HSP 7

232 20 0
                                    

Sagara sudah berdiri di depan pintu kelas Agnes. Agnes yang mengetahui kehadiran Sagara menghela napas. Dia harus kembali menjadi pembantu di rumah Sagara.

"Udah tau kan tugas lo apa?"

Agnes mengangguk kemudian mengikuti Sagara dari belakang. Entah kenapa dirinya tidak bisa menolak permintaan Sagara.

Setelah sampai di rumag Sagara, Sagara langsung menggiringnya menuju dapur, "lo bisa masak kan?"

Agnes mengangguk.

"Masakin gue makanan yang enak."

Sudah Agnes duga kalau dirinya akan disuruh memasak. Agnes memang bisa memasak tapi untuk dimakan sendiri, belum pernah ada yang mencicipi masakan Agnes kecuali Feby dan keluarganya.

Sagara menatap Agnes yang mengeluarkan bahan-bahan masakan dari kulkas. Bahan-bahan itu baru dibelinya tadi pagi, entah bahan yang dipilihnya salah atau tidak yang penting dia membeli semua.

Sagara tersenyum tipis menyaksikan bagaimana lihainya tangan Agnes memotong sayuran dan beberapa bumbu-bumbu antah itu apa, Sagara tidak tahu. Sagara bingung dengan dirinya sendiri, kenapa dirinya bisa menjebak Agnes seperti ini. Padahal hanya sebuah helm yang tak seberapa harganya.

"Sup ayam ala Agnes," Agnes memberikan satu mangkuk sup yang baru dibuatnya untuk Sagara cicipi.

"Lo nggak kasih racun kan?"

"Gue kasih sianida."

Sagara langsung meraih sendok dan langsung mencicipi sup buatan Agnes. Baru kuah yang masuk ke dalam mulutnya, membuat Sagara langsung ketagihan. Rasa yang pas di lidah Sagara. Baru pertama kali dia memakan sup ayam seenak ini.

"Lo suka apa doyan sih?" Agnes menatap Sagara yang terlihat begitu lahap memakan masakannya. Agnes tersenyum, masakannya mampu membuat Sagara ketagihan.

"Karena lo pinter masak, tiap hari lo harus masakin gue."

Agnes membulatkan matanya. Apa yang Sagara bilang tadi? Masakin setiap hari? Dia kira Agnes ibunya yang harus menyiapkan makanan setiap hari. Agnes menggebrak meja kemudian menatap tajam Sagara, "ogah!"

Sagara tersenyum miring, "dua kali lipat."

Agnes menggeram dalam hati, ancaman itu mampu meluluhkannya, "oke."

------

Agnes membersihkan area taman belakang rumah Sagara, menata pot-pot bunga agar terlihat rapi. Entah kenapa dia merasa nyaman berada di rumah Sagara bahkan dia merasa aman.

Sagara sendiri sedang merendam tubuhnya di kolam renang. Dia sempat menyuri-nyuri pandang untuk melihat Agnes yang sedang asik menata bunga. Selama di sekolah dirinya dan Agnes tak pernah sedekat ini, mereka seperti orang asing. Bertemu pun tak pernah ada yang menyapa, itu yang membuatnya heran. Sagara ingin menyapa tapi gengsi, apalagi melihat Agnes yang selalu menatap dengan penuh kebencian.

Setelah dirasa puas merendam tubuhnya di kolam, Sagara langsung naik dan duduk di tepi kolam sambil memainkan ponselnya. Karena tadi dia sempat mendengar deringan telepon dari ponselnya.

Mama.

Mengenai orang tua Sagara, kalian pasti penasaran kan? Semenjak Agnes dihukum menjadi pembantu di rumah Sagara, Agnes tidak pernah bertemu dengan orang tua Sagara.

Kemanakah mereka?

Jadi orang tua Sagara itu pembisnis sukses. Mereka mempunyai cabang bisnis mereka dimana-mana. Beliau mendapatkan pekerjaan besar dan harus memutuskan untuk tinggal di Surabaya selama beberapa bulan sampai tugasnya selesai.

Kenapa Sagara tidak ikut?

Karena Sagara harus sekolah, itulah yang menyebabkan Sagara tidak bisa ikut bersama kedua orang tuanya. Maka dari itu rumah Sagara terlihat sepi.

Mama
Bulan depan Mama sama Papa akan pulang. Kamu mau nitip apa?

Sagara membaca pesan Mamanya, setiap hari Mamanya tak pernah lelah untuk menanyakan kabar anaknya meskipun hanya lewat SMS. Terkadang Sagara bingung, apakah Mamanya tidak bosan setiap hari menanyakan kabarnya?

To : Mama
Nitip, Mama sama Papa pulang dengan selamat itu aja.

Dia sangat merindukan kedua orang tuanya. Apalagi dia sudah ditinggal selama satu bulan.

"Aduh!!!"

Sagara langsung menoleh ke sumber suara dan betapa terkejutnya dia melihat Agnes yang sudah jatuh tersungkur. Sagara menghela napas kemudian segera memakai kaosnya dan menghampiri Agnes.

"Kenapa bisa jatuh sih?" Sagara bersendekap dada menatap Agnes yang berusaha untuk bangun.

"Salahin batunya yang berada di tengah jalan."

Sagara menatap batu yang berukuran besar kemudian kembali menatap Agnes yang meringis sambil memegangi lutut, "makanya jadi cewek tuh jangan ceroboh."

Agnes yang merasakan tubuhnya melayang langsung memukul dada Sagara, "lo ngapain gendong-gendong gue?!"

"Lo mau dibantuin nggak sih, kalau nggak mau gue jatuhin lo sekarang nih."

Agnes melotot dan langsung mengalungkan tangannya di leher Sagara. Sagara terkekeh dengan reaksi Agnes. Sagara langsung mendudukkan Agnes di sofa dan segera mengobati luka Agnes dengan telaten. Agnes menatap Sagara tak percaya, dia kira Sagara akan tetap kasar terhadapnya tapi nyatanya dia masih punya perasaan.

"Masih sakit?"

Agnes membuyarkan lamunannya sakit dikakinya sudah sedikit berkurang, "udah lumayan. Makasih."

Sagara langsung pergi untuk mencuci tangannya dan berganti pakaian. Agnes tersenyum sendiri mengingat bagaimana telatennya Sagara mengobati kakinya. Andai saja sikap Sagara terus begitu dan tidak kasar terhadapnya.

Agnes melihat Sagara yang sudah berganti pakaian menuruni tangga. Memang ketampanan Sagara tidak dapat di ragukan lagi, Agnes mengakui itu. Tapi ketampanannya tidak selaras dengan kelakuannya.

"Ikut gue."

"Kemana?"

Sagara tak menjawab, dia langsung menarik Agnes yang berjalan dengan kesusahan karena kakinya masih terasa nyeri. Sagara melupakan itu.

"Pelan-pelan kaki gue masih sakit."

Sagara berdecak kemudian berjalan pelan beriringan dengan Agnes. Sagara mengajak Agnes pergi ke supermarket untuk membeli beberapa cemilan karena nanti para sahabatnya akan datang ke rumah. Stok persediaan makanan ringan yang biasanya penuh di dalam lemari sudah ludes karena Iqbal yang menghabiskannya.

Setelah selesai memilih banyak snack dan membayar di kasir Agnes telihat kesusahan membawa semua snack-snack itu. Bayangkan saja lima kresek besar yang berisi makanan ringan bermacam-macam harus Agnes yang membawa. Sudah kaki yang masih sakit ditambah dengan membawa kresek-kresek itu.

Sagara yang melihat Agnes kesusahan membawa barang-barang itu berdecak, langsung membantu Agnes untuk membawa, "kalau nggak bisa bawa bilang dari tadi."

Ingin sekali Agnes melempar kresek-kresek itu ditengah jalan, "lo tuh seharusnya peka. Kaki gue masih sakit dan lo nambah pederitaan gue."



-----



Gimana nih? Ada yang gemes nggak dengan kelakuan Sagara?

Jangan lupa vote dan komennya ya

HANIS SAGARA PUTRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang