Fourteen

2.4K 358 51
                                    

"Jadi, namanya Mark Lee?"

Pertanyaan itu terucap dari mulut Seokwoo diiringi suara semilir angin, berlatarkan deret pepohonan hijau serta sungai kecil yang jernih. Seokwoo duduk menyandar pada sebatang pohon, meluruskan kaki seraya menatap rerumputan yang bergoyang mengikuti arah angin.

Dan ada Kim Doyoung di sana, tepat menghadap Seokwoo, dengan Mark yang terlelap di pangkuannya. Luka anak itu sudah dibebat sedemikian rupa hingga tidak mengalirkan darah lagi, entah bagaimana kedua tangan lihai Doyoung melakukannya.

"Iya," Doyoung mengangguk seraya mengusap sisi wajah Mark, tersenyum simpul ketika melihat anak itu mulai bernapas teratur. "Aku bertemu anak ini di panti asuhan."

Seokwoo mengangkat sebelah alis, menatap Doyoung sangsi. "Panti asuhan? Kau pernah ke sana?"

Sekali lagi Doyoung mengangguk, mempertegas jawabannya. "Saat aku menemani Jaehyun bertugas."

Seokwoo tertegun sejenak. 'Ah, si brengsek itu,' batinnya muram. Aku lupa dia ini omeganya.

Seokwoo mendengus keras--sarat akan kekesalan dan rasa benci, namun Doyoung jelas tidak menyadari. Ia masih terfokus penuh pada figur mungil Mark, memberi usapan-usapan halus pada kepala bersurai hitam lebat itu.

Adalah hening yang menguasai keadaan setelahnya. Namun, ketika Seokwoo berupaya menekuk kaki, sengatan perih mendadak begitu terasa oleh sang alfa, hingga ringisan pun keluar dari mulutnya tanpa terelakkan. Dan saat itu barulah atensi Doyoung teralih. Keningnya mengernyit bingung.

"Kau kenapa?"

Seokwoo kembali meringis, tangannya menekan-nekan satu sisi pada paha bagian bawahnya. Denyut nyeri kembali berulang, dan saat Seokwoo melihat titik sakitnya, ada luka gores dan darah yang merembes dari sana. Tidak banyak, tetapi efeknya lumayan menyakitkan.

Mengembuskan napas, Seokwoo mengibaskan satu tangan di udara. "Abaikan. Hanya luka kecil. Sepertinya tergores duri saat aku mengambil daun untuk bocah itu."

Kali ini mata Doyoung sedikit melebar. "Eh? Tidak bisa dibiarkan begitu saja 'kan?" Telunjuk Doyoung terangkat, mengarah pada sulur-sulur tumbuhan yang berada di dekat mereka. "Tumbuhan di sekitar sini sepertinya banyak yang beracun. Itu jelas bukan luka kecil, bodoh."

Kata 'bodoh' yang disuarakan dengan begitu lancarnya membuat Seokwoo mengernyit tersinggung, namun lisannya enggan memprotes. Dengan raut masam ia memperhatikan Doyoung, begitu hati-hati memindahkan kepala Mark yang berada di pangkuannya ke atas rerumputan.

Dan Seokwoo tidak bisa tidak terkejut, kala melihat omega itu beranjak setelahnya, menggapai Seokwoo dengan kening yang berkerut dalam. Tangannya hendak meraih paha lelaki itu, namun terhenti karena gerak refleks Seokwoo untuk menghindar.

"M-mau apa?" gugup Seokwoo, makin panik ketika Doyoung duduk merapat padanya.

Doyoung mendecak keras. "Mengobatimu, memangnya apalagi? Kau tidak ingin mati konyol karena keracunan duri 'kan?"

Mata Seokwoo menyipit, terlihat ragu atas perkataan Doyoung. "Mundur. Aku tidak yakin kau bisa menghentikan racunnya."

Selain itu, minimnya spasi antara dirinya dan Doyoung membuat jantung Seokwoo berdetak anomali.

"Oke, kalau begitu," ucap Doyoung ringan, merapal umpatan 'idiot' pelan di bawah napasnya. "Selamat menanti ajal. Aku akan menyiapkan kuburanmu sebagai balas budi."

Bulir keringat dingin menuruni pelipis Seokwoo. Sementara ia membayangkan perkataan Doyoung di kepalanya, omega itu sudah berdiri dan hendak membawa tubuhnya menjauh. Baru meniti satu langkah, mendadak Doyoung merasakan pergelangan tangannya digenggam erat.

Fated Mate; JaedoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang