20 - Cuti

30 8 2
                                    


Cuti

Chap 20

.

.

.

Normalnya, orang mendapat cuti itu senang. Ya, mereka bisa santai, tidak tertuntut pekerjaan, tidak perlu lelah-lelah, dan keuntungan-keuntungan lainnya. Memang siapa, sih, yang mau kerja terus-terusan? Elu ikut romusha, apa?

Dan, semua orang juga tahu kalau Maya adalah sebuah paradoks. Apa-apa saja yang ada dalam dirinya itu tidaklah wajar. Maka, karena ketidakwajaran itulah, ia membenci cuti dan ini adalah cuti pertama miliknya.

Maya cuti dari pekerjaan Mafia. Ia menjadi eksekutif nganggur sekarang.

Tidak lagi mengurusi sekolah Guinandra, menangkap geng-geng teri, berantem, menghajar, mengancam, ia berhenti dari semua itu. Parahnya, tidak lagi mengawasi Candra, atau Laili, siapapun yang berkontak dengan Mafia.

Itu berarti, sekarang ia tak peduli apa pun, pengecualian untuk Kira. Maya yang identik dengan kekerasan sekarang hilang. Ia tak dilindungi lagi ketika perkelahian jika tidak ada izin. Maya hidup untuk dirinya sendiri.

Maya isn't like Maya, she's change.

***

Pintu BK dibuka, kini tampaklah Maya dan tatapan datarnya. Hal pertama yang harus ia lakukan adalah putus kontak dengan Candra. Jangan sampai ia berhubungan dengannya, karena -yeah- ia bebas tugas. Untuk apa mengurusnya lagi sekarang? Toh, ia tidak dibayar.

Candra mengernyit di mejanya, baru kali ini Maya masuk dengan tenang. Pasti ada seseuatu, feeling Candra sudah tahu itu.

Maya berdiri, tidak duduk, ia hanya sebentar di sini. "Gua berhenti konseling."

Candra terkejut, mencoba menguasai suasana, ia berucap, "Emang lu dah jinak?"

Menggumam, "Mungkin,"

Canggung. Candra terlalu gengsi untuk berkata bahwa pertanyaannya tadi hanya candaan. Jujur saja, ia lebih suka Maya yang menyebalkan dan kejam daripada yang ada dihadapannya sekarang.

"Oh, ya udah."

Reaksi paling biasa. Kemudian, Maya angkat kaki dari ruangan itu.

***

Besoknya...

"Ndra, ikut ke kantin, gak?" tawar Koko. "Semua anak BK pada mau ke sana, nih."

"Oh, ok."

Candra bersama Koko, Vira, Laili, dan enam orang lainnya, duduk beramai-ramai di salah satu kursi panjang di kantin. Entah karena apa mereka tiba-tiba merencanakan ini: makan siang bersama.

"Ndra, lu pesen apa? Biar gua aja yang beli." Kata Koko. "Gua juga dititipin sama anak-anak lain, kok." Lanjutnya.

"Oh, gua pesen jus-, tunggu, gua ikut lu aja, deh."

Koko menautkan alisnya, "Lu kepikiran apa, sekarang? Tumben banget."

Refleks, Candra menepuk dahinya, "Lupa gua kalau si Koko itu peka ke cowok, ini nih, ahlinya cowok. Bego, Can, Bego!"

"Ya, gua lagi suntuk, wi-fi gua mati." Kata Candra berbohong, tapi karena ia tahu banyak tentang psikologi, maka kebohongannya sungguh mulus dan lancar jaya. Koko tidak tahu kalau wi-fi Candra sehat wal afiat dan Candra kepikiran Maya.

Oh, iya, Maya? biasanya istirahat begini, dia pasti beli jus jeruk. Kali aja ketemu, kan?

Sampai di Ibu Jus -stand yang biasa Candra kunjungi untuk beli jus- tidak ada tanda-tanda keberadaan Maya. Antrian pun terlihat rapi. Candra celingak-celinguk sambil garuk kepala. Karena Koko lama, ia memutuskan mengelilingi kantin, mencari Maya. Namun...

CandraMayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang