16 - Sebuah Percakapan dalam Event (2)

40 8 6
                                    

Sebuah Percakapan dalam Event (2)

Chap 16

.
.
.

Masih dalam event-nya Kafe Mocaroonies. Kali ini, Candra lagi kebakaran jenggot. Iya, kesalnya sudah complete 100%.

Bagaimana tidak? Dia ingin sekali duduk bareng Maya, tapi tak terpenuhi. Ha! Sebut saja dia munafik. Toh, Candra benar-benar ingin duduk sama Maya. Bukan untuk melayangkann kata-kata gombal atau ucapan maaf mengharu biru. Ia hanya ingin bertanya, meminta kejelasan kepada Maya. Tentang apa yang ia mau, yang ia rasakan, pikirkan, tujuannya, dan segala macam tentang dirinya. Hanya itu.

Hey! Lagi pula ini dalam event di sebuah kafe. Malu kali kalau bikin ribut.

Pada awalnya Candra terus curi-curi pandang ke meja nomor tiga, tempat Deon dan Maya. ia sebal mengapa mesti Deon? Maksudnya, mengapa selalu Deon yang tahu semuanya? "Menyebalkan."

Eh keceplosan.

"Jangan dilihatin terus. Kamu, kan, suka Laili."

Tahu darimana coba, nih, anak? Batin Candra sambil melongo menatap Kira.

"Menurut akun ig yang aku follow, cewek itu bisa tahu apa yang di sukai cowok kurang dari satu minggu. Kalau emang niat dan peka banget."

"Terus?"

"Khusus Maya, nggak berlaku."

Candra sepenuhnya menghadap Kira. Sedikit menentang. "Elu cewek cuek. Kok, buat Maya gak berlaku?"

"Menurut ig yang gua baca juga, cewek cuek itu sebenarnya cewek yang peduli. Cuma dalam diam." Kira meminum Macciato-nya. "Kalau buat Maya... dia beda."

"Beda apanya? Jangan-jangan transgender?"

"Bego!" Kira menatap sinis Candra.

Pembicaraan selesai.

Berhenti.

Dan, harus dimulai topik yang baru.

Kali ini Candra berlagak serius. Pasang muka macam om-om pedopil, walaupun masih mending, soalnya wajah Candra wajah bayi. Ia mulai membuka suara, "Lu... ikut waktu Maya ngerusuh di CFD kemarin?"

"Enggak." Kira mulai memakan cheeescake miliknya. "Kenapa emang?"

Candra mengusap wajahnya yang lelah. Jadi kayak bayi mau nangis. "Gua pengin tahu, Maya tuh apaan, sih, malu-maluin gua di tempat umum. Mana sama Laili lagi, kasihan dah tuh anak."

"Aku nggak tahu jalan pikirannya Maya. Jangankan aku, einstein aja kalah kalau lawan Maya. Pikirannya rumit, nggak ketebak. Kadang mikir jangka panjang, tapi juga langsung mutusin tanpa mau tahu dampaknya. Dia emang nggak melulu soal dirinya, kadang, sampai mbak se-indekosnya pun pernah ia pikirin."

"Terus?"

"Intinya, aku nggak tahu."

Candra menatap datar. "Terus ngapain ngoceh panjang lebar?"

"Katanya kamu mau tahu lebih jauh tentang Maya. Asal kamu tahu, Maya itu nggak bisa dipikirin selain sama orang yang sejenis sama dia."

Candra mengerutkan keningnya. Sejenis? Udah sama-sama manusia, kan? Sama-sama makan nasi. Nggak mungkin banget Maya itu hantu yang jadi manusia. Emang ini cerita apa? Supranatural? Fantasi? Mimpi jangan ketinggian!

"Okelah. Intinya lu nggak tahu maksudnya Maya permaluin gua di depan umum. Emang nggak punya hati si Maya, Laili jadi shock waktu sampai rumah. Dia baru pertama kali ngalamin begituan."

Kira yang awalnya sibuk dengan ponselnya menatap Candra lekat. Mematikan ponsel dan duduk tegap. "Kamu tadi bilang Maya tak punya hati?"

"Iya, kan?"

CandraMayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang