Nine

5.4K 647 258
                                    

"Ini sudah jam delapan malam." Lirikan pada jam dinding, kemudian helaan napas panjang mengikuti setelahnya. "Turunlah, ayah pasti sudah menunggumu."

Nada persuasi yang tersemat di kalimat Doyoung tidak lantas membuat Jaehyun beranjak. Ia tetap bergeming, memainkan jemari panjang sang omega tepat di hadapan wajahnya, dengan sebersit tanya dalam hati. Atas dasar apa anggota tubuh yang terdiri dari tulang, daging, dan kulit itu terasa begitu lembut di tangannya?

"Jae..." Sekali lagi Doyoung bersuara. Kali ini dengan sedikit tarikan pada tangannya yang digenggam. Sia-sia, memang. Genggaman Jaehyun sama sekali tidak mengendur. "Ayolah. Ayah akan marah kalau kau membuang-buang waktu."

Terdiam sebentar. Kemudian barulah Jaehyun mengurai tautan jemari mereka. Namun belum sempat Doyoung mengembuskan napas lega, ia kembali tersentak oleh sang suami yang kembali menariknya, kali ini ke dalam sebuah pelukan yang erat. Kedua mata Doyoung sempat membelalak, sebelum terganti dengan seutas senyum tipis yang merekah di bibirnya, menyertai gerakan tangan yang merambat ke belakang kepala Jaehyun.

"Dasar," gumam Doyoung pelan, mengacak helaian coklat di bawah jari-jari panjangnya. "Yang hamil itu aku, tapi kenapa sekarang malah kau yang manja?"

Tidak ada jawaban, hanya suara napas halus Jaehyun yang menerpa permukaan sweater-nya yang Doyoung rasakan. Dan hal itu membuatnya kembali menghela napas, tak habis pikir. Kenapa Jaehyun mendadak bisa semanja ini, ia sungguh tidak mengerti.

Ah, biar kujelaskan. Posisi mereka saat ini adalah; Jaehyun duduk di tepi ranjang, wajahnya tersembunyi di antara fabrik sweater putih yang Doyoung kenakan, tepat menempel pada perut sang omega yang berdiri di hadapannya. Suasana kamar mereka saat ini temaram, dengan siraman cahaya dari bulan yang berhambur masuk melalui jendela persegi lebar di sisi ruangan.

Sungguh, keduanya sama sekali tidak ingin momen intim ini berakhir. Tapi, apa yang bisa mereka lakukan kalau sang dominan harus segera pergi untuk menunaikan misi penting?

"Doyoung-ah?" tanya Jaehyun pelan. Sedikit teredam karena ia masih setia melesakkan wajahnya di perut Doyoung. "Aku masih tidak percaya."

Doyoung mengernyitkan alis, tidak mengerti. "Soal apa?"

"Anak kita... Sedang tumbuh di sini 'kan?" Jaehyun mengeratkan pelukan di pinggang Doyoung, menggesekkan pipi pada perut yang terlapisi pakaian. "Dan dalam beberapa bulan ke depan, ia akan lahir?"

Doyoung terdiam sebentar, mengerjap tiga kali hingga kemudian tawa kecil menyusul. Ia mengacak rambut Jaehyun gemas sebelum berkata, "kenapa bertanya seperti itu? Iya, anak kita sedang tumbuh di sini. Menunggu dengan sabar untuk bisa bertemu dengan kita."

Perkataan itu memunculkan senyum di bibir Jaehyun, sangat lebar hingga lesung di kedua pipinya terlihat begitu kentara. Dengan hati yang menghangat, ia lantas melayangkan kecupan sayang pada perut Doyoung sebelum berkata, "kau punya ibu yang luar biasa dan ayah yang tampan, nak. Baik-baiklah selama di sana dan tumbuhlah dengan sehat. Kami menyayangimu."

Kendati sedikit terusik dengan perkataan Jaehyun pada bagian 'ayah yang tampan', tak bisa dipungkiri bahwa rasa haru mengisi hatinya penuh-penuh hingga Doyoung merasakan pandangannya memburam. Bagaimanapun, pemandangan di mana mate-mu mengucap dan mengecup sayang sang buah hati yang bahkan mungkin belum ditiupkan nyawa, tidak pernah ia ketahui ternyata akan terlihat sebegini indahnya.

Namun sayangnya, suasana haru itu harus buyar karena suara ketukan di pintu.

"Jaehyun, aku tidak tahu apa yang sedang kaulakukan di dalam, tapi kita harus segera pergi."

Sementara suara langkah sepatu yang menjauh menggema dari luar kamar, erangan keras Jaehyun terdengar bersamaan dengan pelukan yang terurai. Doyoung hanya tertawa kecil melihat Jaehyun yang memasang wajah masam, terlihat jelas bahwa ia keberatan untuk pergi.

Fated Mate; JaedoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang