Sixteen

7.1K 528 197
                                    

"Seharusnya, butuh waktu paling singkat tiga bulan untuk membenahi kota ini, Ketua." Minhyun berbicara dengan raut wajah sumringah. Di tangan kanannya terdapat seberkas dokumen yang berisi grafik perkembangan tiap distrik di Kota Siensel, yang ia pindai dengan mata berbinar dan senyum lebar. Pun langkahnya begitu ringan mengiringi milik Jaehyun-bahkan sedikit melambung, kalau boleh dibilang.

Jaehyun mengulas senyum tipis. Jika dibandingkan dengan Minhyun yang terlihat begitu antusias, gelagat dan ekspresi yang ditunjukkan Jaehyun tampak sangat kontras. Lelaki itu berjalan santai, kedua tangannya tersembunyi di balik saku mantel yang ia kenakan. Separuh bagian wajahnya tenggelam di balik syal merah marun yang mengalungi leher, dengan gumpalan uap yang membauri udara tiap kali dirinya membuang napas melalui mulut. Diam-diam, batinnya mengeluh; meski sudah berbalutkan pakaian tebal, suhu dingin masih begitu terasa menghujam kulit. Cuaca memang terasa amat membekukan memasuki bulan kedua musim dingin ini.

"Bagaimana dengan persediaan pangan? Amankah?" Jaehyun akhirnya membuka suara. Kedua manik kelabunya tidak diarahkan pada Minhyun yang masih setia mengekori, hanya terpusat pada sepatu bot hitam yang tenggelam dalam tumpukan salju tebal acap kali ia berpijak.

Anggukan yakin diberikan oleh Minhyun, beserta jawaban yang terujar tanpa diselipkan keraguan. "Untuk musim dingin ini, lebih dari cukup. Daging yang kita miliki mencapai lebih dari tiga ratus ton. Saya yakin tidak akan ada warga yang kelaparan, ketua."

Dan Jaehyun membalas dengan anggukan pula, cukup merasa lega atas pernyataan Minhyun. Dialog antara kedua alfa itu pun usai sampai di sana, selanjutnya hanya ada suara gesekan antara sol sepatu dan salju yang mengiringi langkah, juga deru napas mereka yang terdengar samar.

Balai kota, adalah destinasi yang mereka tuju saat ini. Tempat di mana festival memasak bagi para penduduk Siensel dilangsungkan. Sebenarnya baru tahun ini saja festival tersebut diadakan, atas ide yang dicetus oleh Jaehyun sebagai upaya untuk mematri kembali senyum pada wajah para penduduk Siensel-yang sebagian besar masih dilanda trauma, juga kesedihan akibat gerilya klan Ralfes tempo lalu.

Tapi Jaehyun, sang pencanang ide sama sekali tidak merasakan bahagia. Alih-alih, hampa dan kosong yang ia rasakan. Menyakitkan, sangat. Tapi ia hanya bisa menyembunyikannya.

Karena tidak ada yang mau melihat sang ketua Klan Siend terpuruk dalam kesedihan, kehilangan wibawa dan tampak rapuh. Jaehyun adalah tempat para anggota klannya menaruh harapan dan berbagai ekspektasi. Ia tidak boleh memerlihatkan kelemahan di depan para penduduk.

Walau mereka tahu, bahwa Jaehyun digelayuti rasa sengsara karena kehilangan jejak mate-nya.

Bahkan, bukan hanya kehilangan jejak. Jaehyun tidak lagi memiliki mate sejak satu bulan yang lalu. Entah di mana Doyoung berada saat itu, yang jelas sang omega telah mengiris bagian kulitnya yang diberi tanda oleh Jaehyun. Membuat ikatannya dengan alfa itu terputus, dan Jaehyun kehilangan cara untuk menemukannya.

Langkah terhenti sejenak. Menarik napas dalam-dalam, kemudian Jaehyun berekshalasi perlahan dengan kepala yang mendongak ke atas. Menatap kosong langit tanpa salju yang membiaskan warna biru cerah. Dan abai pada presensi Minhyun yang turut berhenti di belakangnya, melempar pandangan dengan sorot bingung.

Dalam diam, Jaehyun menggaungkan tanya dalam hati. Di mana Doyoung saat ini? Apakah dia baik-baik saja? Bagaimana pula keadaan anak mereka? Masihkah tumbuh dengan sehat? Atau justru mereka terkungkung dalam bahaya karena berdiam di luar sana tanpa perlindungan?

Satu bulan telah berlalu, namun Jaehyun masih dapat merasakan sakit teramat sangat seperti torehan luka baru. Perih menyengat yang mendera lehernya kala itu, tepat sebelum ia akan beranjak untuk mencari Doyoung berdasarkan insting-nya sebagai mate dari si pria Kim.

Fated Mate; JaedoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang