Hai, aku Jenneth.
Seorang gadis remaja yang akan beranjak dewasa. Hidup dalam dunia fana. Dunia yang gelap gulita. Sepi, menyendiri, dan seolah terbuang. Namun tidaklah demikian.
Aku anak tunggal--aku senang menyebutnya demikian, walau faktanya aku memilik dua orang kakak yang namanya tercantum dalam kartu keluarga. Orang tuaku lengkap. Ya, mereka berdua hidup sehat selama ini. Begitupula dengan kami bertiga. Kami bertiga hidup sehat pula. Sejauh ini baik-baik saja, tak ada riwayat sakit kronis sekali pun.
Kecuali satu.
Aku hidup dan dibesarkan bagai mesin tanpa perasaan.
Jika selalu sendirian di rumah karena kesibukan mereka semua, lantas kepada siapa aku akan berbagi perasaan? Berbagi cinta?
Keluarga adalah tempat utama kau mencurahkan perasaan cintamu, katanya.
Bullshit.
Hidup saja selalu sendiri, bagaimana tentang berbagi cinta?
Wah, diriku begitu sok berbicara tentang cinta. Apa aku sendiri mengerti apa itu cinta?
Dalam sisi orang tuaku sendiri, aku tak mengerti apa itu cinta. Mereka terlalu sibuk bekerja dan jarang ada di rumah, sehingga untuk hal sekecil bermesraan sebagai pasangan suami-istri saja aku nyaris tak pernah melihatnya. Dan kumohon, jangan tanyakan tentang kedua kakakku yang juga single--alias malas mencari pasangan.
Pernah suatu ketika aku bertanya pendapat Simon, kakak laki-lakiku, tentang bagaimana rasanya jatuh cinta, dan ia menjawab, "Jatuh cinta itu ketika hatimu berdegup kencang mendengar alunan musik karya Mozart."
Dengar, jangan paksa aku untuk mengenal apa itu cinta, ya karena aku memang tidak pernah merasakannya dalam hidupku.
Secuil pun, bahkan.
Hidupku begini-begini saja. Monoton. Aku seperti robot yang dipaksa melakukan aktivitas yang sama setiap hari.
Tentunya, tanpa cinta.
Cih, memang perlu?
Apa pentingnya cinta?
Apa cinta itu semacam berlian hingga kau benar-benar menghargainya sepenuh hatimu? Atau ia semacam harkat dan martabatmu, yang tak bisa ditukar dengan uang, namun sangat sangat berharga?
Tidak, aku tidak tahu.
Sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Known as Love ✔️
Short StoryCinta. Bagaimana kau mendeskripsikan satu kata berjuta makna itu? Apa cinta hanya tentang rasa ingin memiliki dan takut kehilangan? Atau... ikhlas dan bahagia meski ia pergi untuk selama-lamanya? Ya, aku sedikit setuju dengan opsi terakhir. *** Mula...