2 gadis

2.2K 136 3
                                    

Semalam Attar tertidur pulas dalam pangkuan Amira, di pandanginya wajah tampan Attar. Alis, mata, hidung dan garis wajahnya yang tegas. Pemandangan yang indah. Amira tidak ingin membuat gerakan sehingga Attar terbaangun meski pahanya sudah sangat terasa kram tapi pada akhirnya dia menyerah, lagipula angin dari luar juga tidak baik di malam yang semakin larut. Jadilah dia membopong Attar dalam pelukannya, setengah menyeret tepatnya.

Sekarang pria itu sedang mandi di dalam sana dan dirinya sendiri berperan didapur bergaya mininalis ini untuk menyiapkan sarapan. Entah sarapan seperti apa. Amira mengeluarkan isi kulkas yang seadanya. Telur, sosis daan wortel yang mulai layu, dan dengan bermodalkan tekat dan you tube yang memapilkan tutorial memasak yang simpel dan mudah. Jelas dia tidak akan mencari di keyword cara memasak yang susah dengan segala macam bahannya.

Dan untuk pertama kalinya Amira sungguh menyesal , sangat menyesal. Kenapa dia dulu malas untuk belajar memasak ketika ibunya selalu ingin mengajarinya. Di potongnya pelan wortel dengan ukuran yang benar-benar kacau. Tak luput jarinya menjadi sasaran karena payahnya dirinya. Jika seandainya dia mengikuti acara memasak ditelevisi dia akan menjadi peserta yang akan didiskualifikasi yang pertama. Amira mengernyit dengan wajah muramnya ketika telur yang dibuka kulitnya malah ikut nyemplung kedalam mangkok. Oh ... Tuhan.

Tanpa disadarinya Attar menontonnya dari belakang sana. Bahkan ketika dia melangkah dan duduk di kursi Amira masih belum menyadarinya.

“Aduhhh... ini bagaimana, kenapa ikut nyemplung ... aishhhh ... yahhh”.

Attar mendekat dan berdiri tepat dibelakang  punggung Amira.
“Hai ..”.

Hampir saja Amira menumpahkan isi mangkok itu kalau tidak pria dia belakangnya menahannya dengan sigap.
“Pelan – pelan nona”

“Kamu mengagetkan ku” keluh Amira dengan wajah cemberutnya.

Attar menatap wajah didepannya dan mengusap keringat dikening Amira.
“Lebih susah dari ujian mengahfalkan jenis-jenis obat ya ...” goda Attar, reflek Amira mencubit perut Attar yang keras.
Attar menangkap tangan itu dan melihat jari Amira yang terluka.

“Biarkan aku yang melakukannya...?” Attar meminta persetujuan gadis didepannya karena tak ingin melukai kerjakeras Amira yang sudah berkutat hingga jarinya terluka.

“Baiklah” Amira sadar kalau dia yang memasak mungkin mereka akan sarapan jam 9.

Attar menuntun Amira duduk dikursi  dan mengambil plater. “Aku bukan perawat yang handal, jadi cukup ini saja tak apa kan” Amira mengangguk menghargai usaha pria tampan dideepannya.

Attar begitu cekatan didepannya, dia mengambil beberapa bahan yang ada dilaci. Tidak perlu menunggu waktu yang lama macaroni cream soup berhasil membuat perutnya melilit lapar.

“Wooow”

“Selamat makan”

Amira tak berhenti berdecak kalau masakan attar begitu lezat. Kalau dipanci ujung sana masih tersisa dia mau nambah. Tapi sayang disana kosong. Mereka menyelesaikan makanan mereka tanpa tersisa.

“Sini biar aku saja yang cuci, jarimu terluka Ra” Attar mengambil Alih mangkok itu dari tangan Amira.

“Baiklah ...”

“Gadis penurut” Attar mencuri ciuman dari pipi Amira kemudian melangkah cepat meninggalkannya, hingga tak sadar ada seseorang yang melihat adegan yang manis itu.

Amira tercengang ketika berbalik dan mendapati Kayana didepannya.

Ahhhh ...dia juga punya akses masuk keapartemen ini.

“Maaf ganggu waktu kalian berdua ... tapi aku ingin berbicara hanya dengan Attar”. Mendengar suara itu refleks Attar berbalik dan Amira cukup tahu  bagaimana kalimat itu meluncur dari mulut gadis didepannya. Penekanan pada kalimat itu sudah sangat jelas. Menyingkirlah.

Amira melangkah hendak meninggalkan tempatnya tapi Attar lebih cepat menahannya.
“Tetaplah disini, Tunggu aku disini. Aku akan segera kembali.” Attar menyakinkan Amira, menatapnya lembut penuh cinta.
Amira menggangguk paham.

“Kita ke kafe bawah saja” ucap Attar pada Kanaya. Amira melihat kedua sosok itu pergi meninggalkannya diruangan itu. Sepi dan waktu terasa lama.

Keduanya hanya terdiam ditempat masing-masing sudah hampir 15 menit.

Attar merasa kalau ini harus segera diselesai.
“Kay ....”

“Tidak adakah ruang dihatimu untukku?”

Jujur Attar tak ingin membuat Kanaya terluka tapi dia tidak bisa membohongi hatinya. Kanaya baginya sudah seperti seorang saudara.

“Akhhh.... aku paham, gadis itu kan!” Kanaya tersenyum miris mentap Attar.

“Aku mennyayangimu sebagai seorang saudara Kay,  ..." ada jeda disana. Dan tak ada sanggahan apapun dari Kanaya.

"Biarkan aku membantumu. Aku mohon.” Tak ada jawaban dari kanaya. Gadis itu semakin tertunduk. Kemudian dia terisak ditempatnya.

Attar mendekat dan memeluknya. Menyalurkan kekuatannya untuk saudara sekaligus sahabatnya.

"Aku tak ingin kamu ada disana lagi. Aku ingin kamu seperti dulu lagi menjadi Kanaya yang selalu ramah dan ceria".





A Romantic BronisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang