Amira membekap mulutnya agar tidak menjerit ketika melihat pria didepannya penuh dengan luka. Ada butiaran bening yang menggenang dikedua kelopak matanya. Ingin rasanya memeluk Attar tapi ditahannya karena keberadaan Kanaya.
“Maafkan aku ... ini karenaku” Kalimat itu penuh dengan penyesalan dan rasa bersalah. Kanaya jelas melihat kekhawatiran dimata Amira.
Amira hanya terdiam. Jelas Attar babak belur seperti keadaan dan kejadian sebelum-sebelumnya. Amira juga tidak berhak untuk marah kepada Kanaya, karena dia sahabat yang Attar diperjuangakan agar keluar dari tempat itu. Justru Amira sangat bersyukur pria yang mencintainya adalah pria yang sangat baik.“Kamu merindukanku ....” ini bukan pertanyaan, Attar sedang menggoda Amira yang fokus mengobati luka ditangan Attar, dan tidak ada jawaban dari Amira. Yang ada Air mata yang jatuh mengenai tangan Attar.
“Hey .... Ra aku tidak apa-apa” Attar menarik tangannya kemudian menangkup wajah Amira. Ditatapnya kedua mata yang basah itu kemudian dihapusnya.
"Aku baik-baik saja. Lihatlah, aku bahkan jauh lebih baik saat bersamamu saat ini"
“Aku menghawatirkanmu, aku tidak tahu harus berbuat apa ... dan terlalu banyak luka. Aku ....” kalimat selanjutnya tertahan begitu saja ketika Attar mencium Amira.Oh ... bibir manis ini.
Kecupan itu berubah menjadi lumatan lembut. Menjelaskan semua rasa cinta keduanya.
Attar membawa Amira kedalam pangkuan dan direngkuhnya tubuh Amira. Yang mereka rasakan saat ini begitu banyak kupu-kupu terbang disekitar mereka. Membawa mereka melayang dan hangat. Tapi Attar pertamalah yang melepaskan Amira ketika alarm kesadarannya berbunyi. Kemudian keduanya mengambil oksigen sebanyak-banyaknya."Mau dilanjutkan ..." goda Attar sekali lagi tapi yang didapatnya hanya pelototan dari Amira. Attar tertawa melihat ekspresi Amira, yah ...jelas kalau dilanjutkan mereka berdua tidak akan sanggup untu memgendalikan semuanya.
Amira hendak bangkit dari pangkuan Attar tapi tangan itu mencegahnya.“Maafkaan aku selalu membuatmu khawatir” ucap Attar setelah tatapannya bertemu dengan Amira.
Amira tersenyum kecil. “Aku mencintaimu”balas Amira kemudian melanjutkan kegiatannya yang tertunda, luka Attar di bagian tubuh Attar harus dikompres dan diobati sebelum berubah semakin lebam.
“Ulangi lagi, aku ingin mendengarnya".
Amira menggelem cepat. Seumur-umur pada pria didepannya ini dia berani menyatakan perasaannya. Dia berani mengatakannya karena dia merasa nyaman. Attar tidak pernah malu-malu menyatakan perasaannya. Tidak pernah sungkan menggenggam tangannya. Bahkan dia pria satu-satunya yang berani menciumnya. Brondong manisnya.“Menikahlah denganku” tiba-tiba kalimat itu meluncur cepat. Seperti angin ditengah padang rumput yang menyerbu semua yang ada disana terbang melambung hangat. Amira terpaku, dia ingin menjawab tapi suaranya hilang entah kemana. Detik selanjutnya dia memeluk Attar erat kemudian mengangguk pasti dalam pelukan Attar.
Amira sedang menyiapkan makan malam. Sekali lagi! Amira benar-benar tidak tahu apa yang harus dia masak. Attar sudah melarangnya tadi, tapi Amira tetap ingin membuatkan makan malam setelah mendengar perut Attar berbunyi minta diisi.
“Boleh aku membantumu ...?”Amira menoleh kearah suara itu. Ada Kanaya disana.
Amiraa tersenyum ramah menyambutnya, “Tentu saja boleh”.
"Mmmm ... kamu mau masak apa?" Amira terpaku dia bingung mau menjawab apa.
"Sebenarnya aku tidak tahu mau masak apa" jelasnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Amira menatap Kanaya yang begitu cekatan memasukkan beberapa bahan yang dipotong Amira. Ya ... Amira belanja dimarket di sekitar apartemen ini tadi sebelum Attar dan Kanaya datang.
"Kamu sangat pintar memasak sama seperti Attar" mendengar kalimat pujian Amira, Kanaya tersenyum malu."Mama yang mengajariku dulu".
"Ahkkk aku menyesal tidak menuruti ibuku untuk belajar memasak"
Mereka berdua ternyata bisa langsung Akrab, saling berbagi cerita disela-sela masak mereka, hingga tidak sadar Attar sudah berdiri dibelakang keduanya. Ada bagian di hati Attar yang ikut bahagia menyaksikan itu.
Mereka pun makan malam bersama dan saling berbagi cerita masing -masing.
"Aku senang mengenalmu Amira, Attar tidak salah memilihmu. Terimakasih Amira sudah mau menerimaku”. Tulus Kanaya mengatakan itu. Amira tersenyum kemudian memeluknya, “Aku juga senang mengenalmu .... tidurlah kamu harus istirahat”.
Amira mencari keberadaan Attar dan ternyata yang dicari sedang berbaring menatap langit – langit kamar.
Amira mendekat dan duduk disamping tubuh Attar. "Ada yang menggaggu pikiranmu?” Attar bangkit duduk mendekat kemudian mulai menceritakan kejadian bersama Kanaya tadi.“Aku penasan siapa dia, dia bahkan rela membebaskan Kanaya”lanjut Attar.
“Besok saja ditanyakan, yang penting dia sudah aman disini.” .
“Aku harus pulang ... Syifa dari tadi mengomel karena aku tidak pulang” baru saja kalimat Amira selesai. Ponsel Amira bergetar lagi memperlihatkan nama syifa disana.
"Lu tega amat mengabaikan telpon gue.... "
"Iya maaf "
"Dan jangan bilang lu kagak liat pesan dari ibu lu" sergah Syifa. Amira tahu pesan itu dan dia belum membacanya.
"Iya ada pesan tadi belum aku baca ".
"Dasar nih anak. Lu mending pulang. Ini keadaan genting darurat level mampus".
"Apaan sih Fa!".
"Pokoknya pulang. Titik".
Percakapan itu berakhir langsung. Membuat Amira kebingungan dan penasaran dengan isi pesan yang Syifa maksud. Salahnya memang dari kemarin mengabaikan pesan dari ibunya.
Oh ...maafkan anakmu ini ibu. Batin Amira.
“Sepertinya kamu memang harus pulang. Padahal aku masih merindukanmu.” Attar menarik Amira kedalam pelukannya.
“Tolong antarkan aku ...sepertinya dia akan tambah mengomel kalau aku tidak pulang”.Dalam perjalan pulang Amira sempat membuka pesan dari ibunya. Minggu depan ibu daan bapaknya akan datang berasama seseorang.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Romantic Bronis
Romance"Salah ya! Kalau gue belum nikah di usia segini!. Salah juga ya kalau gue kemana- mana nggak bawa pasangan!". Amira. harus tahan banting dengan semua drama kehidupannya. Memutuskan untuk tinggal di kontrakan adalah keputusan yang paling tepat, set...