo amat.

Sikap bodo amat itu sebenernya turun temurun dari nenek sampe ibu dan bibi dan penerusnya adalah Ica Mekia. Jadi gak salah kalau kita itu orangnya gak terlalu perduli sama sanjungan orang, lebih tepatnya mending di kira sombong di banding belagu.

Ibu Peri sebutan buat ibu cantik yang badannya kecil. Anak cowok kadang suka bilang dia adeknya peterpen, bener-bener gila dan gak sopan.

" Bu jangan belajarlah cape "

" Emang situ kira saya gak cape harus naik tangga buat ngajar kalian "

" Nah kan bu kita sama-sama cape jadi kita fak usah belajar aja, benerkan bu "

" Ndas mu "

Kalau menurutku ya, ibu Peri ini mirip banget sama sikap ku dia itu punya mulut pedes, terus judes ah dia adalah kakak sejati ku.

" Kalian udah hapalin kan pelajaran kemarin yang ibu Rangkum "

" Belum buuuuu, kecuali Mekia "

Mendengar itu aku langsung melirik tajam mereka sedangkan Relangga hanya tersenyum menghina ke arah ku. Memangnya jika aku di suruh ke depan aku takut, tentu saja tidak lagi pula tidak susah tinggal bilang " saya udah apal bu " gampangkan.

" Kalau Mekia ibu percaya beda lagi sama kalian. Ah sama Razeta juga ibu percaya "

Razeta yang kegirangan langsung melompat seperti orang kerasukan. Udah itu tangan mukul-mukul badan lagi, menyebalkan.

" Entar gue beliin makanan oke " bisik Razeta di telingaku. Ya dia bisa seperti ini kan berkan didikan ku jadi harus ada timbal baliknya.

Selama pelajaran berlangsung sampai pelajaran berakhir, semua murid di kelas XII IPS -1, terus saja di tes oleh ibu Peri yang benar-benar lolos dari kemarahannya cuman beberapa orang tak terkecuali aku dan Razeta.

" Gue kantin dulu beliin lo makanan "

Aku hanya bisa mengangguk saja tanpa berkata toh dia sudah hapan apa yang sering aku makan.

Hari ini begitu sunyi karena Relangga gak ganggu, suka males kalau sifat usilnya mulai menggila pengen jambak tuh kepala terus pisahin dari tubuh.

Setelah beberapa saat Razeta kembali dengan bungkusan makanan di tangannya. Dia kalau traktir gak pernah kira-kira, sekeresik gede aja di beliin toh anak bapak Pengusaha.

" Pacar lo di gandeng bicth "

" Siapa ?"

" Itu si Di.... "

Belum selesai Razeta mengatakan namanya, orang yang sudah di maksud sudah berada di ambang pintu dengan tangan yang menggandeng Relangga.

" Ica liat tas Dini baguskan terus liat Dini gandengan sama Relangga loh "

Ini cewek kalau datang niatnya kalau enggak mau manas-manasin ya pamer. Terus akunya bodo amat gimana atuh dan gak perduli toh aku udah setarap lebih atas dari dia.

" Kemana tas lo, basah atau di jual buat beli lipstik itu hmmm ?"

" Ih enggalah, kan aku mau Ica tahu akalu Dini punya tas baru "

" Pamer lo, gue sih bodo amat. Pergi gih gue mau makan "

Sumpah ini mulut gak bisa di ajak kompromi kalau masalah kaya gini mah. Mulut pedes bin kasar langsung aja ngekuarin kata-kata yang naudzubillah.

" Ica harusnya kamu itu majain Relangga, sayang-sayang gitu jangan judes mulu "

" Din gue itu hidup apa adanya jadi kalau Relangga enggak suka sama sikap gue dia udah putusin gue dari dulu juga, tapi liat nyatanya apa dia pertahanin gue kan. Dengerin ya Din lo itu gak ada apanya, saat lo cuman di kasih perhatian kaya gitu gue bahkan udah kenal keluarga dia semua jadi, see gue gak harus ngomong apa-apa lagi kan "


Aku tahu perkataan itu pasti menyakitkan tapi mau gimana lagi ini sudah terlanjur menyebalkan, dia begitu seperti wanita murahan padahal aku sendiri biasa saja pada dirinya.

Aku melihat Relangga melepaskan tangan Dini dan mengantarkannya keluar agar pergi ke kelasnya, tak ada natar mengatar karena itu tak ada dalam kamus Relangga.

Semua meliahat ku dengan binar sebuah kebanggan membuat ku menyipitkan matanya. " Apa liat-liat ?"

" Ibu presiden kelas ini bener-bener mantap, terusin Ca, kita suka liat itu cabe pergi dari kelas ini. Bingung gue sama si Relangga tertarik apanya sama si cabe "

Ucapan itu hanya membuatku menggelengkan kepala saja, lagi pula untuk apa aku menjawabnya itu bukan hal yang harus ku lakukan bukan.

Seseorang memeluku dengan begitu manja, aku bukan murahan hanya saja sudah lelah dengan sikapnya yang terus berulang ulang.

" Kamu gak marah be ?"

" Buat apa aku marah, toh dia pacar kamu jugakan ?"

" Tapi be , kamu keliatan kaya gak suka sama hubungan ini "

" Kamu gak nyaman ya sama aku karena gini, kalau gitu kenapa terus di pertahanin ?"

Sebenarnya jika sudah seperti ini aku selalu bingung. Aku memang tidak begitu perduli tapi ya mau bagaimana lagi hati ini sudah terpaut oleh pemuda ini.

" Aku sayanh kamu be "

" Aku juga "

Setelah saling mengatakan hal itu kami berdua saling tersenyum. Ya beginilah kami saat bersama dan saat menanyakan hal sensitif seperti tadi. Tak akan begitu panjang lebar untuk membahasnya karena ya pada akhirnya kami tahu bahwa semuanya tak boleh di paksakan.

SELINGKUH " I DON'T CARE "... ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang