Suhu Normal

2.3K 149 3
                                    

Attar bersyukur akibat tendangan super Amira langsung membuatnya sadar walau tubuhnya harus mendarat keras dilantai.

Amira tercengang beberapa detik menatap Attar panik dibawah sana karena tindakannya kemudian dia tersadar dan bergegas turun menghampiri attar, tapi pria itu malah segera berdiri menghindari Amira kemudian berjalan cepat menuju kamar mandi.

Marahkah dia? tau kecewakah dia?. Pikiran Amira menerka-nerka kepergian Attar.

Amira mengakui kalau dia juga menginkan sentuhan itu tapi ada sesuatu dalam dirinya yang tak menginginkannya jua  karena selama ini dia berusaha menjaga dirinya sendiri. Bahkan dengan pria sebelum Attar.

Amira merapikan pakaiannya dan menunggu pria itu keluar. Dia tidak akan pergi sebelum mereka bicara.

Hampir 1 jam Amira berdiri di dekat jendela, dia menahan dirinya untuk tidak mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup itu. Attar harus menormalkan suhu tubuhnya dan hasratnya.

Kemudian detik berikutnya  pintu itu terbuka memperlihatkan Attar yang hanya menggunaakan handuk sebatas pinggangnya. Amira buru berbalik dan disaat itu lah  Attar berjalan cepat menghampirinya dan rengkuhan Attar mendarat ditubuhnya.

“Maafkan aku”

“...”

“Aku tak ingin melakukannya. Tapi ....”

“...”

“Aku tak bisa mengedalikan diriku sendiri”

“....”

“Ra, katakan sesuatu”

“Kamu lama sekali disana, tanganmu juga dingin dan lihat ini ujung jari tanganmu sampai berkerut” Amira mengusap ujung jari – jari Attar.

Apa yang ada dipikiran attar jauh berbeda dengan pemikiran Amira. Tadi Attar berpikir kalau Amira akan marah dan meninggalkannya atau gadis ini akan mengintrogasinya. Tapi dia malah menghawatirkan keadaannya.

Attar mengecup belakang kepala Amira mencium aroma rambutnya yang segar.

“Sekarang aku tidak apa-apa karena ada kamu.”Attar mempererat peelukananya.

“Tunggulah diruang tengah sebentar” pintanya kemudian Attar menuju lemari baju di ujung sana.

Bisa bahaya kalau mereka tetap berpelukan dalam keadaan seperti ini bukan!.

Amira menyadari hal itu, dia tersenyum kearah Attar sembari menutup matanya dengan jari – jarinya yang direnggangkan. Dia tidak menampik pria pemilik tubuh didepannya sangat .... hmmmmm.

Amira menatap meja didepannya, makanan dan minuman. Mau tak mau pikirannya melayang dengan apa yang Attar dan gadis itu lakukan. Pasti dengan gadis itu. Dan prilaku Attar beberapa jam yang lalu.

Tidak! Amira jangan berpikir yang tidak-tidak.

“Hai” Attar menyadarkan Amira yang terpaku ditempatnya dengan tatapan tertuju pada meja didepan mereka.

Attar menggenggam tangan Amira lembut seakan mengirim sinyal. Percayalah padaku. Kemudian pria itu terasenyum ketika Amira membalas genggaman tangannya.

Setelah Amira membereskan meja yang berantakan itu kedua anak manusia itu duduk berdekatan diteras balkon, menikamti hangatnya teh yang dibuat Attar dengan hamparan bintang diatas sana.
“Maaf aku tidak bisa menjemputmu” Attar memulai percakapan itu. Amira menatapnya penuh arti kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu attar.

“Aku mengerti. Pasti karena gadis itu kan..”

“Aku berusaha membantunya tapi Kanaya malah ...” Attar tak ingin melanjutkan kalimatnya. Sebagai laki laki dia tidak memungkiri kalau dia bisa melakukan itu walau tanpa obat. Hal seperti itu hanya akan dia lakukan dengan gadis yang dicintainya dengan keadaan yang berbeda. Untuk saat ini akal warasnya masih berfungsi.

“Aku percaya kamu tidak akan melakukannya”. Amira yakin itu ketika Attar menyerangnya tadi.

Attar menyadari tatapan Amira. Ya tadi dia tidak bisa mengendalikan dirinya.

“Maafkan aku”
" Tapi semuanya sudah kembali normal kan!" Goda Amira. Attar mengerti maksud gadis didepannya.

"Mmm.... tapi aku bisa melakukannya kalau kamu mengijinkannya" Attar malah balas menggoda Amira, dan berhasil membuat dirinya mendapat pelototan dari Amira.

“Jangan pulang malam ini, temani aku disini. Aku janji tidak akan menyerangmu” ucapnya malu-malu kemudian merebahkan kepalanya dipangkuan Amira.

Tatapan mereka bertemu kemudian tertawa bersama-sama.

Oh ... Tuhan kalau dia yang memang takdirku. Aku hanya memohon semoga tidak ada halangan lagi.

Amira tiba-tiba teringat ayah dan ibunya. Kemudian menyelipkan doa yang lain.

A Romantic BronisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang