e m p a t

4.7K 262 2
                                    

“jika ku lihat panasnya cinta di dalam hati
ku cari pancuran air untuk mendinginkan
berikan padaku kedinginan air yang pasti
karena dalam perut ada api yang menghanguskan”

[Syair Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah]

°°°

Dua minggu sudah atas lamaram dari Sarah dan Irfan, waktu berlalu dengan cepat dan Asma' baru memberanikan diri datang ke rumah keluarga Zulkar kembali, bukan untuk memberikan jawaban tapi mengambil barang-barangnya. Katakan saja jika dirinya ini seperti anak kecil, menghindari masalah yang tengah dihadapi. Bukan seperti itu. Pernikahan bukanlah hal sepele yang bisa dijawab dengan cepat. Bukan perkara pacaran yang masanya hanya sesaat. Ini masalah ibadah seumur hidup, pernikahan.

"Asma'? Kenapa tidak telpon? Aku bisa jemput kamu dari rumah abah kamu," Irfan membuka pintu lebar-lebar agar Asma' bisa masuk, mensejajarkan langkah kakinya.

"Ndak, Mas. Aku ke sini cuman mau ambil barangku."

"Kamu mau pulang?" Asma' menghentikan langkahnya, menghadap Irfan dengan kepalanya yang senantiasa tertunduk.

"Maaf kalau Mas Irfan merasa digantungan oleh Asma'," ucap Asma' yang menyeka air matanya.

"Asma', aku tahu, aku mengerti. Aku melamarmu pun juga memikirkan segalanya. Masa depan pernikahan itu nantinya akan seperti apa, juga dari rahim siapakah anak-anakku akan lahir dan tumbuh sehat. Aku memikirkan itu." Asma' mengangguk samar, "aku sabar menunggu jawabanmu."

"Terimakasih, Mas."

"Kemas barangmu, aku antar pulang ke rumah abah," Asma' mengangguk menurut dan teriakan dari Lita menggurungkan niatannya.

Tatapan Asma' dan Irfan yang saling kebingungan, serta Sarah yang baru keluar dari kamarnya.

"Ada apa?" tanya Sarah yang sama bingungnya. Tak mendapat jawaban yang memuaskan, Sarah mendekati sumber suara teriakan Lita. "Ma!" pekik Sarah terkejut mendapati Lita mendorong Atikah kasar keluar dari kamar gadis itu.

"Dasar anak tidak tahu diuntung, ya. Kamu itu udah enak, Mama turutin apa aja maumu, tapi ini balasanmu ke Mama?" murka Lita menunjuk Atikah yang tersungkur di lantai.

"Ma, ada apa?" Sarah mencoba menenangkan Lita dengan lembut. "Kenapa Mama marah seperti ini?"

"Ayo, Mbak Tikah," Asma' membantu Atikah berdiri dan memeluk bahu gadis itu yang menangis tersedu-sedu.

"Tante, kita bisa bicarain semuanya dengan baik-baik. Ayo kita ke ruang tengah," Irfan menuntun Lita yang terengah-engah, murka.

"Istighfar, Mbak Atikah. Astagfirullah hal adzim," tuntun Asma' lembut. Asma' duduk di samping Atikah, tangannya mengenggam tangan Atikah untuk memberinya kekuatan. "Terus instighfar, Mbak."

"Dia ini," Lita menunjuk ke arah Atikah dengan geram, "anak tidak tahu diuntung ini,"

"Mama," Sarah menurunkan tangan Lita, menenangkan ibunya yang murka. "Tenang, Ma."

"Dia ini udah mempermalukan keluarga kita. Dia udah mencoreng nama baik keluarga Zulkar," ujar Lita berang.

"Maksud Mama ini apa?" Sarah menuntut penjelasan.

Tasbih Cinta [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang