HSP 12

149 17 0
                                    

Agnes begitu kesal melihat ban motornya yang kempes. Mau ditambal, tukang tambal ban di area sekolahnya sangat jauh sekitar satu kiloan dari sekolah. Agnes memilih meninggalkan motornya disekolah, nanti akan dia panggilkan tukang tambal. Jalan kaki dan mencari angkutan umum adalah tujuan Agnes kali ini.

Dia melewati rute yang berbeda biasanya dia akan lewat kanan jika pulanh sekolah, kali ini dia lewat arah kiri karena itu adalah jalan yang tercepat untuk menuju jalan besar. Sekolahnya bukan berada di pinggir jalan raya yang ramai akan kendaraan yang lewat, melainkan harus masuk di beberapa perkampungan. Meskipun sekolahnya bukan di pinggir jalan kota, tapi tidak memungkinkan kalau sekolahnya adalah sekolah favorit di kota itu.

Menurut cerita yang dia dengar, jarang sekali siswa-siswa yang pulang sekolah melewati arah kiri. Karena jalanan itu yang terlihat sepi dan tidak ada rumah-rumah penduduk karena area persawahan juga jalannya yang sedikit terjal karena aspal yang mulai rusak dan belum diperbaiki.

Agnes merutuki dirinya, sebelum dia berangkat sekolah dia sudah diingatkan oleh pembantu yanh dirumahnya kalau ban motornya sedikit kempes. Tapi Agnes mengabaikannya karena waktu sudah siang dan sebentar lagi gerbang akan ditutup.

Agnes mulai merinding, karena tak ada kendaraan satupun yang lewat. Jangankan angkutan umum, sepeda motor tak ada satupun yang lewat di jalan ini. Agnes melihat segerombolan siswa yang sedang mengobrol di salah satu gubuk di pinggir jalan. Awalnya Agnes mengira kalau siswa-siswa itu dari sekolahnya, tapi setelah Agnes mendekat ternyata itu dari SMA Dirgantara. Agnes mengetahui karena salah satu siswa itu ada yang memakai jas almamater khas sekolah itu.

Agnes diam sebentar, memilih lanjut jalan atau balik arah. Lanjut jalan takut dengan siswa-siswa itu, balik arah juga sudah terlalu jauh. Agnes memilih balik arah, tapi belum selangkah dia berjalan sudah ada yang memanggilnya.

"Widih..... ceweknya Brawijaya nih."

Cowok itu langsung mendekat ke arah Agnes, membuat Agnes semakin takut.

"Berarti bener dong kalau rumornya cewek-cewek Brawijaya itu cantik-cantik. Seperti kamu, cantik bagai bidadari."

Agnes menepis keras tangan cowok itu yang ingin menyentuh wajahnya.

"Cantik-cantik kok kasar sih. Mau kemana? Biar gue anter."

Agnes menatap tajam cowok itu, kemudian dia menendang tulang kering laki-laki itu membuat dia meritih pelan.

"Sok jual mahal lagi, padahal lo sendiri yang nyerahin ke kita."

Cowok itu langsung menggeret Agnes yang meronta-ronta ingin dilepaskan tapi tenaganya tidak seberapa untuk melawan, "lepasin gue brengsek!"

Bugh

Agnes sedikit terjungkal karena tangannya yang sedari tadi di tarik terlepas. Agnes menutup mulutnya tak percaya melihat kejadian perkelahian yang ada di depannya.

"Lo nggak usah godain cewek gue lagi! Kalau sampai lo godain dia lagi dan kasarin dia gue jamin lo mati di tangan gue!"

Agnes melihat Sagara tak percaya, apalagi yang Sagara ucapkan tadi. "Lo nggak usah godain cewek gue lagi!". Sagara sudah gila apa gimana menganggap dirinya adalah pacar dia.








"Cie yang ditolongin sama Babang tampan Sagara, dan dianggap ceweknya lagi."

Agnes memutar bola mata malas.

"Gua mau bikin gosip baru, kalau Agnes pacaran sama babang Sagara."

Agnes langsung melempar bantal kepada Clarisa membuat ponsel yang dia pegang jatuh, "lo sebar, gue pecat lo jadi temen gue."

Clarisa menyerngir, kemudian mengambil ponselnya yang jatuh di lantai.

"Tapi Nes, lo beneran jadi ceweknya Sagara?"

"Ya enggak lah, setelah itu gue diturunin di halte depan. Ngeselin kan dia. Lagian nih ya gue nggak mau punya cowok kasar kayak dia."

Agnes melihat pintu yang terbuka, dan menampilkan Iqbal yang sedang menatapnya.

"Gimana keadaan lo?"

Agnes menatap Iqbal kemudian beralih menatap para sahabatnya yang keluar dari ruangan.

"Kata dokter nanti lo udah boleh pulang."

Agnes kembali menatap Iqbal yang masih setia menatapnya. Agnes sedikit canggung kepada Iqbal, mungkin mereka yang jarang berkomunikasi.

"Bal, gue mau ngucapin terima kasih karena lo udah nolongin gue."

Iqbal tersenyum kemudian dia mengusap pelan puncak kepala Agnes, membuat Agnes terkejut bahkan dia sempat menahan nafas. Ada yang berbeda dengan Iqbal, kenapa sikap Iqbal jadi seperti ini?

"Cepet sembuh ya, gue balik."

Agnes tak menanggapi, dia masih terkejut dengan perlakuan Iqbal kepadanya.


-----


Agnes sudah berada di ruang rawat Feby sekitar jam sembilan, dia menunggu teman-temannya pulang dan teman-teman Sagara. Sebenarnya dirinya sudah di perbolehkan pulang tapi teman-temannya menyuruh Agnes untuk tetap dirawat.

"Lo nggakpapa Feb?"

Feby duduk di brankar, dia menatap lembut Agnes, "gue nggakpapa. Gue khawatir sama lo, tadi Iqbal sudah cerita. Lo nggakpapa kan?"

Agnes menangkup wajah Feby, "gue nggakpapa Feb, lagian gue juga udah di bolehin untuk pulang."

Agnes mengamati wajah Feby, ada beberapa luka di wajahnya di kening, di hidung dan di ekor matanya. Tak ada yang parah bahkan tidak ada yang di perban hanya tempelan hansaplast di keningnya.

"Gue sebenernya juga udah di bolehin pulang, tapi lebaynya Iqbal dan Sagara memaksa gue harus tetap dirawat disini sampai besok."

Agnes beranjak dari duduknya kemudian memeluk Feby, "gue takut lo kenapa-kenapa Feb."

Feby membalas pelukan Agnes, "gue jauh lebih takut kehilangan lo."

Agnes melepas pelukannya kemudian kembali duduk. Dia mengamati kamar Feby, ada tas tergeletak di sofa. Tas itu sangat di kenali oleh Agnes. Tas Sagara.

"Feb, Sagara belum pulang?"

"Dia nemenin gue disini. Tenang aja dia barusan ijin untuk ke kantin."

Agnes bernapas lega, dia berbalik menatap Feby, "gue pergi dulu ya, takutnya Sagara tiba-tiba muncul."

Feby tersenyum kemudian mengangguk, sebelum Agnes meninggalkan ruangan Feby dia mengecup pelan pipi Feby kemudian  segera pergi dari ruangan itu.

Agnes begitu terkejut mendengar kebisingan di ruang rawatnya. Bahkan ruang rawatnya sudah seperti panggung hiburan, musik yang begitu kencang dan suara-suara orang bernyanyi.

"Aduh Bi! Ini itu rumah sakit, bukan konser," Agnes menepuk keningnya. Dia tidak menyangka jika pembantunya akan seheboh ini. Bahkan pembantunya tidak memikirkan tempat yang mereka buat heboh.

"Non disini itu sunyi, nah biar nggak sunyi Bibi setel musik biar rame."

"Bi, Bibi juga harus memikirkan tempatnya juga. Ini di rumah sakit. Kasihan pasien yang lainnya kalau denger kebisingan ini."

Agnes menghela napas sepertinya pembantunya ini sudah sakit jiwa. Dia masih asik bergoyang tanpa memikirkan efek bagi pasien yang berada di ruang samping Agnes. Ruangan ini tak telalu kedap suara, apalagi banyak orang yang berlalu lalang di depan ruang rawatnya. Bahkan tadi ada orang yang sempat menegur, tapi sepertinya di abaikan oleh pembantunya.

Agnes mendengar bunyi ketukan pintu, kemudian perlahan pintu itu terbuka. Pembantu yang sedang asik berjoget itu langsung mematikan musiknya.

"Kalian tahu kan ini rumah sakit? Jadi jangan musikan disini. Ganggu yang lain!"





--------




Sepertinya Iqbal mulai ngasih kode nih

Iqbal Agnes?
Sagara Agnes?
Feby Agnes?


Jangan lupa vote dan komennya

HANIS SAGARA PUTRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang