19 - The Devil Rival

34 7 2
                                    

The Devil Rival

Chap 18

.
.
.

“Quark.”

“Eh, Iota.”

“Lepasin Candra.”

“Rebut dulu, dong.”

***

Si Ketua bingung. Saat anak buahnya mengecek keluar, yang datang bukanlah si penelepon, melainkan orang lain. Eksekutif Mafia yang lain dan jauh lebih kuat.

“Dimana Quark sekarang? Gimana Iota bisa tahu!?”

Candra ikut bingung juga. Jadi, sebenarnya, yang menahan dia siapa? Candra butuh kejelasan. Setelah sekian lama ia tak pernah terlibat hal-hal seperti ini, ia tidak bisa berpikir jernih.

Pintu di dobrak. Candra dan si Ketua berjengit. Wajah si Ketua sudah pucat pasi, Candra sendiri berharap itu bukan orang jahat. Dentuman lain dan baku tembak terjadi di luar ruangan. Kondisi menjadi gawat. Dan Candra tahu, sosok yang masuk ke dalam ruangannya adalah ancaman terbesar.

“Iota! Dimana Quark? Kau apakan dia?”

“Diberi tahu.”

Candra terbelalak. Maya. seseorang yang dipanggil Iota adalah Maya. artinya, Maya adalah Eksekutif Mafia. Ini buruk. Seharusnya, ia menelepon kakaknya saat terjebak preman yang tadi.

Si Ketua berlari menerjang Maya, namun cukup tepisan di telinga kanan dari Maya untuk membuat si Ketua ini terjatuh. Maya menghampiri dan berjongkok di sisi Ketua yang tergeletak akibat tepisannya, “Harusnya si Quark sialan itu tak mengambil bagianku, Lionel sayang.”

Maya menyerahkan si Ketua a.k.a Lionel kepada bawahan di belakangnya. Lalu, menghadap Candra. Ia menatap Candra datar. Merogoh saku celana dan mengeluarkan pisau lipat. Tatapan mata Maya seperti mati. Benar-benar tak melihat apapun di depannnya, termasuk Candra.

Lagi, Candra merasa tak layak diperlakukan seperti ini. Ia merasa tak punya salah apapun kepada Maya. Tapi, kenapa ia mengalami kejadian seperti ini. Ia benar-benar tak suka main-main dengan nyawa orang lain. Tidak untuk siapa pun.

Pisau Maya semakin mendekat ke arah tangannya. Canda tak bisa mengeluarkan kata-katanya. Mungkin, ia ketakutan, sangat takut.

“Diam.”

Candra menatap Maya, diam.

Pisau itu memutus tali yang mengikat Candra. Kemudain, Maya menjatuhkan pisaunya. Kembali menatap Candra, “Diam.”

Suasana ricuh di luar sedikit tenang. Sudah tak ada lagi baku tembak, hanya tersisa sedikit bunyi bedebum dari anak buahnya yang mengumpulkan para preman itu di satu tempat.

Maya berlutut didepan Candra dan menutup mukanya. Seharusnya di kesempatan ini, Candra segera melarikan diri. Tapi, tidak ia lakukan. Ia memang lebih dari sanggup untuk melarikan diri dari tempat ini, tapi -sekali lagi, tak dapat ia lakukan.

“Can, jauhin Laili.”

Candra menghadap bawah.

“Jauhin gua bilang!”

Candra bergeming.

“Gua gak mau orang luar kena beginian. Susah di gua nanti. Lu tahu, gua sampai minta orang lebih buat hadapin Quark sialan itu.”

“Itu lawan lu?”

“Ya,”

Hening. Suasana benar-benar hening sekarang. Anak buah Maya selesai dengan pekerjaannya. Maya bangun, berdiri sambil mengeluarkan shot gun. Candra ikut berdiri di belakangnya.

CandraMayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang