Ketika bel pulang berbunyi Sagara langsung menarik Agnes agar Agnes tidak kabur darinya. Agnes sempat menolak, tapi susah untuk melawan Sagara.
"Ini rumah siapa lagi?" Agnes menatap sekitar rumah itu. Rumah ini bukan rumah yang kemarin karena rumah ini terlihat lebih rapi dan terurus.
"Rumah gue."
Agnes menatap kepergian Sagara, ini adalah kesempatannya untuk keluar dari rumah ini agar terbebas dari hukuman. Tapi ketika sampai di pintu, ternyata pintu itu terkunci.
"Mau kabur?"
Agnes terkejut melihat Sagara yang tiba-tiba sudah ada disampingnya.
"Jangan harap," Sagara melempar pelan alat-alat kebersihan yang dibawanya kepada Agnes, "sebagai pengganti hukuman lo yang kemarin gagal. Lo harus bersihin seluruh rumah ini. Istilahnya lo jadi pembantu di rumah gue."
Agnes menatap Sagara tak percaya, rumah ini besar bahkan lebih besar dari rumahnya. Apakah dia akan kuat untuk membersihkan seluruh ruangan yang ada di rumah ini, "hukuman lo nggak ada yang keren dikit ya?"
Sagara mengangkat kedua bahunya kemudian pergi meninggalkan Agnes. Tapi baru selangkah dia langsung berbalik, "lo boleh pulang kalau pekerjaan lo udah selesai. Dan masih tersisa dua hukuman lagi."
Belum sempat Agnes membalas perkataan Sagara, Sagara sudah berlari menuju lantai atas. Agnes menggeram kesal, kemudian meraih sapu yang sempat terjatuh dan memulai pekerjaannya.
Ruang tamu yang pertama Agnes bersihkan. Ada beberapa foto yang menarik perhatiaanya. Foto keluarga Sagara, Agnes berpikir kalau Sagara anak tunggal karena tidak ada foto orang asing. Dia juga melihat foto Sagara disaat masih kecil. Lucu.
"Mau sampai kapan lo liat-liat foto gue?"
Agnes terkejut dan langsung melanjutkan pekerjaannya. Akan lebih panjang jika berdebat dengan Sagara.
"Lo jangan kemana-mana, gue mau keluar sebentar."
Ini adalah kesempatannya untuk kabur lagi.
"Jangan harap lo bisa kabur dari sini karena gue sudah nyuruh Feby buat jagain lo biar nggak kabur."
Agnes menatap pintu yang perlahan terbuka menampilkan Feby. Kesempatan untuk kabur lagi, gagal. Agnes menghela napas, melihat kepergian Sagara.
"Di hukum jadi pembantu?"
Agnes mengangguk kemudian dia pergi menuju ruang keluarga.
"Gue bantu."
Agnes tersenyum, kemudian memberikan sapu kepada Feby untuk membantunya menyapu, "Sagara bilang ke gue, kalau lo akan dijadiin pembantu selama sebulan."
Agnes langsung menjatuhkan sapunya kemudian menatap Feby, "lo nggak bohong kan?"
Feby menangkup wajah Agnes, "gue udah bilang kan, berurusan sama Sagara tidak semudah lo berurusan dengan guru di sekolah."
Agnes membuang napas kasar, dia tidak bisa membayangkan menjadi babu Sagara selama sebulan dan tanpa bayar, "apa lo nggak bisa buat bantuin gue?"
Mendengar suara pintu yang dibuka Feby langsung membuang sapunya dan duduk di sofa, sedangkan Agnes memasang wajah biasa.
"Gue beliin lo makanan. Gue tau lo belum makan."
Agnes menatap Sagara yang membawa satu kantung makanan. Agnes menatap Sagara curiga, dia takut kalau Sagara sudah mencampurkan racun yang mematikan ke dalam makanan itu.
"Makanan itu bersih dan gue yakin seratus persen tidak ada racun di dalamnya. Cepet makan, gue nggak mau jadi viral karena membiarkan pembantu mati kelaparan."
Ingin saja Agnes melempar sapu kepada Sagara, "kalau lo nggak ikhlas kasih gue makanan mending nggak usah."
Sagara langsung pergi begitu saja dan diikuti Feby. Agnes menggeram kesal, membuang sapu dan meraih kantung yang diberikan Sagara tadi.
-
Pukul tujuh malam, Agnes baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Sebenarnya pukul lima sore tadi pekerjaannya sudah selesai, tapi karena ulah dari Sagara yang mengotori lantai dengan sampah membuat dirinya harus kerja dua kali.
Selama Agnes berada dirumah Sagara dia tidak melihat kehadiran orang tua Sagara. Kemana mereka? Entahlah, bukan urusan Agnes, "pekerjaan gue udah selesai. Anterin gue pulang."
Sagara menatap Agnes sebentar kemudian beralih menatap televisi yang menayangkan berita, "kaki lo masih berfungsi kan, pulang sendiri."
"Lo!!"
Agnes menghentakkan kedua kakinya kemudian keluar dari rumah Sagara. Hari sudah malam, apakah masih ada angkutan umum yang lewat. Apalagi lingkungan rumah Sagara yang terlihat sepi. Agnes mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang untuk menjemputnya. Belum sempat dia membuka ponsel, sudah ada taksi yang berhenti depannya.
"Taksi Neng?"
Agnes berpikir sebentar, bagaiman kalau taksi ini suruhan orang jahat? Tapi dilihat dari supir taksinya, terlihat orang baik. Agnes langsung masuk kedalam taksi, apa yang terjadi selanjutnya tinggal dilihat nanti. Yang penting dia bisa keluar dari rumah Sagara.
To : Feby
Ntar lo kerumah, gue masih perjalanan pulang.From : Feby
Siap.Tak terasa Agnes sudah sampai di depan rumahnya. Dia segera keluar dan membayar taksi itu, "berapa Pak?"
"Tidak usah Neng, hari ini saya kasih gratis buat Neng."
Agnes mengernyit heran, kemudian mengangkat kedua bahunya. Agnes segera masuk ke dalam rumah untuk membersihkan badannya yang terasa lengket apalagi dirinya masih memakai seragam sekolah.
"Gimana rasanya dihukum?" Tanya Feby sambil memijat kaki Agnes, ada rasa bersalah terhadap dirinya yang tidak bisa membantu Agnes untuk mengurangi hukuman yang diberikan oleh sahabatnya itu.
"Gue capek banget Feb, ini pertama kalinya gue jadi babu. Di rumah orang lagi."
Feby masih setia memijat kaki Agnes, "apa kita bongkar sekarang aja biar lo nggak kayak gini?"
Agnes melempar Feby dengan bantal, "kalau di bongkar sia-sia kita rahasiain semua."
----------
Gimana part yang ini??
Seru nggak nih???
Kalian di tim siapa, Sagara atau Feby.
Jangan lupa klik bintang dibawah dan komen sebanyak-banyaknya
KAMU SEDANG MEMBACA
HANIS SAGARA PUTRA (Completed)
Teen Fiction"Tuh Gar, orang yang nyuri helm lo!" Gimana selanjutnya? Penasaran? Langsung baca aja😊