30

1.2K 28 1
                                    

Sudah seminggu Sabya tidak sadarkan diri dari koma, Aqilla selalu menjenguk Sabya di rumah sakit. Rasa bersalah yang terlalu besar membuat Aqill terus menangis saat melihat Sabya terbaring tak berdaya. Aqilla selalu mengajak bicara Sabya, selama seminggu ini, ia terus menceritakan masa kecil mereka sekali kali Aqilla menangis sambil tertawa.

"bangun Saby, sampai kapan kamu seperti ini terus? Apa kamu tidak capek di sini terus." Ucap Aqilla sambil menghibur dirinya sendiri. " maafkan aku karena udah membentak kamu, maafkan aku karena sudah kasar kepadamu dan maafkan aku atas sikapku selama ini terhadapmu Saby." Apa kamu mau aku selalu merasa bersalah seperti ini terus? Kamu sayang aku kan Saby? Maka itu, cepatlah bangun, mari kita bermai  sepeda besama lagi, kita liburan ke kampung oma lagi. Aku tidak akan memarahimu lagi, kalau kamu sadar, aku janji Saby." Aqilla tidak dapat menahan tangisnya. Aqilla menunduk dan menyembunyikan wajahnya sambil terisak di samping Sabya. Sudah lama berbincang Aqilla keluar meninggal ruangan itu dan mecium kening Sabya sebelum pergi.

******

Ilham duduk di taman rumah Sakit, ia termenung memikirkan apa yang telah terjadi belakangan ini.  Ilham belum berani menjenguk keadaan Sabya, ia terlalu takut untuk menghadapi kenyataan kenyataan yang ia terka. Ilham belum sanggup menrima kenyataan yang sudah terjadi.

" sampai kapan lo sperti ini terus Ham?" Arga menghampiri Ilham dan duduk di sebelah Ilham. Ilaham yang mendengarkan suara Arga menoleh dan membuang pandangannya ke depan. Ilham memang berniat untuk ke rumah sakit dimana Sabya di rawat, dan ia meminta Arga untuk menemani dirinya, karena Ilham tidak Sanggup ke tempat Sabya sendirian. Ilaham mampir kerumah sakit tempat Arga bekerja, sebelum menuju ruangan Arga, Ilham merasa dirinya butuh sedikit waktu dan ia mampir ketaman rumah sakit terlebih dahulu. Tiba tiba arga menghampirinya, tidak perlu lagi Ilham bersusah payah ke ruangan Arga, karena Arga sudah berada di sampingnya sekarang. Keheningn tercipta, sampai Arga kembali membuka suara.

"gue yakin Sabya kuat bro, dan lo tidak boleh seperti ini, apa lo tidik percaya takdir Allah? Gue tau, troma yang lo miliki sedari dulu membuat lo takut untuk kehilangan lagi. Lo tidak bisa memungkiri kalau di saat ada pertemuan pasti ada perpisahan. Entah itu berpisah dengan cara bahagia atau berpisah dengan cara menyakitkan, itu hanya Allah yang bisa menentukan. Gue sebagai teman lo hanya bisa mengingatkan kalau lo lupa, yang bisa membuat diri lo kuat itu hanya lo sendiri, bukan orang lain. Bisa jadi lo berubah seperti ini alasannya adalah Sabya, tapi lo juga harus tau kalau Allah menghadirkan Sabya untuk perjalanan hijrah lo, bisa juga Allah mengambil alasan hijrah lo itu untuk menguji perjalanan hijrah lo juga. Siapa yang tau, hanya Allah yang mengatur segalanya. Lo sebagai manusia sebisa mungkin berperan sesuai dengan skenario yang telah Allah tentukan, entah itu peran yang sesuai dengan keinginan lo atau tidak, lo harus bisa melawati semua itu."

Ilaham menghembuskan nafas kasar, apa yang Arga katakan memang benar. Dirinya harus bisa menerima semua dengan ikhlas. Bukankah dalam hidup ini butuh keikhalasan untuk menghadapi semua yang tidak di ingikan menjadi ringan, tapi mangapa Ilham masih saja lemah dalam urusan ini? Entahlah, ini hanya masalah waktu supaya Ilham dapat benar benar ikhlas apapun yang terjadi. Ilham bangkit dari tempat duduk tersenyum ke arah Arga dan melangkahkan kaki ketempat yang ingin ia tuju saat ini, melihat Ilham tersenyum dan pergi, Azka juga mengikuti Ilham dari belakang.

******

Ilaham masih mengamati wajah Sabya tertidur tampak damai, meskipun wajah Sabya sedikit tertutup oleh tabung oksigen di mulutnya tidak mengurangi keanggunan wajah Sabya. Sudah lima belas menit Ilham berada di ruangan Sabya, ia masih bungkam. Melihat kondisi Sabya seperti ini airmatanya jatuh. Ilham begitu sakit melihat keadaan Sabya seperti ini.

"hei, maaf aku baru sempat datang." sapa Ilham dengan tersenyum gentir. "apa kamu tidak capek berbaring terus Azmi,hmmm?" tanya Ilaham. Tidak ada jawaban dari Sabya, membuat Ilham diam sejenak. " apa kamu tidak meridukan mas Iam mu waktu kecil Azmi?" lagi lagi Ilham tidak mendapat jawaban dari orang yang berada di depannya. " baiklah, kali ini kamu menang Azmi. Kamu tidak mau menjawab pertanyaan ku, akan aku ceritakan sedikit yang aku rasakan, apa kamu siap mendengarkan?" Ilham tidak dapat lagi membendung air mata, dengan tidak sopannya air mata Ilham terus keluar. " waktu aku kecil aku terpesona dengan mata hazel yang aku lihat dari anak yang berada di taman dekat kompleks. Aku yang awalnya begitu dingin, tiba tiba menghangat saat melihat anak itu mengedipkan matanya. Sejak itu aku berusaha dekat dengan dirnya. Aku yang baru saja merasa kehilangan atas kepergian mama, dengan adanya anak kecil itu hari hari ku berasa sangat bewarna, aku merasa kehadiranku sangat di butuhkan, membuat aku berjanji kepada diri sendiri untuk menjaga dan melindungi anak itu. Aku tau anak itu selalu menunggu kedatangan ku untuk bermain, aku juga tau anak itu tinggal bersama keluarga angkatnya, dan aku juga tau anak itu mempunyai saudara angkat perempuan yang kadang masih cemburu dengan kehadiran anak kecil itu. Maka dari itu aku berjanji kepada diriku sendiri untuk melindungi dan menjaganya. Kau tau anak itu siapa? anak kecil yang begitu rapuh dan berusaha tersenyum untuk semua  orang  itu dia adalah Azmia Sabya orang yang berbaring lemah mencoba melawan penyakitnya saat ini Azmi. Kamu, kamu adalah gadis itu Azmi." Ilham diam sejenak mengatur nafasnya.
"Sekarang lihatlah, aku tidak becus bukan? Aku tidak becus menjagamu sehingga kamu seperti ini. Bangunlah Azmi, aku mohon jang mau kamu kalah dengan penyakit ini. Maaf aku baru bisa jujur selama ini terhadap mu, aku terlalu pengecut untuk mengatakan ini semua di hadapanmu," suara Ilham tercekat. Ilham menangis sejadi jadinya di hadapan Sabya saat ini, ia tidak peduli jika Sabya tau dirinya menangis. " kalau aku boleh jujur, dari rasa ingin menjaga dan melindungi lama lama berubah menjadi rasa sayang dan cinta, azmi. Aku cinta sama kamu. Kamu tidak marah kan?" maaf kan aku Azmi, maaf. " ucap Azka sambil tersedu sedu dan menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tanpa Azka sadari Sabya juga meneteskan airmata dari sudut matanya. Seketika bunyi monitor berbunyi nyaring membuat Ilham terlonjak kaget ia segera menekan alarm bahaya dan berteriak memanggil dokter. Aisyah, Bram, Ani dan Arga mendengar teriakan Ilham dari dalam membuat mereka masuk  dan melihat apa yang terjadi. Tidak lama setelah itu doketr datang memeriksa keadaan Sabya. Aqilla dan Azka yang baru sampai di lorongan menuju ruangan Sabya,melihat dari jauh dokter masuk keruangan Sabya dengan terburu buru, merekapun juga mempercepat langkah kaki mereka.

"maaf, Sabya sudah pergi meningalkan kita semuua." Ucap dokter Gio dengan nada sendu. Semua orang berteriak histeris, apalagi Aqilla yang baru datang mendengar kabar itu langsung berhamburan memeluk Sabya, tidak lama setelah itu pandangan Aqilla menjadi gelap dan Aqilla tidak sadarkan diri.

********

Aqilla sadar dari pingsan, sudah dua hari Sabya di kebumikan. Aqilla mencoba bangun dari tidur sambil memegangi kepala yang masih terasa pusing. Aqilla meneliti ruangan yang sedang di tempati saat ini. Ruangan yang tidak asing baginya, yaitu kamarnya sendiri. Aqilla mencoba mengambil posisi ternyaman sambil menyandarkan badan. Terdengar dari kamar Aqill orang orang yang lagi membaca yasinan. Aqilla mencoba mengingat kejadian sebelum ia jatuh pingsan, seketika airmata Aqilla luruh. Ternyata itu bukan mimpi, Sabya benar benar telah pergi meninggalka dirinya. Tiba tiba pintu kamar terbuka, menampakkan Ani yang tengah tersenyum sambil membawa nampan berisi bubur.

"kamu sudah sadar qill? Sudah dua hari kamu pingsan. Aku begitu mencemaskan mu," ucap Ani mencoba terlihat biasa. Ani mencoba tegar di hadapan Aqilla, sebagai sahabat ia harus menguatkan Aqilla. Kalau dia juga sedih berlarut larut, lalu siapa lagi yang memberikan perhatian dan pengertian dengan sahabatnya ini. Ani tau Aqilla sekarang tengah menyalahkan dirinya atas kepergian Sabya.

"jadi, semua ini tidak mimpi?" lirih Aqilla, masih dengan airmata yang membanjiri pipinya.Mendengarkan itu, Ani langsung memeluk dan mencoba menenangkan Aqilla.

"Kenapa ni, Kenapa dia jahat sama aku? Kenapa dia pergi di saat aku belum bisa membahagiakan dia, belum bisa membalas kasih sayangnya, kenapa?" racau Aqilla, tak erasa Ani jga mengeluarkan airmata.

"kamu jangan ngomong begitu Qill, perpisahan adalah awal dari segalanya. Doakan saja Sabya tenang di sana. Kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan, Sabya pasti sedih melihat kamu seperti ini." Ucap Ani sambil melepaskan pelukannya dan menghapus lembut airmata Aqilla. Ani mengeluarkan kertasa berwana biru muda dan memberikan kepada Aqilla.

"apa ini?" ujar Aqilla dengan suara khas orang sudah menangis.

" ini surat yang aku temui di rumah sakit tempat Sabya di rawat dulu, surat ini tertuju untuk kamu. Bacalah Qill," ucap Ani sambil menyodorkan kertas biru muda itu kepada Aqilla.

Aqilla mebuka dan mulai membaca surat itu.

Assalamualaikum,

Untuk saudaraku Aqilla, maaf jika selama ini aku selalu menyusahkan mu, maaf selama ini aku selalu menjahili kamu. Menjahili kamu adalah candu bagiku, membuat kamu marah adalah kesukaan ku. Aku minta maaf atas apa yang telah aku lakukan terhadapmu, aku tidak bermaksud untuk mengambil kasih sayang mama dan papa. Maaf kan aku jika kehadiran ku selama ini membuatmu terganggu. Kebahagiaan mu adalah hal yang utama bagiku. Disini aku sedikit memebritahumu, maaf aku sempat mengagumi mas Azka, ternyata selama ini aku salah mengartikan rasa kagum ini. Ternyata rasa kagum yang selama ini aku pendam tidak lebih dari rasa kagum kepada seseorang yang telah membawaku bertemu dengan keluarga ini. Aku minta, kamu jangan mecemburui mas Azka. Aku minta kepadamu berbahagialah Aqilla apapun yang terjadi, karena kebahagaiaan mu yang paling aku tunggu.mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah menyusul ibu dan Ayah. Ingatlah Aqilla, Kita di pertemukan karena satu alasan, dan kita di pisahkan juga karena satu alasan. Mungkin sudah saatnya Allah menyudahi kita untuk bersama, peranku sebgai saudara mungkin sudah aku lakukan, meskipun aku merasa sebagai saudara belum becus menjaga dan menbahagiakanmu, tapi ketahuilah aku sangat berterimakasih kepada Allah karena telah mempertemukan kita. Berjanjilah kepadaku Aqilla, kamu tidak merasa bersalah dengan semua ini, aku tidak suka kamu menyalahkan diri sendiri. Ini sudah takdir dan ketentuan dari Allah Aqilla. Berbahagialah Aqilla. Hiduplah dengan bahagia bersama mas Azka, nanti jangan lupa kenalkan aku dengan keponakanku yang cantik dan ganteng itu. Aku titip mama dan papa ya Qill, jaga mereka, jangan buat kereka sedih lagi. Berajanjilah Aqilla .

Wassalam, dari saudara yang sangat menyayangimu. Azmya Sabya.

Aqilla menangis sejadi jadinya setelah memembaca surat dari Sabya, ani yang masih berada di kamar Aqilla kembali memeluk Aqilla menengkan.

Karena Satu Alasan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang