HSP 16

140 18 0
                                    

"Ngapain lo ngajak gue ketemuan disini?"

Sagara menatap Agnes yang duduk di kursi depannya, "mau pesen apa?"

Agnes memutar bola matanya, "tugas gue udah selesai. Lo udah jadian kan sama Renata."

Sagara tertawa kemudian dia menatap Agnes, "gue nggak jadi nembak Renata.
"
Agnes menghela napas, dia sangat malas berhadapan dengan Sagara lagi. Entah kenapa moodnya hari ini hancur, "terus lo mau salahin gue lagi. Masalah ini cuma karena helm lo yang hilang. Dan sampai sekarang lo masih dendam sama gue, gue tahu helm lo itu berharga buat lo. Tapi cara lo nggak gini!" Agnes sedikit menjeda perkataannya untuk mengambil napas, "apa lo mikir gue gimana? Nggak kan. Gue ngebatalin semua rencana yang udah gue susun dengan rapi gara-gara lo. Lo nggak mikir dari situ. Gue anggap masalah ini sudah selesai."

"Satu lagi Gar, sebenernya helm lo nggak ilang kan."


Agnes membawa kardus yang berisi barang-barang lama dan akan dia taruh di gudang. Saat dia ingin menaruh kardus itu tak sengaja tangannya menyenggol kardus di meja. Dan begitu terkejutnya ketika melihat barang yang ada di kardus itu. Agnes mengepaljan kedua tangannya. Sungguh teganya Sagara yang telah membohonginya. Ternyata helm itu tidak pernah hilang.


Sagara terkejut, bagaimana Agnes bisa tahu dimana helmnya. Sagara memang sengaja menyembunyikan helm itu di gudang. Tapi dirinya tidak menyadari jika Agnes mengetahui itu. Tapi kenapa Agnes baru bilang sekarang?

Agnes segera pergi dari warung itu, sedangkan Sagara masih bungkam. Entah kenapa Sagara tidak menjawab perkataan dari Agnes.

Sebenarnya Agnes sudah geram dengan perlakuan Sagara, tapi dia masih bersabar karena sampai mana Sagara akan mengujinya. Tapi semakin hari perlakuan Sagara semakin aneh bahkan semakin membuat Agnes emosi.

Semalam dia dimarahi habis-habisan oleh Mamanya, karena tidak mengunjungi neneknya yang sedang sakit. Itulah yang membuat mood Agnes hancur. Dan lagi dia juga terkena omelan guru karena tidak menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

Entah kemana tujuan Agnes saat ini. Untuk pulang, dia malas menghadapi Mamanya yang masih marah kepadanya. Ke rumah Feby, malas menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari Feby.



"AGNES!!! AWAS!!!"




Agnes menoleh ke arah suara itu dan tepat di depannya ada mobil yang melaju kencang siap menabraknya. Agnes pasrah apapun yang terjadi padanya. Agnes menutup mata dan membayangkan apa yang akan terjadi terhadapnya.

Agnes mendengar suara benturan antara badan mobil dengan aspal dan teriakan-teriakan orang yang berada di sekitar tempat itu. Agnes masih menutup matanya, dia takut untuk melihat dunia. Tapi, kenapa dirinya tidak merasakan sakit. Agnes perlahan membuka matanya dan melihat kesekelilingnya. Objek pertama yang dia lihat, mobil yang sudah terbalik di tengah jalan.

Apakah dirinya masih hidup?

Agnes menoleh ke sumber suara yang sedari tadi memenuhi telinganya. Kerumunan orang dan... darah. Dengan berjalan tertatih karena kakinya yang tergores aspal, Agnes sekuat tenaga menghampiri kerumunan itu.

Sagara.

Agnes tak kuasa menahan isak tangisnya melihat tubuh Sagara yang berlumuran darah digotong menuju ambulan yang baru saja datang. Agnes mencoba mengingat kejadian benerapa menit yang lalu. Dia ingat, ada sebuah tangan yang mendorongnya sehingga dia jatuh di pinggir jalan.

Apakah Sagara orang yang menolongnya?

Ini salahnya, dia yang sudah membuat Sagara sekarat. Kenapa Sagara menolongnya setelah tadi dia berdebat dengan Sagara. Agnes mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Feby, tapi belum sempat dia mengetik nama Feby di kontak ponselnya kesadarannya sudah hilang.

HANIS SAGARA PUTRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang