27

715 32 0
                                    

Satu bulan sudah berlalu, seperti biasa Aqilla di sibukkan dengan tugas tugasnya di rumah sakit. Sejak kejadian pertengkaran dirinya dan Sabya, Aqilla tidak pernah berkomunikasi lagi dengan orang rumah. Aqilla sengaja mematikan hp seminggu lamanya. Tiga minggu yang lalu saat sang papa ke rumah sakit ingin menemui dirinya, Aqilla menghindar dengan alasan ada pasien yang masuk, sebagai dokter koas ia harus sigap membantu. Bram mengerti dengan keadaan sang anak. Tiga hari kemudian Bram datang kembali, kali ini Baram membawa Aisyah dan Aqilla melihat dari kejauhan, ia juga tidak mau menemui kedua orang tuanya. Aqilla tau kedua orang tuanya itu pasti membahas tentang pertengkaran dirinya dengan Sabya. Aqilla tidak mau di temui dengan alasan pekerjaan,dan lagi lagi kedua orang tuanya mengerti.

Saat Aqilla mengistirahatkan tubuhnya di sofa, hp yang berada di genggamannya berdenting tanda pesan masuk. Ia tersenyum miring membaca pesan itu. Pesan yang masuk itu, ternyata dari sang mama yang memberitahukan kalau Sabya saat ini sedang sakit.

"persetan dengan semua ini, kenapa mama teralalu memanjakan dia ma? Anak mama itu aku bukan dia." lirih Aqilla, tak terasa air matanya jatuh. Aqilla menghapus dengan kasar.

"lo egois Qill," suara yang menyadarkan Aqilla dari lamunan membuat Aqilla mendecih, ia mendapati Ani berada di depan pintu ruangan. Ani berjalan menghampiri dan duduk di sebelah Aqilla.

"ngapain lo ke sisni?" tanya Aqilla dengan nada sinis.

Ani melihat kesinisan Aqilla menghembuskan nafas berat," seharusnya lo tidak perlu kayak gini Qill, dengan lo begini apa lo tidak peduli bagaimana rasa bersalahnya Sabaya?" tanya Ani dengan nada tenang, ia tau kalau Aqilla marah marah seperti ini, dirinya harus bersikap tenang menghadapinya.

"cih, semua orang memperdulikan perasaan dia,dia,dia dan dia. Lo ngga tau kan tersiksanya gue karena selalu di banding bandingkan dengan dia,dan lo sebagai sahabat gue juga memilih dan membela dia. Kenapa semua orang selalalu membela dia,kenapa semua orang selalu lebih memperhatikan dia dan kenapa semua orang lebih mengutamakan perasaan dia? Sedangkan gue? apa pernah orang orang mengerti dengan perasaan gue, apa pernah orang orang bertanya apa yang gue rasain? Bahkan kedua orang tua gue lebih sayang dia dari pada gue. Kenapa!" ucap Aqilla keras. Susah payah ia menahan air matanya supaya tidak tumpah,dan akhirnya keluar juga.

"lo salah Qill kalau gue kesini menyalahkan lo,dan lo juga salah kalau berfikiran semua tentang Sabya dan kedua orang tua lo. Gue kesini cuma mau bilang kalau kedua orang tua lo sangat merindukan lo, seenggaknya telfon mereka dan bilang kalau lo baik baik saja. Tentang harapan lo ke Azka, lo tidak usah khawatir. Lo hanya salah paham dengan semua ini. Asal lo tau Sabya sangat sangat menyayangi lo Aqilla."

" persetan dia sakit, aku tidak peduli." Ucap Aqilla dengan senyum meremehkan.

Ani menghembuskan nafas berat, ia tidak menyangka Aqilla bersikap seperti ini. Dalam hal ini Aqilla juga tidak salah, ia hanya mengeluarkan semua apa yang dia rasakan, tapi tetap saja cara Aqilla salah dengan menghidar seperti ini.

" gue tidak tau lagi harus ngomong apa sama lo Qill, gue tau lo butuh waktu untuk menengkan pikir. Pulanglah kalau emang lo ingin pulang, lawan sedikit keras kepala lo sebelum semuanya terlambat Aqilla." Ucap Ani sambil meninggalkan Aqilla yang masih berurai dengan air mata.

********

Sudah dua minggu Sabya menjalankan kemoterapi, sejauh ini tubuhnya tidak menolak dengan hal tersebut. Ya meskipun begitu,rasa sakit yang Sabya rasakan bisa dia tahan dan Sabya tidak pernah mengeluh sedikitpun di depan keluarganya. Sabya tidak ingin menambah beban keluarganya kalau dirinya memperlihatkan rasa sakit yang di rasakan. Akibat kemoterapi itu rambut Sabya habis dan Sabya terlihat kurus. Dua minggu sebelum Sabya mulai kemoterapi, Arga memeriksa keadaan Sabya di rumah. Arga membawa Ilham kerena sahabatnya itu memaksa untuk ikut. Akibat dari Arga membawa Ilham ke rumah Sabya, mereka mulai akrab dan Ilham mencoba untuk merekomendasikan rumah sakit yang terkenal di jakarta tentang pengobatan kanker, dan alhasil disinilah Sabya sekarang di rawat.

"Asslamualaikum," seseorang mengucapkan salam dari luar,dan menuju ke bankar dimana Sabya tengah berbaring sekarang.

"Waalaikumsalam," jawab Sabya dengan senyuman tulus. Sabya mencoba untuk duduk dari tidurnya dan langsung di cegah oleh orang itu.
" tidak apa apa mas,aku sudah sembuh." Ucap Sabya dengan senyum menenangkan. Ilham hanya menghembuskan nafas dan duduk di kursi mengahdap ke arah Sabya. Ya, orang yang mengucapkan salam itu adalah Ilham.

"mas tidak bekerja?" tanya Sabya yang masih sibuk memperbaiki duduknya.

"hari ini saya libur, untuk apa karyawan di gaji kalau masih saya yang turun tangan."

Mendenger perkataan Ilham, Sabya hanya mencibir. Pasalnya setiap Sabya bertanya soal kerja, jawaban itu terus yang Sabya dapat.

"dasar tidak kreatif," kekeh Sabya. Ilham hanya mengangkat kedua bahunya bertanda tak acuh.

Ilham menyodorkan buku bersampul biru muda di hadapan Sabya, membuat kekehan Sabya berhenti dan berubah menjadi ekspresi heran, tapi tak urung ia mengambil buku itu dari tangan Ilham.

"buku ini?" tanya Sabya.

"iya, itu buku yang selama ini kamu cari kan? Maaf aku baru bisa mengembalikannnya kepadamu."

"kok bisa?"

"iya, saya menemukan buku ini di belakang di taman kampus waktu itu, saat kamu, Ani dan Aqilla tengah bercanda. Tidak sengaja kamu menjatuhkan buku itu, dan saya mengambilnya."

Mendengarkan nama Aqilla, ekspresi sabya berubah menjadi sendu. Ilham yang melihat perubahan rawut wajah Sabya merasa bersalah.

"maaf," lirih Ilham.

"tidak apa apa, im oke." Ucap Sabya tersenyum gentir. "oia kenapa mas sampai di tamaan saat aku tak sengaja menjatuhkan buku ini?" Sabya mencoba mengalihkan pembicaraan supaya Ilham tidak merasa bersalah atas pembahasannya tadi. Merasa rahasianya terbongkar, selama ini Ilham yang terus menuruti dan menjaga Sabya dari kejauhan, Ilham mencoba mengalihkan pembicaraan. Ketika Ilham mencoba mencari alasan, tiba tiba terdengar suara dari pintu membuat Ilham mati kutu.

" apa kamu tidak tau Saby? Selama ini kamu di mata matai oleh dia."

Sabya mendengarkan perkataan itu, menoleh ke sumber suara mendapati Ani,Arga dan Azka di ambang pintu. Mereka berjalan menghampiri Sabya dan seperti biasa Ani selalu memeluk Sabya hangat. Sabya masih menampakkan wajah heran, sedangkan Ilham jangan di tanya lagi. Susah payah ia menahan rasa kesal karena ulah teman temannya ini, dan rasa malu ke pada Sabya.

"sudahlah Ham, sudah saat nya lo cerita semuanya kepa Saby, ya nggak Ga." Ucap Azka sambil menaik naikan kedua alisnya bertanda menggoda Ilham, Arga dan Ani hanya terkekeh. Ilham yang merasa terpojokkan ingin menghindari situasi ini.

" eh, gue balik dulu ya. Urusan kantor memanggil nih."

"aish, cemen lo Ham. Itu aja pakek menghindar segala, sampai kapan lo kayak gini terus?" ucpa Azka menimpali.

Ilham mendengus sambil melirik Arga dan Azka tajam, yang di lirik hanya nyengir kuda. Ilham melihat ke arah Sabya mendapati kening gadis itu berkerut,
" tidak usah dengarkan perkataan mereka Azmi, mereka sedikit kurang waras. Yaudah, saya pergi dulu ya, hati hati dengan mereka, biasanya mereka suka menggigit." Ucap Ilham sambil memaksakan senyumannya dan melangkah pergi. Azka, Arga dan Ani tertawa mendengarkan perketaan Ilham.

Hanti sabya terasa menghangat, saat Ilham memangilnya Azmi. Sabya merasa nama itu tidak asing baginya, entahlah mungkin hanya perasaan Sabya saja.

Karena Satu Alasan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang