CHAPTER 6

2K 83 0
                                    

Sabtu malam adalah hari yang bisa di sebut romantis atau hari orangnya pacaran, karena pada sabtu malam jalanan akan di penuhi dengan ornag yang berkencan.

Aku hanya diam mendudukan bokongku di sofa empuk di ruang tamu. Menonton acara tv meskipun mebosankan.

" Enggak main Ca ?"

" Emang harus ya main ?"

" Biasanya gitu, tiap malam minggu Angga ke sini "

Aku mendengus kesal mendengarnya. Tolong ingatkan dia bahwa tadi siang  Relangga memeluknya dan ikut tertidur bersama nya hingga ayah memarahinya karena di sangka sudah melakukan sesuatu.

Tapi ada hal yang membuat senang karena kemarin Relangga tak benar-benar melupakan hari ulang tahunnya.

Suara pintu di buka dari arah depan mengalihkan atensi ku, sehingga mau tidak mau aku meliriknya.

" Mau ngapain hah ?"

" Pacarnya dateng malah di marahin. Di sayang ke di bantuin ke "

" Ngarep banget "

Setelah mengucapkan itu aku benar-benar memfokuskan diri pada televisi lagi. Mencoba bodo amat terhadap lelaki yang membuat ayah marah.

Aku merasakan seseorang duduk di samping ku sambil mengendus-ngendus tubuhku setelah itu ia menidurkan kepalanya di paha ku sambil mengelus perutku.

" Be nikah yuk "

Aku yang mendengar ucapannya langsung saja memukul wajahnya dengan keras, sampai bunda uang berada di dapur mendengarnya.

" Lo gila hah, belum puas kemarin ayah marah " ucapku dengan suara keras. Sebenarnya ingin sekali aku memelintir lehernya hingga putus lalu membuang kepalanya agar tak melihat wajah menyebalkan Relangga.

" Serius mulu kamu be "

Mencoba menulikan pendengaran adalah hal yang bisa ku lakukan. Lagi pula Relangga adalah ornag ter aneh yang ia kenal setelah teman sekelasnya.

Dari arah belakang seornag wanita paruh baya datang dengan semangkuk buah yang sudah di hiasi mayonise dengan satu gelas susu.

" Ibu, kok ibu bisa ada di sini ?"

" Sengaja ikut, takut kaya tadi lagi " ucapnya dengan santai, sedangkan aku yang mendengarnya langsung mendelik ke arah Relangga yang sekarang sedang memainkan handphonenya.

" Mau gak saladnya ?" ucapku mencoba bertanya pada Relangga tapi yang ku dapat adalah di yang menggeser tubuhnya menjauh dariku sambil terus terfokus pada handphone yang ia genggam.

Melihat itu aku hanya bersikap bodo amat saja, toh ia yang menyebalkan bukan aku yang memulainya.

Selama duduk dan menonton tv di temani dnegan salad dan susu membuatku bosan apalagi saat tahu bahwa ibu memilih pulang setelah di jemput Bang Ivan -kakak Relangga .

Aku melirik ke arah Relangga yang tak melakukan apapun selain memainkan handphonenya yang mungkin sedang berkirim pesan kepada Dini, pikirku begitu..

" Ngga susu nya minum dulu entar banyak semut "

Relangga tak menggubrisnya bahkan ia masih terus sibuk dengan handphonenya. Aku kesal karena ia tak mau meminum susu buatan ibunya sendiri, jika masalah aku yang di abaikan itu bukan masalah besar tapi jika menyangkut makanan adalah hal besar.

" Ngga minum dulu, nanti lanjut lagi chat sama Dini nya " ucap ku sambil memberikan susu tersebut namun entah sengaja atau tidak ia menepis tanganku yang mana air susu itu tumpah di bajuku.

Bukan kaget lagi tapi aku marah dan kesal yang bersatu padu. Tanpa berucap apapun aku langsung beranjak sambil melemparkan bantal ke arah nya.

" Ca mau kemana ?"

" Ke kamar ganti baju. Bun tolong usir manusia gak tahu diri itu " ucapku kepada bunda dengan keras agar Relangga mendengarnya.

" Loh kenapa Ca ?"

" Usir aja bun aku gak mau liat wajahnya "

Setelah itu aku langsung membuka pintu dan menutupnya dengan begitu keras. Tak masalah bukan melampiaskan emosi pada apa yang kita pegang.

Setelah benar - benar tertutup aku langsubg menguncinya dan pergi mengambil baju ganti.

Merebahkan tubuh di kasur empuk adalah pilihan terbaik di bandingkan memilih untuk ke luar dari kamar. Menyetel musik dengan suara keras menjadi hal yang menenangkan.

Jika mereka akan menangis karena kekasih hati sedang asik berselingkuh di di handphonenya maka aku kesal karena dia malah memilih menepis susu itu.

Suara pintu yang di ketuk tak se lembut ketukan tangan ibu membuatku memilih diam. Aku tahu dia sednag mencoba berdamai maka dari itu aku mencoba untuk menjadi diriku.

Jika memaafkannya membuat ia malah melakukan melakukan kesalahan yang sama maka mendiaminya adalah hal yang tak salah juga.

Suara ketukan pintu semakin keras terdengar hingga suara dobrakan pintu menjadi akhir dari ketukan itu. Aku harap bahwa kerusakan pintu itu tidak terlalu parah.

" Be "

Mencoba mendiakannya adalah hal terbaik untukku, lagi pula dia juga menolak saat aku memberinya susu jadi untuk apa aku mencoba berlaku baik dan menganggao tak terjadi apa-apa.

" Kamu nganggap hubungan kita itu apa sih Ca, kamu tuh beda sama Dini dia sayangin aku dengan penuh kasih sayang sednagkan aku yang ngasih hal itu ke kamu tapi kamu balas kaya gini "

Mendengar itu membuat rasa kesalku bertambah, aku membalikan tubuhku dan emnatapnya dengan mata yang marah.

" Lo tahu gue kaya gini kenapa lo pertahanin. Lo mau sama Dinikan, yaudah sana pergi gak usah kembali lagi, lagi pula gue masih punya harga diri dibandi Dini "

Setelah mengatakan itu aku langsung mendorongnya ke luar dan menutup pintu itu meskipun aku tahu pintu itu sudah rusak.

Berjalan ke arah kasur tadi dna merebahkan diri setelah itu mencoba memejamkan mata dan tertidur. Melupakan hal yang terjadi adalah kebiasaan ku untuk menyamankan diri dengan segala hal.

SELINGKUH " I DON'T CARE "... ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang