Return : 9

5.3K 639 112
                                    

Changbin berlari menuju ruang UGD tempat di mana Hyunjin kini dioperasi. Kabarnya, ketika dalam perjalanan -yang gilanya malah pakai motor itu- Hyunjin tiba tiba pingsan dengan wajah yang tambah pucat. Darah itu hampir membuat seluruh bajunya jadi bewarna merah, tak cuma baju Hyunjin saja, baju si Park Woojin pun ikut terkena darah bahkan sepunggung punggung.

BRUK

Changbin meninju Woojin tepat ketika dia sampai di depan ruang UGD, "KAU INI BODOH ATAU GILA? TELPON AMBULAN, BUKANNYA PAKAI MOTOR, DASAR SINTING!"

Woojin yang ditinju hanya diam saja, ya ini kesalahan dia juga, namanya orang panik kadang tidak bisa difilter dulu pikirannya. "Maaf, ku pikir kalau telpon ambulan akan lebih lama."

Changbin menendang kursi tunggu rumah sakit. "Kau bisa kan pakai mobil?"

Woojin menggelengkan kepalanya lemah, "Mobil dipakai Chanyeol balapan."

"Sial!"

Changbin memutuskan untuk diam, menunggu dokter yang sedang membantu Hyunjin di dalam. Sejujurnya dia sangat khawatir akan keadaan Hyunjin yang sudah dia anggap sebagai keluarganya sendiri selain Yangbin sang adik.

Karena menurutnya Hyunjin itu berbeda, walau dia sedikit gila dan tidak waras, namun dia tahu kalau hati kecil Hyunjin itu jauh dari kata jahat. Pertemanan yang dibangun baru setahun lebih itu memang terbilang singkat untuk dibilang sangat dekat, namun apabila hati dan perasaan yang bermain, sesingkat apapun waktunya semua itu bisa terjadi. Ya begitulah yang selama ini dipercayai oleh Changbin, takdir dan kenyamanan hati yang membuatnya dekat dengan Hyunjin.

Lelah menunggu akhirnya seorang dokter keluar dari ruang UGD dengan masker yang masih menutupi separuh wajahnya. Dokter itu melepas kedua sarung tangannya yang dipenuhi darah terlebih dulu sebelum memberitahu keadaan Hyunjin. Namun wajahnya tidak terlihat lega ataupun khawatir, sedikit ragu ragu namun berbahaya.

"wakil dari pasien Hyunjin?"

"Ah ya, saya dok!" Changbin segera berdiri.

Sang dokter meminta Changbin untuk mengikutinya ke ruang dokter, namun Changbin menolak dan meminta agar disini saja. "Disini saja, tak usah banyak basa basi."

Sang dokter pun menyetujuinya dan memberitahu apa yang terjadi pada kondisi Hyunjin pasca operasi dadakan itu, "Luka yang dilami pasien memang parah, bahkan rasanya lebih parah dari pada di tabrak mobil biasa. Apa benar ditabrak mobil bukan truk? Ah ya, dan sayatan yang ada dilehernya untung tidak dalam, walaupun nyaris saja memutus urat nadinya."

Kerutan di dahi Changbin bertambah, "jadi?"

Sang dokter menarik nafas dalam sebelum dia melanjutkan perkataannya, "pasien sudah melewati masa kritis, namun dirinya masih tak sadarkan diri hingga beberapa hari ke depan."

Changbin mengepalkan tangannya, urat urat yang muncul di sekitar lengannya tidak bisa ditutupi hanya dengan sebuah jaket, bahkan urat urat itu muncul hingga kepalan tangannya. Woojin yang paham bahwa si petarung pengedar narkoba itu akan emosi, dia langsung mengambil alih. "Ah ya, terimakasih."

Tepat ketika dokter itu pergi, Changbin meninju kencang sebuah kaca yang diletakan di tengah tengah dinding, hingga kaca itu pecah, retak, hancur, dan darah yang menghiasinya. Ya, darah itu adalah darah yang berasal dari kepalan tangan Changbin. Intinya, tangan Changbin berdarah karena meninju cermin yang panjangnya dari ujung ke ujung tembok.

"Kau!-" tunjuk Changbin pada Woojin, "Jaga Hyunjin disini, kalau kau lengah sedikit saja, kau akan bernasib sama dengan Hyunjin."

Tanpa mengucapkan apa apa lagi, Changbin pergi meninggalkan Woojin yang sedikit khawatir dengan kondisi Bangchan sebentar lagi. Apa masih selamat? Atau tidak?

▶Return◀[ChangLix]🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang