17 - Dibegal -eh, Salah

37 7 6
                                    

Dibegal –eh, Salah

Chap 17

.

.

.

"Ra, gua punya kejutan,"

"Buat siapa?"

"Candra!"

"Sudah kuduga."

***

Minggu-minggu, Deon dan Rael sudah ngerusuh di rumah Candra. Niatnya, sih, pengin dapat sarapan gratis, tapi Candra malah makan roti doang. Rencana sarapan gratis gagal. Dasar, padahal di antara mereka bertiga, yang nasibnya paling miris itu, ya, si Candra. Udah tinggal sendiri, mak-bapaknya ilang tak teridentifikasi (rapot Candra semua pakai nama wali: kakaknya), kerja sambilan juga enggak, kasihan, kan?

Berhubung dua curut ini ada di rumahnya, Candra jadi pengin memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang ada. Dengan cara yang super menggelikan, yaitu: belanja mingguan. Sekali-kalilah dia mengusili temannya.

Dan, kegiatan mereka pun dimulai. Candra bersikap layaknya nyonya besar, sedangkan kedua temannya menjadi pembantu di belakang. Menurut ibu-ibu yang sudah ahli di bidang diskon-perdiskonan, hal itu sangat langka. Sampai setiap mereka bertiga lewat, banyak pengunjung yang menatap kagum. Kagum kepada Candra.

Peristiwa di atas bukanlah masalah. Setidaknya lebih mending daripada situasi berbahaya yang sedang dihindari tiga orang tersebut.

Mereka dikejar preman.

Kasarnya: Di begal.

Candra sudah keringatan sebesar biji jagung, bukan, sejagungnya. Kalau Rael udah kayak arwana terdampar, bagus tapi mau ko'it. Deon, lebih parah, udah jadi zombie, kesandung lagi. Alhasil, karena Candra tak tega membiarkan Deon sendiri, mereka bertiga terkepung segerombolan preman.

"El, elu kan atlet, hajar mereka, sono!"

"Gila! gua bisanya di air, kalau di darat gak kuat!"

Ooo! Ikan asem! Bukannya tekanan air, tuh, lebih besar dibanding di udara? Bego!

"Yon! Lu kan atletis, elu aje yang hajar, sono!"

"Lu lihat gua muka-muka anak berandal, gitu? Kagak! Elu aja yang hajar! Enak banget, malah nyuruh gua, ogah!"

Candra berujar sinis, "Kakak gua bisa ngamuk, elu pada jadi ikan goreng nanti."

"Terus gimana!?" teriak Deon dan Rael.

Candra menangkat kedua tangan pasrah. Deon dan Rael cengo.

"Yang bener aja lu, Can!"

***

Candra siuman. Nyawanya belum terkumpul 100%. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Ia ada di sebuah ruangan bersih, wangi, putih.

Jangan-jangan di laboratorium! Mak, anakmu mau jadi kelici percobaan!

Kemudian, baru menyadari kalau tangan dan kakinya terikat pada kursi. Di depannya ada sebuah meja, semacam meja resepsionis, –seperti meja milik kakaknya.

Pabrik nggak cuma produksi satu, kali!

Setelah sadar sepenuhnya, kalimat pertama yang keluar adalah: "Belanjaan gua mana?"

"Masih dimasak, tunggu bentar."

Lah!? Kok, siapa yang ngomong barusan?

Secara perlahan pintu terbuka. Mengeluarkan bunyi decitan yang sejujurnya sungguh mengganggu pendengaran Candra. Lampu ruangan yang, well, remang-remang. Karena terlalu penasaran dengan orang di balik pintu, Candra sampai merinding mendengar tapak sepatunya. Tak lama muncullah orang itu. Bertubuh kekar, berpakaian hitam, dan –yeah- botak. Mirip pemain film mata-mata.

CandraMayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang