"Agnes, lo kenapa jalan pincang kayak gitu?"
Agnes menatap sahabatnya sebentar kemudian duduk di kursi, "kaki gue sakit, kemarin habis jatuh."
"Bukan ulah Sagara kan?"
Agnes menggeleng, dia kembali teringat dimana Sagara yang menggendongnya dan langsung mengobati kakinya.
"Hukuman lo kapan selesainya sih? Ini udah seminggu loh lo jadi pembantunya Sagara," Clarisa merasa sedikit kasihan dengan Agnes. Sebenarnya dia ingin sekali membantu sahabatnya itu. Tapi mengingat dia harus berurusan Sagara nantinya dia urungkan.
"Satu bulan."
Ketiga sahabatnya terkejut, satu bulan Agnes harus menjadi pembantu tanpa bayar. Baru berjalan selama seminggu Agnes sudah menderita apalagi selama sebulan.
"Gar sampai kapan sih lo hukum gue jadi pembantu? Ini sudah lima hari gue jadi babu lo," Agnes sebenarnya sudah tahu seberapa lama dirinya akan menjadi pembantu disini. Tapi untuk memastikan dia harus bertanya langsung ke orangnya.
Sagara yang asik dengan game di ponselnya lebih memilih mengabaikan Agnes, karena sebentar lagi dirinya akan menjadi pemenang di game ini. Agnes yang menyadari kalau dirinya diacuhkan langsung merebut ponsel Sagara.
"Lo bisa nggak sih jangan ganggu gue, gue tuh hampir menang."
Agnes menatap layar ponsel Sagara. ANDA KALAH. Kemudian langsung memberikan ponsel itu kepada Sagara. Sagara yang menyadari dirinya kalah menggeram kesal.
"Kalah kan! Lo tuh maunya apa?"
Agnes bersendekap dada, "makanya kalau ditanya itu dijawab."
"Lo nanya apaan emang?"
Agnes menghela napas, sudah dia duga kalau Sagara tidak mendengarnya, "berapa lama gue jadi pembantu dirumah lo?"
Sagara menaikkan satu alisnya kemudian tersenyum miring, "Sebulan."
Agnes membulatkan matanya, apa Sagara bilang tadi? Sebulan? SEBULAN?
"Lo niat nyiksa gue?"
"Kalau kurang sih, tiga bulan juga boleh."
Agnes langsung melemparkan bantal kepada Sagara.
Baru satu minggu berjalan, Agnes sudah menderita. Apalagi waktu sebulan, satu bulan dia harus menjadi pembatu Sagara, satu bulan dia harus menghadapi Sagara. Padahal ini baru permintaan pertama.
"Gue perhatiin dari tadi, Sagara ngeliat kesini terus. Ada apa ya?"
Agnes mengikuti arah pandang Angel, tepat sekitar sepuluh meter dari tempatnya duduk Sagara menatap mereka. Lebih tepatnya menatap Agnes.
"Lo punya masalah apa lagi sih sama Sagara selain ngilangin helmnya?"
"Nggak ada."
Agnes sedikit melirik untuk melihat Sagara, apakah dia masih melihatnya? Masih. Kenapa Agnes jadi takut.
Cling!
Sagarang
Makanan gue mana?Agnes menepuk jidatnya, dia lupa. Tadi pagi Sagara sempat mengiriminya pesan agar dibuatkan bekal. Dan Agnes melupakan itu.
Sagarang
Gue tau lo lupa, siap-siap aja nanti hukuman tambahan.Agnes menghela napas, pasti Sagara akan menambah hukumannya. Hukuman tambahan apa nanti yang akan diberikan Sagara kepadanya?
"Nes, Sagara jalan kesini."
Agnes menegang, kemudian dia melihat tempat Sagara duduk tadi. Tapi tidak ada, kemudian dia mengikuti arah pandang Clarisa dan benar kurang beberapa langkah lagi Sagara menghampiri mejanya.
"Buku lo. Kemarin ketinggalan di rumah gue."
Setelah memberi buku itu kepada Agnes, Sagara langsung berlalu pergi. Agnes menghela napas lega setelah Sagara pergi.
"Kok bisa?"
Agnes menatap para sahabatnya yang membutuhkan penjelasan, "buku gue bukan ketinggalan tapi dipinjem sama Sagara. Udah lah gue mau ketoilet, ada yang mau ikut nggak?"
Ketiga temannya menggeleng, Agnes langsung pergi ke toilet. Setelah selesai dengan tujuannya, Agnes bercermin sebentar membenarkan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Oh jadi ini cewek yang kecentilan dengan Sagara. Bukan Sagara aja sih ya, kayaknya kesemua cowok disekolah ini."
Agnes membalikkan badannya dan memandangi tiga orang cewek yang terkenal suka membuli dan melabrak siapapun yang bisa menyaingi mereka.
"Lo itu masih kelas sebelas, jangan banyak tingkah. Deketin cowok sana sini, lo itu seperti cewek yang nggak punya harga diri."
Tangan Agnes sebenarnya sudah gatal ingin melawan kakak kelasnya ini, tapi daripada nanti dia berurusan dengan ruang BK lebih baik dia harus ekstra sabar.
"Lo itu jangan sok kecantikkan!"
Indri yang diyakini Agnes adalah ketua geng siap menampar dirinya, tapi tiba-tiba ada tangan yang menahannya.
"Lo kalau mau dihargai baik sama cowok, jangan kasar. Sifat lo ini yang membuat semua cowok tidak suka sama lo. Apalagi main serang orang yang tidak bersalah."
Indri menggeram kesal, kemudian berlaku pergi diikuti kedua temannya. Agnes menatap Feby, dia begitu berterima kasih kepada Feby karena datang tepat waktu.
"Makasih."
Feby tersenyum kemudian mengacak rambut Agnes pelan, "gue perhatiin dari tadi jalan lo pincang. Kenapa?"
Agnes langsung menatap kakinya, rasa nyeri dikakinya memang masih ada jadi dia harus jalan sedikit pincang, "jatuh kemarin dirumah Sagara."
Feby menghela napas, "kita akhiri sandiwara ini sekarang gimana?"
"Jangan!"
Feby menghela napas lagi, "Agnes, gue nggak mau lo terus-terusan jadi pembantu di rumah Sagara. Gue tau lo menderita."
Agnes menggenggam kedua tangan Feby untuk menyalurkan ketenangan, "belum saatnya kita buka. Lagipula gue nggak mau jadi perhatian banyak orang nantinya."
"Terserah. Tapi kalau lo emang sudah tidak kuat bilang ke gue."
"Oke. Cepet pergi gih, ini ditoilet cewek loh."
Feby kembali mengacak rambut Agnes kemudian segera pergi karena takut ada yang melihatnya. Agnes tersenyum, Feby selalu ada disaat dirinya membutuhkannya.
Setelah kehadiran Feby tadi, Agnes sedikit melupakan kejadian dimana dia dilabrak oleh kakak kelasnya. Feby memang membawa pengaruh buat dirinya.
------
Masih penasaran dengan hubungan Agnes dan Feby???
Jangan lupa vote dan komennya
KAMU SEDANG MEMBACA
HANIS SAGARA PUTRA (Completed)
Teen Fiction"Tuh Gar, orang yang nyuri helm lo!" Gimana selanjutnya? Penasaran? Langsung baca aja😊