05. Apakah aku mencintaimu?

88 24 0
                                    

          Dulu, aku percaya bahwa cinta itu hanyalah omong kosong.

          Aku percaya bahwa hidup ini singkat, dan aku lebih percaya lagi jika menghabiskan hidup dengan cinta adalah hal terkonyol yang pernah ada di dunia ini. Aku, Jenneth, orang yang pernah mendedikasikan bahwa cinta itu tidak penting.

          Dan aku, Jenneth, kini aku berubah.

          Gerald adalah kejutan dalam hidupku. Aku tidak pernah membayangkan akan jadi apa hidupku di masa depan, karena aku hidup jauh dari kasih sayang. Aku kesepian, sendirian, dan tidak ada satupun orang yang mau dekat denganku. Tapi Gerald berbeda. Ia sangat berbeda.

          Seberapa sering aku mengabaikannya, ia tetap bisa tersenyum padaku. Seberapa banyak tatapan mata tajam menghujamku ketika berjalan di sekitar sekolah karena keberadaan Gerald di sisiku, ia tidak pernah menyerah sekalipun. Meski kini lokernya banyak dihuni oleh surat teror dan kritikan--tak jarang bahkan tikus mati yang terakhir kali diperlihatkannya kepadaku--Gerald tidak pundung. Ia tetap berdiri kokoh pada pendiriannya. Ia laki-laki yang luar biasa.

          Dan ia yang mengubah hidupku.

          "Terima kasih sudah datang," ucapnya dengan senyum lebar ketika berlari menghampiriku. Walau peluhnya menetes-netes bagai air keran yang lupa dimatikan, wajah bahagianya tetap tak tersembunyikan. Napasnya masih terengah-engah ketika ia duduk di sampingku, "Kukira kau tidak--AKH!"

          Mataku melebar ketika melihat sebuah susu kotak yang entah berasal dari mana menghantam kepala Gerald. Aku mencari keberadaan biang kerok itu dan melihat Justin tersenyum penuh kemenangan sembari menaik turunkan kedua alisnya menyadari tatapanku. Tanpa sadar kedua tanganku mengepal.

          Terlebih ketika aku ingat bahwa Justin adalah orang yang selalu bersama dengan Gerald. Dulu, jauh sebelum aku menggantikan posisinya.

          "Hidup itu memang pilihan." Aku menatap Gerald. Ia tersenyum kecil menatapku. Dan aku terheran setengah mati. "Kadang kau harus memilih, mana yang harus kau pertahankan dan kau tinggalkan."

          Demi Tuhan, apa ia masih bisa tersenyum?

          "Kau sudah datang, itu sudah cukup," ucapnya pelan sambil meraih jemariku yang mengepal. Gerald menuntun tanganku kearah kepala bagian belakangnya. "Di sini sakit."

          Seolah mengerti, aku mengelus kepalanya perlahan.

          Gerald tersenyum. Kedua matanya terpejam.

          Deg.

          Sesuatu itu datang lagi. Berdesir dalam aliran darahku. Tiba-tiba aku merasa sesak, dan jantungku berdegup kian kencang. Napasku menjadi tak beraturan.

          Ada apa ini?

          Katakan padaku, Gerald, apakah aku...

          ...cinta padamu?

Known as Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang