HSP 3

501 40 3
                                    

Sagara langsung menarik tangan Agnes keras, tidak ada lembut-lembutnya. Agnes meringis, mungkin tangannya sudah memerah saat ini.

Gudang itulah tujuan Sagara, gudang adalah tempat yang cocok untuk menghukum cewek yang ditariknya itu.

"Aduh!!! Lo jadi cowok kasar banget sih!"

Sagara menatap tajam Agnes, membuat Agnes langsung bungkam, "Feb lo jaga dia bentar, gue mau ngambil sesuatu dulu di kelas. Ayo Bal."

Setelah memastikan Sagara dan Iqbal pergi dari gudang, Agnes langsung menatap tajam ke Feby, "kenapa lo nggak hubungin gue kalau Sagara bakal ke kelas gue?"

"Lo kira gue bodoh gitu, cek aja di HP lo."

Agnes langsung mengambil ponselnya kemudian melihat deretan pesan dari Feby, "gue tadi nggak buka HP."

"Salah lo."

Agnes memanyunkan bibirnya, "lo nggak ada niat buat bantuin gue keluar dari sini gitu?"

"Nggak."

"Katanya sayang, tapi disuruh bantuin nggak mau. Hoax sayang lo."

"Kalau gue bantuin lo, pasti Sagara langsung curiga sama kita."

Apa yang dibilang Feby ada benarnya, dia tidak mau ada yang tahu soal hubungannya dengan Feby. Dan Agnes harus menerima dengan dengan lapang dada hukuman yang diberikan oleh Sagara.

Agnes menatap pintu gudang yang terbuka, dapat diyakini itu adalah Sagara dan Iqbal. Tapi bukan, mereka adalah sahabat dari Agnes.

"Emang terbaik kalian."

Sedangkan Feby sudah diikat dikursi, sebenarnya ada rasa kasihan tapi kalau Agnes membantu pastinya mereka bakal curiga. Agnes dan teman-temannya langsung lari dari gudang itu.

"Gue ke toilet bentar ya," Agnes segera pergi ke toilet karena sudah tidak tahan.

Setelah selesai dengan kegiatannya  ditoilet, Agnes sempat berkaca untuk melihat dirinya sudah rapi apa belum. Setelah dirasa sudah, dia segera keluar dan kembali ke kelas.

Tiba-tiba ada yang menarik tangannya, membuat Agnes terkejut sempat memberontak tapi tenaganya tidak memadai.

"Lo nggak akan bisa lari dari gue."

Agnes baru menyadari bahwa yang menariknya adalah Sagara, kenapa dia bisa lupa soal Sagara, "lo mau bawa gue kemana sih?"

Sagara tak menjawab dia lebih memilih membawa Agnes keluar dari sekolah ini. Di mobilnya sudah ada Feby dan Iqbal yang sedang menunggu, "buka pintunya Feb, gue nggak mau kecolongan lagi."

Feby segera membuka pintu mobil, dan Sagara mendorong Agnes agar masuk ke mobil, "pelan-pelan, sakit nih."

"Bal lo yang nyetir, gue sama Feby di belakang."

Agnes menatap Sagara tajam, karena sempat dia menginjak kakinya. Kemudian dia beralih menatap Feby yang ada disamping kirinya. Buat apa punya orang yang dapat melindungi tapi tidak bisa melindungi dirinya.

"Kalian mau bawa gue kemana sih? Berasa tahanan yang kabur."

Semua diam tidak ada yang menjawab pertanyaan Agnes. Agnes semakin kesal, kenapa dia bisa terjerat seperti ini. Hingga sampailah di sebuah rumah besar dan megah, "kalian mau apain gue?"

Mereka tak ada yang menjawab, Sagara menarik Agnes untuk keluar. Agnes mengamati keadaan sekitar. Sebenarnya ini rumah siapa? Rumah ini tampak sepi tak ada yang menempati, karena dilihat dari luar saja sudah banyak semak-semak yang tinggi dan tidak terawat.

Sagara kembali menyeret Agnes untuk masuk ke rumah. Sangat diluar dugaan, Agnes berpikir di dalam rumah ini akan sekotor rumah yang terbengkalai, tapi tidak. Sangat mengagumkan, banyak barang-barang yang tertata rapi dan berharga mahal. Karena dilihat dari warna yang tak mencolok tapi begitu menarik.

Memang dari sisi lantai banyak debu tapi tidak seperti yang dia pikirkan, mungkin dua hari tidak dibersihkan. Rumah ini berlantai dua, karena ada tangga yang menuju ke atas.

Oh ya, Feby dan Iqbal mereka kemana? Agnes baru menyadari bahwa dua anak itu tidak mengikuti mereka. Agnes menatap Sagara, sebenarnya dia sedikit takut karena hanya ada dirinya dan Sagara dirumah sebesar ini. Bagaimana kalau Sagara akan macam-macam dengan dirinya? Fikiran negatif telah menyelimuti otaknya.

"Lo kenapa sih?"

Agnes menggeleng, dia menggigit bibir bawahnya karena mulai merasakan merinding.

"Lo takut gue apa-apain? Maaf gue nggak selera sama cewek kayak lo."

"Syukur deh, terus lo ngapain bawa gue kesini?"

"Mana helm gue?"

Agnes diam, dia tidak tahu harus menjawab apa karena dia tidak tahu dimana helm itu sekarang.

"Jawab!!"

"Gue nggak tau."

Sagara menatapnya tajam, Agnes hanya pasrah saja apa yang nanti dilakukan oleh Sagara. Karena ini juga salahnya.

"Ikut gue!"

Sagara kembali menyeret Agnes keluar dari rumah itu. Agnes menghela napas, memang Sagara yang terkenal tampan di sekolah ternyata kelakuannya begitu kasar terhadap cewek.

"Hukuman pertama lo," Sagara memberikan gunting taman kepada Agnes.

"Hukuman pertama?"

Sagara mengangguk.

"Maksud lo gue harus jadi tukang kebun gitu?"

"Itu hukuman lo, nggak hanya itu sih nanti bakal ada hukuman kedua, ketiga dam seterusnya."

Agnes mendelik, cuma perkara helm hilang dia harus jadi babu di rumah Sagara, "kan gue cuma ngilangin helm lo, lagian helm kayak gitu banyak dipasaran."

"Kerjakan atau gue kasih hukuman yang lebih berat lagi."

Agnes menghentak-hentakkan kakinya. Kemudian dia mulai mengerjakan apa yang disuruh Sagara. Rumput ditaman ini tinggi-tinggi membuat Agnes menghela napas lagi, dan segera memotong rumput itu.

Perlahan-lahan Agnes mulai memotong rumput yang meninggi itu. Sesekali dia mengumpat, dia harusnya diperlakukan sebagai seorang putri bukan malah sebagai tukang kebun. Bahkan Agnes sedikit asal-asalan memotong rumput itu, hingga tidak beraturan. Biarkan saja, lagipula Sagara tidak tahu yang penting dia kerja.





-------



Ada yang beda nggak?

Pasti ada dong, kalau kalian sudah membaca versi yang dulu.

Jangan lupa klik bintang dibawah dan komen sebanyak-banyaknya.

HANIS SAGARA PUTRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang